Sekar Galuh tak pernah berpikir dia akan terdepak keluar dari dunianya yang nyaman sejak sang papa berusaha menjodohkannya dengan kakak kelas tengil, bernama Satria Erlangga. Sudah cukup bagi Sekar selalu satu sekolah dengan Angga sejak TK hingga SMA.
Angga selalu mengganggu ketentraman dunia Sekar dengan mengoloknya. Mulai dari ledekan celurut karena badan Sekar yang kecil dan berkulit lebih gelap, hingga ejekan yang mengatakan otak Sekar sebesar otak udang.
Otak udang? Sungguh terlalu! Gara-gara ejekan Angga, Sekar sampai mengecek sebesar apa otak udang. Masih teringat betapa geram Sekar saat tak menemukan otak udang, hingga meremas kuat hewan tak berdosa itu dengan tangan kecilnya. Sejak saat itu, Sekar belajar giat. Ia selalu masuk ke sekolah favorit untuk membuktikan bahwa kepalanya tak kosong. Namun, sialnya Angga selalu bersekolah di sekolah pilihan Sekar.
Yang lebih parah, semasa Sekar duduk di kelas X, Angga berhasil membuat Sekar antipati kepadanya karena menjadi saksi hidup saat Sekar ditolak mentah-mentah oleh Naru, teman sekelasnya. Angga selalu menguarkan tawa layaknya setan saat berpapasan dengan Sekar. Padahal Sekar selalu berusaha menghindari cowok jail itu karena marah dan juga malu.
Begitu Angga lulus SMA, Sekar bisa bernapas lega. Mereka akhirnya berpisah. Angga kuliah di fakultas kedokteran Universitas Airlangga, sementara Sekar masih di kota Solo tercinta. Begitu lulus, Sekar memilih Universitas Negeri Sebelas Maret, untuk melanjutkan studi di Prodi Pendidikan Sejarah.
Sudah delapan tahun peristiwa memalukan itu telah tertimbun di otak Sekar. Selama tujuh tahun pula, Sekar tak mendengar lagi nama Angga. Namun, rupanya semesta bergolak menghempaskan Sekar kembali bertemu Angga.
"Sekar, Papa lihat, selama ini kamu belum pernah ngenalin Papa sama pacarmu?"
Kembali topik itu yang diangkat oleh Dharma, Papa Sekar, menjadi bahan untuk mengisi obrolan makan malam. Laksmi, sang Mama, terkekeh, sambil mengambilkan daging empal untuk suaminya.
"Anak kita tomboy begini, gimana ada cowok yang naksir, Pa?" respon Laksmi.
"Jodohku masih dijagain orang, Pa," sahut Sekar asal.
Dharma mendesah kencang, menggelengkan kepala prihatin menatap anaknya. "Kamu sudah berumur 24 tahun. Masa iya, nggak ada yang kamu suka atau deketin kamu?" Alis Dharma mengernyit. Matanya semakin memicing menelisik wajah mungil putrinya. "Atau jangan-jangan-"
"Papa!" Sontak Sekar dan Laksmi berseru kencang. Lelaki paruh baya itu selalu suka membuat asumsi ajaib.
"Hih, Papa ini nggak usah aneh-aneh deh!" sergah Sekar seraya mencebikkan bibir.
Dharma tertawa nyaring. Kacamata bingkai hitamnya sampai melorot di ujung hidung mancung saat tubuhnya terguncang, mendapati reaksi Sekar. Tapi bukan Dharma namanya, kalau tak punya usul absurd. Matanya membulat lebar dengan tarikan bibir lebar ketika sebuah nama muncul di otak.
"Papa ada ide!"
Sekar dan Laksmi mulai menahan napas. Mama dan anak itu saling melempar pandang, menanti kata-kata mencengangkan yang selalu terlontar dari bibir Dharma.
"Bagaimana kalau kamu Papa jodohkan dengan Erlangga, anak Om Yana?"
Mata Sekar membulat, mendengar nama "Erlangga". Sekonyong-konyong badan Sekar terasa gatal, seperti mengalami alergi makanan, hanya karena gendang telinganya ditabuh dengan nama yang tak boleh diingat apalagi disebut.
"Pa, nggak usah mulai! Walau cowok di dunia ini tinggal Mas Angga, Sekar nggak akan milih dia jadi suami!"
Dharma mengerutkan alisnya. Matanya menyipit menyelisik ekspresi anaknya yang antipati dengan lelaki yang bernama Angga. Setahu Dharma, Angga anak yang baik, pintar dan juga cerdas. Anaknya juga ramah. Apalagi sekarang Angga sedang menempuh pendidikan dokter spesialis anestesi, membuat Dharma berpikir Angga cocok dijadikan calon menantu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Whole New World (Completed)
Historical Fiction~Daftar Pendek Wattys 2021~ Sekar, guru sejarah yang tomboy, menolak perjodohan dengan Angga, seorang residen Anestesi, yang selalu menjadi kakak kelasnya dari TK-SMA. "Walau cowok di dunia ini tinggal Mas Angga, Sekar nggak akan memilih dia jadi su...