Sekar menyipit tak senang sambil meringis menahan perih di pantatnya. Masih duduk di tanah, dia memiringkan badannya dan mengelus pinggang. Gadis itu yakin, Airlangga sengaja melakukannya.
"Kanda jahat!" pekik Sekar dengan suara melengking keras.
Remaja lelaki itu mendengkus dengan senyum jail yang tergambar di wajah. Ia menanggapi gerutuan Sekar dengan mengorek telinganya dengan jari kelingking seolah suara gadis itu membuat kotor telinganya.
"Kanda pengecut! Beraninya sama perempuan! Tahu ada perang begitu malah lari duluan! Bukan menyelamatkan istrinya!" Wajah Sekar memerah dengan oktaf yang semakin tinggi. Urat lehernya sampai menonjol saking rutukannya ingin didengar oleh lelaki itu.
Mata Airlangga membelalak. Alisnya terangkat. "Shit! Jan***!" umpat lelaki itu begitu mendengar kata yang meluncur dari bibir Sekar.
Mulut Sekar menganga lebar mendengar reaksi Airlangga.
Shit? Jan***?
Tidak ada kosa kata itu di era kerajaan Medang! Inggris belum menjajah, dan Belanda pun belum datang. Kenapa Airlangga begitu 'gaul'?
Tiba-tiba mata Sekar membeliak. Ia menyadari sesuatu. "Ma-mas ... Angga?" ucapnya terbata.
Yang dipanggil menoleh. Lelaki itu sama melototnya dengan yang memanggil. Keduanya bersirobok.
"Se-Se ... Kar Galuh?" Angga menggeleng. Nama keduanya sama. Sekar Galuh masa depan dan masa lalu. "Anaknya Om Dharmawangsa?"
Angga menepuk dahinya bahkan nama orangtua mereka pun sama. Apa Sekar ini titisan keluarga Medang? Pikir Angga.
Seketika mata Sekar memerah. Untuk pertama kali, ia senang sekali mendapati Angga ada di dekatnya. Ia buru-buru berdiri, lalu menghambur memeluk lelaki itu.
Angga terhuyung, saat tubuh mungil Sekar mendekap dan mengalungkan lengan kecilnya di pinggangnya. Lelaki itu menarik lengan ke samping atas. Ia kebingungan mendapati reaksi Sekar.
Otak Angga berpikir, kalau benar gadis yang memeluknya ini adalah Sekar Galuh masa depan, kenapa tiba-tiba sejinak merpati? Mana ada Sekar ini dekat bahkan berhimpitan tubuh seperti ini.
Namun, mendapati tubuh kecil dengan dada berisi itu menempel, sontak hormon remaja yang ada di tubuhnya meronta. Jantungnya berdetak kencang membuat dadanya naik turun.
Angga mendekatkan hidung ke ketiaknya, karena teringat ia tidak memakai deodorant. Ia takut Sekar pingsan mendapati bau badannya. Adik Angga selalu kesal saat ia bermain gulat-gulatan dan mengunci badannya karena katanya bau badannya seperti bangkai tikus.
Lelaki itu bernapas lega. Karena bukan aroma asam yang ia cium, melainkan wangi rempah dan bunga. Mungkin efek mandi lulur sedari pagi tadi untuk persiapan pernikahannya, sehingga tubuhnya menguarkan wangi.
"Kamu bener Sekar? Anak Om Dharma dan Tante Laksmi yang tinggal di Jalan Kutilang No. 7 Solo. Sekolahnya dari TK-SMA di Bintang Timoer dan waktu SMA ditolak Naru pas nembak?"
Sekar yang memejamkan mata karena sempat terbius oleh wanginya tubuh Angga yang tak biasa itu membuka mata. Ia menarik tubuhnya.
"Argh! Perlu yang terakhir disebut?" Bibir Sekar maju ke depan lima senti. Ia menyedekapkan lengan di depan dada. "Nyebelin!"
Angga membekap mulut Sekar dan mendorongnya hingga punggung gadis itu bersandar pada sebuah batang pohon. Mata Angga mendelik. Dengan tubuh membungkuk ia menyetarakan pandangan dengan gadis berusia empat belas tahun itu.
"Jangan keras-keras! Kita akan ketahuan bukan Airlangga dan Sekar yang asli!" Airlangga melongok ke kanan dan kiri, untuk memastikan tak ada seorang pun mendengar pembicaraan yang terdengar aneh di masa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Whole New World (Completed)
Ficción histórica~Daftar Pendek Wattys 2021~ Sekar, guru sejarah yang tomboy, menolak perjodohan dengan Angga, seorang residen Anestesi, yang selalu menjadi kakak kelasnya dari TK-SMA. "Walau cowok di dunia ini tinggal Mas Angga, Sekar nggak akan memilih dia jadi su...