Malam, Deers. Sekar dan Angga datang lagi. Yuk, dukung cerita ini dengan vote n komen banyak-banyak. Maafkan kehaluanku. Walau berdasar riset sejarah, tetapi ini mengandung kehaluan yang hakiki.🤣🤣
❣Semoga terhibur❣
Mendapati kebisuan Narotama, Sekar mengerang. Dia memegang lengan kekar lelaki dewasa yang bertumpu di lutut yang tertekuk.
"Mpu, jangan diam saja! Apa alasanmu membawa kami ke sini?" Mata Sekar mulai memerah dengan raut tak percaya dengan kenyataan yang diucapkan Narotama.
Sungguh, Sekar merasa bodoh karena sempat terpesona dengan begawan itu. Wajah tirus berhidung mancung itu sempat mendebarkan jantungnya seperti saat dia berdebar bila bertemu Naru. Dia menyesal tak mendengarkan kata Angga yang selalu mengingatkannya.
"Apa untungnya membawa kami ke sini? Kami hanyalah anak milenial dari generasi instan. Ah, kamu pasti nggak ngerti kata 'milenial' dan 'instan'." Sekar mengembuskan napas lalu duduk dengan menyandarkan punggung di batu besar.
"Aku tahu arti milenial dan instan. Milenial adalah generasi yang lahir di tahun saka 1912. Sedang instan—"
"Cukup!" Sekar mengangkat tangan ke depan wajah Narotama. "Sekarang bukan saatnya pelajaran bahasa. Lebih baik jawab dulu pertanyaanku sebelumnya."
"Baiklah." Narotama akhirnya bersila di depan Sekar yang duduk menekuk tungkai yang didekap erat menghimpit dada. "Aku akan menceritakan kenapa aku mengambil kalian memasuki masa ini."
Sekar mengerutkan alis dengan memandang tajam ke arah Narotama karena tidak ingin melewatkan informasi yang akan diceritakan padanya.
Sementara itu, Narotama membasahi bibir dengan ujung lidahnya dahulu sebelum berkisah.
***
Saat itu langit sangat biru dengan hiasan awan putih yang menggantung layaknya kapas, ketika Narotama yang sedang bertapa didatangi seekor kucing hitam.
Mendengar kucing yang mengeong serak dan bulu hitam halusnya membelai lutut Narotama yang kainnya tersibak, dia pun membuka mata.
Kucing itu mengeong. Mata besarmya menatap sang begawan ingin dibelai. Narotama terkekeh lalu mengusap lembut bulu hitam itu. Suara meong terdengar lagu saat kepala kucing itu mendongak.
Kala Narotama membelai badan mungil dan memandang mata kucing itu, lelaki itu bisa melihat bayangan pendeta tua berjenggot putih yang terekam di mata kucing itu. Matanya kini memicing dan semakin jelaslah bayangan itu.
"Datanglah ke padepokan. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan!" Gambaran Mpu Barada yang bertitah muncul di mata kucing itu. Mulut kucing yang bergerak itu tergantikan dengan suara seorang lelaki berumur.
"Siapakah Kisanak? Dan kenapa ingin berurusan denganku?" tanya Narotama menajamkan kewaspadaan.
Lelaki tua yang tampak bijaksana itu terkekeh keras hingga suaranya menggema di bukit pertapaan Narotama. "Aku adalah Bharada. Begawan Budha yang akan mengabdi pada pangeranmu."
Narotama mengerutkan alisnya. "Ada perlu apa Mpu mencariku?"
"Datanglah ke Padepokan Lemah Citra. Aku akan memberitahukan penglihatanku! Ini berkaitan dengan Baginda Pangeran Airlangga." Tawa Bharada teredam dalam dehaman lantas iris kucing itu tak lagi menampakkan bayangan begawan itu.
Mendengar nama junjungannya disebut, mau tidak mau, Narotama pun bangkit diikuti kucing yang meloncat ke bahunya. Dalam sekali hentakan kaki, ia terbang ke pucuk pohon terdekat lalu berpindah ke pucuk yang lain hingga sampai Padepokan Lemah Citra.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Whole New World (Completed)
Ficción histórica~Daftar Pendek Wattys 2021~ Sekar, guru sejarah yang tomboy, menolak perjodohan dengan Angga, seorang residen Anestesi, yang selalu menjadi kakak kelasnya dari TK-SMA. "Walau cowok di dunia ini tinggal Mas Angga, Sekar nggak akan memilih dia jadi su...