🐈‍⬛8. Sang Pahlawan🐈‍⬛

1K 221 75
                                    

Sekar terdesak. Lelaki kurus itu merangkak mendekatinya. Dengan pandangan ngeri Sekar beringsut menjauh. Pantatnya diseret di atas tanah sementara kakinya menekuk berusaha menghindari lelaki mabuk itu menjamahnya.

"Mau kemana kamu, Cah Ayu?" Seringai miring kembali terlihat di wajahnya. Gigi kehitaman dengan bau napas yang busuk itu membuat Sekar bertambah jijik.

Nahas. Punggungnya tiba-tiba tertahan tembok tepat di sudut pagar batu merah. Sekar tidak bisa berkutik, sementara lelaki itu semakin mendekat. Gadis itu hanya bisa memejamkan mata dengan erat, sambil mulutnya komat kamit memanjatkan doa, agar sukmanya diterima di nirwana oleh Yang Kuasa.

Namun, apa yang ia bayangkan tidak terjadi. Kilatan terang tiba-tiba menembus kelopak matanya yang tipis. Detik berikutnya, pekikan kesakitan terdengar nyaring. Sekar membuka matanya perlahan. Kini, di depannya terjadi pertempuran yang sangat sengit.

Seorang lelaki kekar menghunuskan keris yang permukaannya bergelombang. Namun, lelaki kerempeng itu tidak mau kalah. Ia juga mengambil keris yang masih terselip di pinggangnya. Kedua keris itu saling beradu kekuatan. Masing-masing memancarkan sinar yang menyilaukan dan bertabrakan membentuk kembang api berbagai warna di kegelapan.

Mata Sekar membeliak. Mulutnya menganga takjub melihat setiap gerakan Narottama yang datang menyelamatkannya. Rambut yang berkibar karena gerakan bela dirinya terlihat apik di mata Sekar. Gerakan tangannya memainkan keris itu bagai gerakan tangan penari yang gemulai.

"Daebak! Ganteng banget Mas-nya ...."

Sekar tak bisa mengalihkan perhatiannya dari pergulatan sengit yang seharusnya mencekam itu. Rasa takutnya seperti terhapus. Gadis itu seperti disuguhi oleh pertunjukan pertarungan dua pemain ketoprak yang sedang bergulat dengan tambahan tata cahaya yang menakjubkan.

Namun, kenyataannya Narottama menghadapi lawan yang cukup kuat. Pasukan Wurawari yang menyerang Medang ternyata memiliki kesaktian yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Tak hanya orangnya yang sakti, keris yang terselip di pinggang mereka pun mempunyai aji-aji.

Lelaki kurus itu kini mampu berdiri di depan Narottama. Matanya merah menandakan nalarnya yang mengabur. Narottama menajamkan kewaspadaannya. Kakinya sudah memasang kuda-kuda.

Kedua lelaki itu sama-sama menggerakkan lengan untuk mengumpulkan tenaga dalam dan mengeluarkan jurus andalan. Mereka bergerak melingkar dengan jarak kira-kira tiga langkah kaki orang dewasa. Pandangan mereka bersirobok dengan sengit, sementara otak masing-masing menimbang kira-kira kapan mereka mengeluarkan jurus di waktu yang tepat.

Mata Narottama masih memicing. Otot di kakinya sudah menegang maksimal, bersiap untuk memberikan jurus Tapak Kaki Gajah Membelah Bukit Kembar. Lelaki itu berkonsentrasi sambil mengatur napas yang masuk dan keluar untuk mengolah udara meningkatkan tenaga dalamnya.

Begitu musuh bergerak mendekat, Narottama memperkirakan jarak yang pas agar tendangannya bisa menyasar ke tengah dada lawan. Gerakan itu mematikan. Tidak ada orang yang bisa bertahan melawan jurus yang diajarkan oleh Mpu Bharada.

Begitu lelaki itu berada dalam jarak dua langkah, kaki Narottama ditekuk, untuk melontarkan badannya ke udara. Dalam hitungan detik, telapak kaki kanan Narottama sudah mendarat di dada lelaki kerempeng itu.

Darah segar menyembur dari mulut musuh, bertepatan dengan tendangan mematikan dari Narotama ditarik. Mata lelaki itu membeliak. Ia mencengkeram dada yang terbakar membentuk tapak seperti kaki gajah. Setelah terbatuk, lelaki itu kini tumbang ke tanah dengan posisi tertelungkup.

Napas Narotama tersengal dengan masih memasang kuda-kuda. Ia menatap sekeliling, memastikan semua aman. Lelaki kekar yang lain juga telah dikalahkan oleh Cempluk yang memiliki kekuatan ekstra seperti Obelix walau tak punya kesaktian. Karena itu, ia sengaja dipilih sebagai emban sekaligus pelindung bagi putri raja Medang.

A Whole New World (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang