Wajah Sekar kuyu. Gadis itu menggelengkan kepala, tak mempercayai kenyataan bahwa dia menjadi istri sah Airlangga. Di masa depan ia menolak perjodohan dengan Erlangga, tapi saat terdampar di masa lalu justru dia tidak bisa menolak nasib Sekar Galuh sebagai putri Medang yang harus menikahi Pangeran Bali.
Namun, begitu pendeta berjubah putih itu menyelesaikan seluruh prosesi pernikahan, suara riuh terdengar dari kejauhan. Semua orang yang ada di sekitar pura menoleh ke arah gerbang keraton.
Sekar mengedarkan pandang. Dia mengerutkan alis sambil mendongak ke langit. Bulan purnama yang tadinya menggantung cantik kini tertutup awan. Suasana gelap meliputi alun-alun sekitar pura. Para tamu dan keluarga mulai bisik-bisik. Beberapa orang memilih meninggalkan tempat itu.
Angin yang berembus kencang mempermainkan lidah api di obor yang terpancang di dinding bata merah. Bayangan orang-orang di situ ikut menari seiiring gerakan api yang mengikuti arah angin. Gerakannya membuat kuduk Sekar berdiri.
Namun, tiba-tiba semua gelap. Orang-orang yang ada di situ mulai gelisah. Detik berikutnya suara denting logam dengan pekikan riuh semakin terdengar keras.
Sekar memicing. Ia tidak bisa melihat apa pun. Dadanya mulai sesak karena teringat terjerat dalam kubang hitam yang membawanya ke masa lalu.
Gadis itu menggapai sekelilingnya. Tapi udara kosong yang ia dapat. Beruntung, awan hitam perlahan tersingkap. Sinar rembulan malu-malu menyusup menerangi pelataran kedaton.
Saat netranya mulai menangkar cahaya, Sekar membeliak. Beberapa orang berlarian. Sementara di alun-alun sudah terjadi baku hantam para prajurit dengan musuh yang menyusup.
"Kanda, apa yang-" Ucapan Sekar terputus. Tenggorokannya tersekat. Airlangga yang beberapa saat lalu ada di sampingnya menghilang?
Wajah Sekar memudar ronanya. Ia memandang berkeliling. Ia berpikir apakah Pangeran Bali itu diculik?
Pura sudah tak lagi ada orang. Semua mengambil langkah seribu, berusaha menyelamatkan diri. Sekar tak bisa hanya berdiam diri di situ. Ia berjalan dengan mengangkat kain tenun khas pulau Dewata itu. Kaki yang menapak sudah memasang kuda-kuda, bersiap melawan musuh yang menghadang.
Pundak Sekar terasa ditepuk. Dengan berbalik cepat, ia meraih tangan sebesar batang pisang itu dan hendak membantingnya.
"Aaaarrgghh!" Sekar meringis saat tenaganya terpusat di lengan langsingnya. Pembuluh di pelipisnya berkedut dan urat lehernya menonjol saat ia berusaha membanting orang yang menyerangnya dari belakang.
Namun, usaha Sekar tidak membuahkan hasil. Ia seperti menarik gunung yang terpancang di bumi.
"Baginda Putri sedang apa?"
Suara itu menghentikan gerakan Sekar. Matanya membulat menyadari Cempluk-lah yang ada di belakangnya. Seketika ia melepaskan cengkeraman lengan berlemak embannya dan berbalik.
"Simbok!" Sekar memeluk tubuh tambun yang empuk itu. Ekspresi lega karena mempunyai teman di saat alun-alun bergolak terpasang di wajahnya.
"Baginda, kita harus pergi! Pasukan Wurawari datang menyerbu!" Mata bulat Cempluk melebar.
Satu hal yang Sekar tangkap kala mendengar ucapan Cempluk. Otaknya memutar ingatan materi yang sering ia ajarkan. Dalam sejarah, kerajaan Medang memang mengalami kehancuran dalam peristiwa Mahapralaya. Pasukan Wurawari datang menyerbu tempat saat pernikahan Airlangga dengan putri Dharmawangsa Teguh.
Sekar menggigit bibir. Ia memandang berkeliling, tak mendapati sosok Airlangga.
"Baginda, bukan saatnya berdiam diri! Kita harus lari!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Whole New World (Completed)
Fiction Historique~Daftar Pendek Wattys 2021~ Sekar, guru sejarah yang tomboy, menolak perjodohan dengan Angga, seorang residen Anestesi, yang selalu menjadi kakak kelasnya dari TK-SMA. "Walau cowok di dunia ini tinggal Mas Angga, Sekar nggak akan memilih dia jadi su...