Deers, Sekar Angga datang lagi. Semoga kalian suka. Bila suka, jangan lupa jejak cintanya.
💕💕💕
Akhirnya Angga dan seratus pemuda pengikutnya tiba di bukit di dekat Kota Wwatan. Betul kata para utusan, bahwa kota itu telah hancur. Kerajaan tinggal puing tanpa isi karena telah dijarah. Sementara banyak rumah luluh lantak akibat kebakaran. Menurut cerita para pengikut setianya, Medang kini dipenuhi oleh rintihan dan ratapan karena kelaparan dan penyakit busung lapar.
"Ampun, Baginda. Selagi hari hampir gelap, sebaiknya kita segera turun untuk menyerang." Kain putih Narotama berkibar-kibar seolah ingin mengobarkan semangat rombongan pengikut setia Airlangga.
Jantung Angga berdentum kencang layaknya genderang perang yang bertalu sebagai isyarat pertempuran besar akan dimulai. Dengan dada yang kembang kempis, Angga berseru dengan suara nyaring. "Pasukan, mari kita serbu Wurawari dan kita rebut Kota Watan. Hidup Medang!"
"Hidup Medang!" Para prajurit mengacungkan tangan ke angkasa menyambut asupan semangat junjungan mereka.
Angga memberi isyarat lambaian tangan. Derap kaki seratus kuda menyisir tanah berkerikil di perbukitan dengan Angga sebagai panglima perang di belakang.
Sejurus kemudian, tubuh kekar Angga terpental naik turun mengikuti gerak kuda berlari. Dia berteriak sambil memacu kuda karena ingin meluapkan rasa ngeri menghadapi peperangan.
Sungguh, lelaki itu tidak menyangka harus masuk dalam medan perang, di mana hukum rimba—membunuh atau Dibunuh—yang berlaku. Padahal sewaktu hidup di masa depan, Angga menjadi dokter untuk menyelamatkan nyawa manusia. Ingin rasanya Angga menarik tali kekang dan membelokkan kuda untuk menghindari pertempuran. Namun tangannya tetap saja mencengkeram tali kendali dan mengikuti laju kuda yang semakin kencang.
Sebelum memasuki kota, mereka berhenti di tengah bukit dan menembakkan panah dengan api di ujungnya untuk membakar markas para pasukan Wurawari.
Pijaran api yang melayang layaknya bintang jatuh di malam gelap tanpa bintang. Serangan panah api bertubi-tubi melayang seolah ingin menjadikan ibukota Medang lautan api. Panah-panah melayang bergantian tiada henti, dan mendarat tak kenal tempat. Rumah-rumah beratap daun rumbia dengan mudah terbakar. Rakyat yang tersisa kalang kabut berlari menyelamatkan diri. Sedang pasukan Wurawari yang terkejut dengan penyerangan mendadak itu keluar dari markas dan bersiap melakukan serangan balasan.
"Empu, apa yang harus kita lakukan? Kalau seperti ini rakyat tak berdosa terkena imbas." Angga awalnya tak setuju pembakaran kota seperti ini. Tetapi Narotama justru mendukung ide Suro.
"Ampun, Baginda. Kejadian seperti ini hampir setiap hari! Banyak daerah ingin merebut Kota Watan dari Pasukan Wurawari!" Suro berkilah.
Angga mendengkus kesal. Dia bukan algojo yang tidak punya hati nurani. Tetap saja peperangan akan menyengsarakan rakyat. Seperti sekarang, lidah api itu menjilat rumah tanpa ampun.
"Pangeran! Sebaiknya kita bergegas. Pasukan Wurawari kocar kacir. Hamba yakin kita bisa melumpuhkan mereka." Narotama memberi saran.
Debas kasar terdengar dari mulut Angga. Ia melirik tajam Narotama dengan sengit. Dia sama sekali tidak menyangka semua hanya skenario abdi setia Airlangga.
Sebelum memerintahkan penyerangan, otak Angga sekilas memutar kembali kenangannya sehari setelah dia kembali dari pertapaan.
***
Keesokan harinya setelah Sekar memberi tahu kenyataan yang mengejutkan pada malam sebelumnya, Angga sengaja mendatangi Narotama saat melihat begawan itu keluar dari hutan sebelah barat.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Whole New World (Completed)
Ficción histórica~Daftar Pendek Wattys 2021~ Sekar, guru sejarah yang tomboy, menolak perjodohan dengan Angga, seorang residen Anestesi, yang selalu menjadi kakak kelasnya dari TK-SMA. "Walau cowok di dunia ini tinggal Mas Angga, Sekar nggak akan memilih dia jadi su...