🐈‍⬛39. Mengurai Ingatan🐈‍⬛

1K 211 41
                                    

Hai, Deers! Ada yang menanti? Semoga cerita ini tetap di hati. Jangan lupa taburan komen dan votenya ya.

❤Happy reading❤

Mengingat kondisi Angga yang masih lemah, Yana meminta Angga agar cuti kuliah selama semester ini untuk pemulihan. Mau tidak mau, lelaki muda itu hanya bisa menurut karena sepertinya otaknya tak bisa diajak bekerja keras. Apalagi kepadatan jadwal menjadi residen junior pasti akan menguras tenaga.  

Sudah tiga hari sejak keluar dari Rumah Sakit Soetomo, Angga pulang ke Bali agar bisa dirawat oleh orangtuanya. Dia pikir dengan pulang ke rumah, dan rehat dari aktivitas yang padat, dirinya bisa lebih tenang. Namun, mimpi buruk seolah ia berada di dunia masa lampau selalu hadir di tiap malamnya.

"Tidakk!" Angga tersentak kala dia tidur di kamarnya. 

Suara beratnya terdengar oleh Mahira yang masih terjaga malam itu. Wanita paruh baya itu lalu menghampiri kamar Angga dan segera duduk di sampingnya.

"Ga, kenapa? Mimpi buruk lagi?" 

"Mami!" Angga menyeka peluh tipis di wajah dengan lengannya.

"Ga, kamu kenapa? Habis kecelakaan, kamu rada aneh deh." Mahira mengusap dahi Angga yang basah oleh keringat. Dia menghela napas panjang. "Tapi, mami bersyukur, walau kondisi luka kamu  cukup parah, kamu bisa sadar. Dibandingkan Sekar yang lukanya lebih ringan, tapi komanya lebih parah." 

Seketika dada Angga berdesir nyeri karena Mahira menyebut nama Sekar. Ia meringis seraya mencengkeram dadanya.

"Ga, mana yang sakit?" Raut cemas tak bisa disembunyikan oleh Mahira.

Angga lalu menatap Mahira dengan sayu. Ia menunjuk dadanya sendiri. "Sini yang sakit, Mi.  Tiap kali nama Sekar disebut, rasanya ulu hati ngilu. Tapi kenapa aku nggak bisa inget apapun tentang dia."

Mahira memeluk Angga dan menepuk punggung sang putra. "Sekar kan calon istrimu. Masak kamu lupa?"

Masih menyandarkan kepala di bahu, Angga menggeleng.

"Denger, Ga! Sewaktu kalian kecil, kamu suka nakalin Sekar. Sebelum Sekar nangis, rasanya kamu belum puas. Sekar lama-lama kapok kalau deket sama kamu karena kalian selalu berantem. Cuma Mami rasa sebenarnya kamu sayang sama Sekar. Mami lihat kamu cium Sekar sewaktu tidur. Gandeng dia sewaktu berangkat bersama walau Sekar mencak-mencak. Yang paling, Mami inget …" Mahira terkikik sesaat, "kamu berantem sama cowok-cowok yang selalu ngolok-ngolok Sekar. Padahal kamu sendiri juga sering ngolok dia."

Angga menegakkan tubuh dan termangu mendengar cerita maminya.

“Tapi, Mi, tiap aku inget nama Sekar, atau ada kelibatan bayangan wajah dia, rasanya aku kek patah hati gitu,” cerita Angga.

Angga mengembuskan napas panjang. Dia lalu menyandarkan punggungnya di sandaran ranjang. “Padahal aku nggak ngerasa kenal dia. Tapi tiap inget, hatiku kek merintih.”

“Mungkin karena kamu merasa bersalah?" tebak Mahira.

Angga menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia merasa ada bagian yang kosong di otaknya. 

“Oh, ya, bagaimana kalau kita ke Solo? Sekar kan ditransfer ke Solo, begitu siuman. Mami ingin mengetahui kondisinya sekarang." Mahira mendesah panjang.

“Iya, Mi. Atur aja, aku ngikut.".

***

Pada hari kedua puluh setelah kecelakaan, Angga mengikuti kedua orangtuanya menjenguk Sekar ke Solo dengan menggunakan pesawat dari Bandara Ngurah Rai, Bali. Menjelang pukul dua siang, keluarga Udayana tiba di rumah Sekar.

A Whole New World (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang