Angga memerhatikan wajah Sekar yang menguap ronanya. Tubuh gadis itu limbung saat berdiri. Namun, saat hendak bergerak, lagi-lagi kesaktian Narottama mampu mengalahkannya. Detik itu juga Narottama sudah berada di belakang Sekar dan kini membopong gadis itu.
Mulut Angga semakin menganga dengan mata mengerjap. Narottama pasti bukan manusia. Ia seperti The Flash yang bisa bergerak super cepat. Ternyata manusia super ada di Indonesia sejak zaman dahulu.
Angga merutuk. Sungguh curang Narottama menggunakan kesaktiannya untuk memikat hati Sekar! Sedangkan dirinya hanyalah remaja yang akan beranjak dewasa. Angga juga tidak tahu apakah Airlangga mempunyai kesaktian yang bisa menandingi Narottama.
Melihat Sekar yang pingsan, para wanita bergegas berdiri untuk mengurus sang putri. Angga masih termangu, ditemani Tomblok dan Gendhon.
"Baginda Raja, kami siap melayani," kata Tomblok.
Angga menatap dua abdi setianya di masa itu, kemudian menghampiri lelaki berbadan besar seperti tomblok yang kokoh dan kuat. Ia meringis saat berusaha mengangkat badan Tomblok yang seberat batu.
Usahanya gagal, sehingga akhirnya ia memilih menegakkan tubuhnya dan menyapu peluh. "Berdirilah kalian!"
"Ampun, Baginda! Baginda sekarang junjungan kami. Mana berani kami berdiri di depan pewaris Medang," ujar Gendhon.
Angga mendengkus. Ia seperti bermain ketoprak saat itu. Kostum dan bicaranya pun sudah pas walau tak ber–make up. "Bagaimana kalian bisa melayaniku kalau hanya duduk bersimpuh seperti itu?"
Gendhon melirik Tomblok. Tomblok pun mengangkat alis menyuruh temannya bangkit terlebih dahulu.
"Kowe sik (Kamu dulu)!" Gendhon menolak.
"Kowe!" Tomblok juga enggan bangkit lebih dulu.
Angga menggeram. Dia berbalik tak mengindahkan dua patih yang berdebat tak jelas. Ada hal yang lebih penting yang harus dilakukan. Merawat Sekar.
Angga berjalan cepat masuk ke gubuk untuk melihat kondisi Sekar. Sementara Tomblok dan Gendhon akhirnya bangkit dan berlari tergopoh mengikuti Angga.
Angga menyibak tirai bilik peristirahatannya. Di dalam senthong sempit terdapat Narottama, Cempluk dan dua dayang. Sekar masih tergolek lemah dengan wajah yang memudar ronanya.
Melihat orang-orang berdesakan di dalam kamar, Angga menyuruh dayang-dayang itu keluar agar tak menghabiskan oksigen.
"Mpu, silakan keluar!"
Narottama mendongak. Pandangannya mengikuti gerakan Angga yang kini duduk menumpukan kedua lutut di atas tikar anyaman pandan. Dengan mata dalamnya ia mengamati Angga yang kini menepuk-nepuk pipi Sekar. Angga meraba nadi carotis gadis itu.
Nadi Sekar teraba lemah. Ia mengernyitkan alis. Ekspresinya mulai kalut.
"Mpu, silakan keluar." Nada Angga masih terdengar biasa. Ia membungkuk untuk mendengar embusan napas dari ujung hidung Sekar.
Angga mendapati Narottama bergeming. Saat ia menegakkan tubuh, mata Angga memandanga nyalang Narottama. "Mpu, apakah kamu bisa mendengarku?" Kali ini suara Angga mulai meninggi.
"Baginda Putri Sekar yang harus dipikirkan sekarang!" sergah Narottama membalas tatapan Angga tak kalah sengit.
Saat Narottama hendak mengulurkan tangan untuk menjamah tubuh Sekar, Angga mencengkeram pergelangannya.
"Apa yang kamu lakukan?" Mata Angga membulat karena tak rela lelaki di depannya menjamah Sekar.
Namun, Narottama dengan mudah membalikkan keadaan. Ia memutar lengan dan mencengkeram pergelangan Angga yang membuat lelaki itu meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Whole New World (Completed)
Historical Fiction~Daftar Pendek Wattys 2021~ Sekar, guru sejarah yang tomboy, menolak perjodohan dengan Angga, seorang residen Anestesi, yang selalu menjadi kakak kelasnya dari TK-SMA. "Walau cowok di dunia ini tinggal Mas Angga, Sekar nggak akan memilih dia jadi su...