Perusahaan

8 9 0
                                        

Di pagi yang cerah ini Brian sedang terburu-buru untuk pergi ke kantor. Ia mendapat telepon dari bagian keuangan bahwa sahamnya menurun drastis.

Kejadian pagi itu di lihat oleh Adhara dari lantai atas. Ia berada di kamar kakaknya menunggu Alderic yang sedang memasang sepatutnya.

"Papa tumben ke kantor pagi-pagi kak ya?" tanya Adhara pada kakaknya.

"Entah, mungkin ada sesuatu yang genting jadi harus buru-buru" jawab Alderic sambil memasang sepatu.

"Ayo dah selesai gak?"

"Udah" jawab Alderic singkat.

Mereka berdua menuruni tangga menuju ke meja dapur dimana ada mamanya yang mengandung duduk disana. Layla memegangi kepalanya karena syok mendengar kabar dari suaminya bahwa sahamnya menurun. Adhara menghampiri mamanya itu sambil menarik kursi di sampingnya. Alderic mengambil susu dingin dari dalam lemari es.

"Ma, papa kok berangkat buru-buru kenapa ya ma?" tanya Adhara sambil memegang lembut tangan mamanya.

"Adhara..." Layla mengangkat kepalanya dengan berlinang air mata.

"Mama kenapa kok nangis?" mendengar penuturan itu, Alderic langsung mendekati mamanya dan Adhara.

"Mama nangis kenapa?" tanya Alderic.

"Papa kalian... Perusahaannya.." tangisan Layla semakin menjadi-jadi, ia tak sanggup menceritakan apa yang terjadi pada perusahaan papa mereka.

"Perusahaan papa kenapa ma?" Adhara semakin khawatir apabila terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan terulang lagi.

"Saham perusahaan papa kalian mulai turun, bisa jadi perusahaan akan bangkrut sayang" ucap Layla sambil mengelus rambut Adhara lalu menangkup pipinya.

"Mana mungkin. Papa selalu mengawasi bawahannya ma" Alderic ikut terkejut karena ia tahu bagaimana cara kerja papanya.

"Tapi kalian jangan sedih, sudah jadi tugas orang tua untuk melindungi anaknya" ucap Layla menenangkan kedua anaknya.

Layla juga tidak boleh stres, itu bisa mengganggu bayi di dalam kandungan ia sekarang. Ia harus terus bahagia agar semua baik-baik saja.

"Kalian pergilah sekolah. Kalian akan terlambat kalau begini" perintahnya.

"Baik ma, mama jangan menangis dong. Senyum ma, Everything will be okay" hibur Adhara sambil menangkup pipi mamanya.

"Mama gak boleh sampai stress. Kami ada di samping mama" Alderic juga menghibur mamanya dengan memeluk dari belakang.

Layla sungguh bersyukur mendapat keluarga seperti ini. Suaminya adalah sosok yang bertanggung jawab atas keluarganya. Alderic anaknya itu adalah anak yang lembut dan pantang menyerah. Adhara, ia adalah anak tirinya yang sangat ceria dan mampu membangkitkan kehangatan bagi semua orang. Siapapun yang berada di dekat Adhara, orang itu akan merasakan kebahagiaan dan rasa nyaman.

"Kami berangkat dulu ma, mama jaga kesehatan ya" pamit Adhara sambil mencium punggung tangan mamanya.

"Al juga berangkat dulu" pamit Alderic pula sambil melakukan hal sama seperti Adhara, namun ia juga memeluk mamanya.

Alderic mengeluarkan sepeda motor sport miliknya. Ia memanaskan mesin itu dan berjalan menuju Adhara. Tak lupa ia juga memberikan helm kepadanya lalu Adhara naik dan berangkat bersama. Mamanya juga ikut mengantar mereka hingga ke depan pintu rumah, Layla memandangi anak-anak mereka yang kini tumbuh menjadi remaja.

"Kami berangkat dulu ma" pamit mereka berdua.

"Dah mama!" teriak Adhara sambil melambaikan tangan ke arah mamanya.

Alstroemeria [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang