"You dont have to hold on to the pain, to hold on to the memory." -Janet Jackson
🌻🌻
Sore ini Elana begitu fokus terhadap Ipadnya, dia sedang asik menonton film laga, sedangkan Junna... lelaki itu baru saja datang setengah jam lalu dan sekarang sedang memotong buah pir untuk Elana.
Junna tidak mengindahkan perkataan sinis dari mulut perempuan itu, dia hanya menganggap sebagai angin berlalu saja. Nanti ada saatnya Elana dapat menerima kehadirannya.
"El, obat tadi siang beneran kamu minum? Nggak dibuang?" Junna bertanya ketiga kalinya membuat lirikan tajam mengarah kepadanya. Dia tersenyum lebar hingga sederet giginya tampak. "Oke, sorry-sorry, silakan lanjut nontonnya. Aku nggak bakal tanya lagi."
"Sampe lo tanya lagi, keluar dari kamar gue," ancam Elana.
"Iya aku nggak bakal tanya kamu udah minum obatnya atau belum—lagi. Tapi aku bakal tanya soal yang lain," balas Junna yang sudah duduk di samping ranjang Elana sembari membawa buah pir yang baru saja dipotong menjadi beberapa bagian. "Nih makan dulu buahnya." Dia menyodorkan satu potongan buah itu di depan bibir Elana.
"Gue bukan anak kecil. Singkirin tangan lo!"
Junna menggeleng. "Udah cepet buka mulutnya, aaaaa..."
"Gue ngg—" Buah itu masuk ke dalam mulutnya secara paksa pada saat Elana ingin menimpali perkataan Junna.
Junna terkekeh geli, dielusnya puncak kepala perempuan itu. "Gitu dong, jangan banyak komplain."
"Fuck, I'm sick of you," umpat Elana di tengah kunyahannya membuat lelaki itu tertawa kencang.
"I love you too, El."
Elana merotasi bola matanya jengah. Dia benar-benar muak akan sikap dan kehadiran Junna. Jangan tanya mengapa Elana sangat membenci lelaki itu, tentu saja karena... Junna bagian dari masa lalu Elana.
"El," panggil Junna, kali ini nadanya terdengar serius. "Aku turut berduka cita atas kematian keluarga kamu."
Bagaimana Junna bisa tahu? Semuanya terbungkus dengan rapat agar tidak ada seorang pun yang menyinggung kasus itu, tapi sekarang... ada apa dengan Junna?
"Di hari kelulusan... semuanya bermula 'kan?" Junna menatap perempuan itu lamat-lamat mencari sebuah jawaban serta kebenaran melalui matanya.
"Tau kenapa gue benci lo dan Meira? Kalian selalu menggali semua informasi tentang masa lalu gue. Kalian nggak membiarkan gue tenang. Kehadiran kalian benar-benar mengganggu," Elana membalas tatapan Junna, "membahagiakan gue? bullshit, nyatanya kebahagiaan bergantung pada diri sendiri bukan dari orang lain. Simpan omong kosong lo, Junna, cukup pergi dari kehidupan gue seperti sebelumnya. Pergi seperti pengecut, itu kan keahlian lo? Dan sekarang, lakukan lagi."
Junna mengeratkan genggaman pada piring yang berada di tangannya. "Harus berapa kali sih aku bilang? Aku pergi karena ada alasannya, Mama sekarat saat itu, El. Aku benar-benar harus pergi, bahkan saat itu aku terlambat, ketika aku datang Mama sudah nggak ada."
"Lalu setelahnya? Lo pergi seolah ditelan bumi."
Junna mengulum bibirnya kemudian tersenyum kecil, emosi dalam dirinya perlahan mereda, dia mengikis jaraknya dengan Elana. "Ternyata kamu bohong, Elana yang dulu ngga mati, dia hanya bersembunyi dibalik pertahanannya. Dan sekarang dia sedang marah karena aku tiba-tiba hilang tanpa kabar, benar kan?"
Elana menarik tubuhnya agar menjauh dari lelaki itu. "Nggak!"
"Saat itu aku nggak mau ganggu kamu, membiarkan kamu bahagia bersama orang yang sudah kamu pilih."
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRETUM OF ELANA || Jaehyun
FanfictionWarning 17+ Dalam cerita ini banyak mengandung bahasa kasar dan memuat adegan pelecehan. Dimohon untuk bijak dalam membaca serta mengambil pesan dari cerita ini. 🌻🌻 "Elana sudah mati." Perempuan itu menatap ke arah Junna secara intens. "Gadis lema...