31. Wind

117 24 7
                                    

"True love never needs the expression of words, it speaks the language blessed by God and when it speaks, only miracles happen."
-Mohsin Ali Shaukat

🌻🌻

Seharian tidak ada kabar Junna yang awalnya ingin mengabaikan keberadaan Elana kini menjadi cemas, perempuan itu menghilang sejak bangun tidur hingga Junna pulang dari kantor. Sama sekali tidak ada pesan ataupun telfon dari Elana, membuatnya sedikit pesimis; apakah perempuan itu menganggap kehadirannya atau sekedar angin yang hadirnya diminati sekaligus tidak diperdulikan.

Meski perasaannya berkata tidak masalah mendapatkan perlakuan seperti itu, namun isi kepalanya tidak. Jika tidak diakui di depan orang lain, setidaknya diakui secara pribadi, tetapi yang dilakukan perempuan itu sekarang tampak tak acuh.

Usai membersihkan tubuhnya, Junna duduk di sofa seraya memainkan ponsel rasanya ingin sekali dia tidak menghubungi nomor Elana akan tetapi lagi dan lagi hatinya menolak, khawatir dan takut kini bersarang dalam dirinya. Ah sial, nomor perempuan itu tidak aktif sekarang.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan posisinya nomor Elana tidak aktif, perasaan gelisah benar-benar menghantuinya saat ini juga, dia menghubungi teman-teman Elana, paman Lee, bahkan Tantenya namun semua orang itu tidak mengetahui keberadaan Elana, yang ada mereka khawatir dan bertanya-tanya kepada Junna, sampai akhirnya Junna menghubungi Luke dan syukurlah lelaki itu menjawab telfonnya.

"Luke, lo tau di mana Elana?" tanya Junna tanpa menghilangkan kegelisahannya yang menggebu-gebu.

"Loh bukannya udah pulang dari 2 jam yang lalu? Harusnya udah sampai apart." Luke menjawab, tidak hanya suara lelaki itu saja yang terdengar melainkan suara desahan perempuan ikut terdengar di telinga Junna.

"Bangsat! Lo lagi ngapain? Di mana Elana?"Junna memekik kepada lawan bicaranya.

"Ganggu anjing. Dia udah pulang dari markas 2 jam lalu." Lelaki di seberang sana tidak kalah kesal lantaran 'kegiatannya' terganggu. "Serius belum sampai? Lo udah cek parkiran atau rooftop gedung apartemen belum? Biasanya dia kalau abis main sama bonekanya suka diam di suatu tempat."

Dahi Junna mengernyit berusaha memahami perkataan Luke. "Main sama boneka?"

"Bunuh para bajingan itu," jawab Luke enteng.

Junna termenung untuk sesaat, jadi benar bahwa Elana membunuh orang lain dengan tangannya sendiri? Meski bukan pertama kalinya Junna tahu akan hal ini, tetapi rasanya sangat asing, mengingat Elana merupakan perempuan yang manis dan begitu baik kini tumbuh menjadi seorang pembunuh.

Bukan ingin menyalahkan perempuan itu hanya saja sangat disayangkan, Junna kecewa pada dunia yang tampaknya kejam pada perempuan itu sehingga dia harus menjalani semuanya dengan cara yang seperti itu—menjadi pembunuh untuk membalaskan dendam.

"Udah ya gue tutup, lo ganggu anjing. Telfon gue 30 menit lagi, kabarin kalau Elana udah ketemu." Luke mematikan telfonnya sepihak.

Junna bergegas mengambil kunci mobil berjaga-jaga jika perempuan itu berada di luar apartemen, dia membuka pintu keluar dan terkejut dengan apa yang ada di hadapannya. Dia melihat Elana sedang berdiri dengan tatapan kosong dan tangannya yang gemetar, serta air mata yang perlahan mengalir di pipinya secara terus menerus, perempuan itu menangis dalam diamnya. Bahkan jika perasaan mampu memanipulasi setiap emosi dalam diri, setidaknya anggota tubuh yang lain tidak akan mampu membohongi sang pemilik.

Sebelum membawa perempuan itu ke dalam dekapannya, Junna menghapus bekas air mata di paras cantik milik perempuan itu, kemudian memberikan dekapan hangat yang mampu menenangkan Elana, tidak hanya itu tangan kanannya menggenggam jemari kanan Elana yang sedang gemetar, dielusnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Junna tahu manusia bersifat dinamis, tetapi setidaknya dia berusaha untuk tetap tinggal dan menjadi rumah untuk Elana.

SECRETUM OF ELANA || JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang