"Sangat sulit menggambarkan depresi kepada orang-orang yang belum pernah mengalaminya karena itu bukan kesedihan. Lebih kepada ketiadaan perasaan, dingin --perasaan yang benar-benar hampa." -J. K. Rowling
🌻🌻
Meira menganggap apartement Elana seperti miliknya sendiri, camilan berserakan di mana-mana akibat terlalu bosan menunggu sahabatnya yang sibuk. Diliriknya jam dinding berwarna kuning, waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.
Layar tv mempertontonkan drama Korea kesukaannya. Waktu terus berlalu sampai tidak terasa sudah tengah malam. Suara pintu terbuka membuat Meira menoleh dan menghampiri sahabatnya yang baru saja membuka sepatu.
"Susah banget kayaknya mau ketemu sama artis," sindirnya.
Sang pemilik apartement tidak menjawab, dia langsung merebahkan diri ke sofa tanpa membersihkan wajah terlebih dahulu.
"El, bangun! Kulit lo bisa rusak kalau gak dibersihin dulu make up-nya." Meira berkacak pinggang melihat sahabatnya yang tak acuh terhadap diri sendiri. "Ish! El... bangun cepet." Dia menarik tangan Elana hingga bangkit dari posisi semula.
"Berisik. Gue capek." Elana kembali merebahkan tubuhnya dan membuat Meira geram.
Meira segera mengambil air di baskom beserta pembersih make up dan sabun cuci muka, kemudian dia membasuh wajah sahabatnya itu menggunakan handuk kecil.
"El," panggil Meira di sela aktivitasnya.
"Hm?" Respons Elana.
"Gak capek apa seperti ini terus? Menyibukkan diri sendiri, menanggung semua beban sendiri, menganggap seolah diri lo perempuan super yang bisa melakukan apa aja," celoteh Meira.
Meira tahu perempuan itu tidak tidur, namun belum ada respons sedikit pun dari Elana. Sejujurnya perubahan sikap perempuan itu masih belum bisa dipahami sama sekali.
Meira hanya tahu saat hari kelulusan Elana memergoki pacarnya sedang melakukan hal tak senonoh bersama teman dekat mereka. Setelah itu, semua kabar mengenai Elana hilang dalam sekejap dan baru bisa ditemukan lagi 6 bulan kemudian.
"Lo gak pernah mengatakan apapun sejak hari itu, El, gue gak ngerti lagi apa yang ada di otak lo semenjak hari kelulusan 3 tahun lalu. Lo menghilang selama 6 bulan tanpa memberitahu apa yang terjadi. Semenjak itu gue gak menemukan Elana yang gue kenal,"
"Gue nggak masalah lo marah, kecewa, bahkan benci ketika Fisya---teman dekat lo tiba-tiba mengkhianati lo dengan cara pacaran diam-diam bersama orang yang lo cintai,"
"Tapi, El, gue sahabat lo. Kita kenal dari jaman SD. Gue lebih dulu mengenal lo ketimbang dia, kenapa lo bersikap seakan kita baru kenal? Lo gak terbuka sama gue, padahal gue peduli banget sama lo."
Meira mengungkapkan segala hal yang mengganjal dipikirannya setelah sekian lama, mungkin selama ini dia hanya bisa menunggu penjelasan dan memberikan Elana waktu, nyatanya selama 3 tahun tidak ada penjelasan sedikitpun yang keluar dari mulut Elana.
"Elana yang lo kenal udah mati, Mei." Elana menanggapi celotehan Meira begitu santai tanpa peduli reaksi bahkan perasaan lawan bicaranya.
Tangan Meira berhenti mengusap wajah Elana, berkali-kali bertanya mengapa sikap perempuan itu berubah pasti jawabannya sama Elana yang lo kenal udah mati atau Lo gak bisa menemukan Elana yang dulu, dia udah mati.
Lantas, selama ini, siapa yang berbicara dengannya? Mungkinkah ada arwah jahat mengambil tubuh sahabatnya itu?
"Gue rasa lo udah gila, El," hardik Meira.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRETUM OF ELANA || Jaehyun
FanfictionWarning 17+ Dalam cerita ini banyak mengandung bahasa kasar dan memuat adegan pelecehan. Dimohon untuk bijak dalam membaca serta mengambil pesan dari cerita ini. 🌻🌻 "Elana sudah mati." Perempuan itu menatap ke arah Junna secara intens. "Gadis lema...