Aku baik-baik saja. Ini mantra yang sedari tadi aku ucapkan dalam hati. Mantra yang menemani perjalananku pulang menuju kost.
Namun mantra ini tidak berhasil karena ketika aku membuka pintu kamar kostku. Air mata berlomba keluar dan dadaku terasa sesak, ada perasaan sakit sekaligus marah. Aku terduduk dibalik pintu kamar, menangis.
Mungkin lebih baik aku menangis sekarang. Menuntaskan semuanya sekarang. Dan menyambut hari esok dengan lebih baik lagi.
Besok, masih ada satu hal lagi yang harus aku selesaikan.
***
Ketika memasuki ruangan pagi ini, Ellen menatapku lalu memelukku.
Ellen tahu.
"Kenapa loe pagi-pagi peluk gue?" Aku melepas pelukan Ellen.
"Gue teleponin loe kemarin. Nggak diangkat-angkat."
"Sibuk gue."
Ellen menatapku. "Are you okay?"
"Never better."
"Kana..."
"Len, ada yang harus gue kerjain sebelum Boss datang." Aku berjalan menuju meja kerjaku menghindari percakapan ini.
***
Aku membaca surat pengunduran diriku untuk yang kesekian kalinya sebelum aku letakkan di atas meja Boss. Keputusanku sudah bulat, aku akan keluar dari perusahaan ini. Disetujui atau tidak aku akan tetap angkat kaki dari perusahaan ini.
Namun Boss tidak datang ke kantor. Dia menghubungiku memberitahukan kalau dia tidak akan datang hari ini.
Ellen menatapku yang masih berdiam diri didepan meja Boss. Ellen berjalan kearahku dan melihat surat yang aku letakkan dimeja kerja Boss.
"Kana..."
Aku berbalik, berjalan menuju meja kerjaku. Ellen mengikutiku.
"Loe nggak akan ninggalin gue disini sendirian kan?"
Aku tersenyum.
"Jangan kasih gue senyuman itu. Gue nggak butuh senyuman, gue butuh jawaban." Tuntutnya.
"Gue harus Len."
"Harus apa? Harus resign?" Ellen duduk di kursi di depanku.
"Masalah itu dihadapin Kana.. Loe jangan ngindar gini.."
"Gue udah nggak bisa kerja disini. Lingkungan ini, maksud gue Boss dan gue, udah nggak bisa kerja secara profesional lagi."
"Kana..."
"Ini perusahaan Boss, nggak mungkin dong gue minta dia yang keluar dari perusahaan ini." Candaku.
Ellen diam. Dia hanya menatapku.
Aku menghembuskan napas. Aku menatap Ellen. Aku pasti akan kangen sama Ellen.
"Tapi saran gue, apapun yang loe rasain dan pikirin loe harus omongin. Entah sama Boss atau mungkin Andi." Ellen menggenggam tanganku, "Loe butuh ngeluarin semua isi kepala sama hati loe. Loe nggak bisa kalau hanya diam aja. Resign bukan solusi dari semua masalah loe."
"Seperti yang gue duga, Boss ada rasa sama loe tapi loe nggak pernah percaya. Loe malah sibuk menyangkal perasaan Boss dengan semua pembelaan loe yang menurut gue nggak masuk diakal."
"Nggak masuk diakal gimana sih Len.." Aku mengambil tissue, menghapus air mata. "Cowok tuh sama aja. Buktinya, Andi ninggalin gue buat Renata."
"Andi sama Boss pengecualian. Mereka bisa ngelihat kelebihan loe disaat loe nggak bisa ngeliat itu. Loe sibuk dengan pikiran loe sendiri. Loe sibuk membandingkan diri dengan cewek-cewek diluaran sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Insecurity (TAMAT)
ChickLit"Now, tell me how can i love someone who didn't love herself?" Aku terdiam. "Kamu dan pikiran kamu itu yang harus diperbaiki." Dia menambahkan.