Prolog

5.7K 790 179
                                    

PROLOG
.
.
.     

DARAH mengalir kian deras setelah dia terbatuk hebat. Lambung bergejolak menyesak seluruh darah segera tumpah lewat mulut. Tubuhnya tak lagi berdaya, bergerak sedikit saja kesulitan. Cahaya remang bersumber dari dua obor yang dipegang prajurit penyaksi eksekusi mati sang budak cinta.

     "Perih," rintihnya menekan dada.

     Kepala terangkat hingga kedua matanya menemukan sepasang bola mata seputih susu, berharap pria itu berbelas kasih memberikan penawar untuk racun yang kian menggerogoti tubuhnya.

     Namun, sayang ... sang pujaan hanya bergeming di tempat. Belum habis rasa marah yang menjalar di hati sebelum sang budak cinta yang gila pergi untuk tidak kembali. Udara ruangan bercampur dengan berbagai jamur tercium pengap, menyesakkan. Malang nasib, tiada yang peduli. Salah seorang saudara kandung bahkan membuang muka geram. Kesalahan yang membahayakan nyawa yang dicintai semua orang, mengantarkannya pada karma kejam.

     "A-aku, akan me-nuntut ba-las ...," lirihnya merasakan pening yang melanda, melihat burung-burung berkepala merah berkeliling dengan nyanyian pengantar tidur nan panjang, penglihatan pun kian memburam. Kulit putih pucat, kini mati rasa tersentuh udara pengap nan dingin. Mata biru es yang dahulu berbinar nakal, kini terpejam menahan sakit luar biasa.

     Di sisa napas terakhir, suara langkah terdengar mendekat. Sang budak cinta berusaha membuka mata, tetapi sia-sia ... dia tak mampu. Tubuh yang menungkup, perlahan ditelentangkan dan dipeluk.

     "Maafkan aku, Kak!"

     Nada penuh penyesalan dan terluka. Air mata luruh membasahi pipi, lembap terasa. Sakit melihat saudari tercinta disiksa tak berperikemanusiaan. Apa salah yang teramat besar hingga budak cinta mesti dihukum sekejam itu? Tidak bisakah diberi hukuman tebas hingga putus tali kehidupan ... tanpa menanggung siksa yang teramat pedih?

     Bibir terangkat paksa ke atas dengan susah payah, tersenyum kecut dan miris. Masih ada orang yang mengayanginya di saat semua orang membenci dirinya. Entah takdir yang harus disalahkan atas nasib yang jauh dari kata baik-baik saja. Dia hanya melakukan apa yang mesti dilakukan untuk memiliki sang pujaan hati tanpa berbagi.

     Bibir merah ranumnya bergetar. "Ja-ngan me-nangis, Adik! A-ku akan menuntut ba-las."

     Habis sudah kehidupannya. Nyawa telah lepas dari raga, meninggalkan semua yang menatap datar ... bagai dia monster berdarah dingin yang dinanti kematiannya. Padahal, dia hanya pemuja cinta yang malang.

      Saudara kecil mencium kening sang kakak sebagai tanda perpisahan, dia tak bisa membenci walau bukti menyatakan saudari tercinta bersalah. Sungguh tragis takdir berskenario, sudah mati ... jasad tak dikuburkan dengan layak.

     Hewan menjijikkan lari mendekati jasad. Sudah lama tak makan daging segar, hingga bertengkar memperebutkan jatah dari jasad yang dibenci semua orang. Nikmat hingga melupakan bahwa jasad mati karena racun, mereka tak peduli ... asal perut kenyang.

     Sudah bebas dari duka cinta yang menjerat, sang budak cinta akhirnya tiada. Sang pujaan telah menjatuhkan dia ke dalam jurang nista tak berpenghuni, jauh, dan kelam. Tega atau kejam yang pantas sebagai sebutan sang pujaan? Dia bagai pembunuh berdarah dingin dengan hati hitam yang tak membiarkan siapa pun menyakiti sang kekasih walau secuil. Bahkan, budak cinta masih disumpahi masuk neraka.

     Siapa yang lebih hina? Sang budak cinta atau malah sang pujaan? Apa yang membedakan dia dengan budak cinta, jika bertangan besi? Sepele, tetapi menyiksa. Kenangan hanya tinggal kenangan, sebagai pelengkap kisah cinta tragis dari budak cinta yang gila.

***

Pasaman Barat, 01 Juni 2021

Crazy Love (Tamat n Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang