Bab 21 : Tugas Kelompok
.
.
.BUKU tebal bersampul putih salju di pangkuan gadis itu terbuka, tetapi tatapannya kosong pada lukisan yang tergantung di dinding. Pikiran dan emosinya berkecamuk, berpadu satu. Kemudian, desahan frustrasi menghiasi bibir merah ranumnya. Sosok pemuda yang duduk di kursi depan cermin memandangi duplikat dengan geram, keduanya tengah dilanda perasaan asing yang membuncah.
"Jika di dalam raga Gauri yang asli bukan jiwa Havella, lantas ... sukma siapa yang berada di raga itu?" tanya sang perempuan menutup buku dan melantingkannya ke lukisan yang tergantung.
"Aku juga tidak tahu. Jika saja itu orang lain, tetapi siapa? Dari zaman dan dunia mana?"
Keduanya saling berhadapan. Memikirkan apakah rencana mereka akan berhasil atau tidak nantinya, tetapi tekad dan niat telah menguat di hati masing-masing. Si gadis ingin balas dendam, dan si lelaki ingin keuntungan dari si gadis di akhir kisah. Sebut saja hubungan mereka mutualisme, saling menguntungkan satu sama lain.
"Aku sangat yakin terjadi pelantunan sukma antara sukma Havella dan sukma orang lain, orang yang sangat ahli dalam melukis," ucap Havella menatap lukisan yang dihadiahkan oleh Gauri sebagai perteman mereka. Lukisan di mana Gauri dan dirinya berpeluk tangan dan tersenyum.
"Sayangnya, di dunia ini banyak sekali yang ahli melukis. Bukan satu atau dua orang, Lady. Kita harus menyingkirkan dia secepatnya, ya, walaupun kematiannya itu pasti terjadi. Sebab, purnama musim dingin akan segera tiba," ucap sang lelaki tersenyum licik. Seakan dia sudah sangat tahu jalan cerita ini, meramalkan dengan seyakin-yakinnya tentang kematian seseorang.
"Aku punya rencana, kita menjebaknya saja! Walau di dalam ragaku itu jiwa orang lain, tetap saja ragaku sangat rentan terhadap suhu dingin. Dia harus membeku! Harus! Itu balasan karena sudah membuat jalanku tak mulus!"
Rencana penjebakan telah selesai, senyum picik terseringai lebar menakutkan. Aura kegelapan memancar, tetapi langsung diredam. Andai kata rencana ini gagal, masih ada rencana lain yang tersusun sempurna. Andai kata rencana ini berhasil, aksi balas dendam akan berpeluang besar.
***
Telah selesai buku tebal bersampul sepasang kekasih dengan latar istana dibaca. Gauri meletakkannya di atas meja. Sejak tokoh masih si Gauri asli, kebiasaan membaca buku cerita tak pernah berubah. Jaket tebal menutupi seragam sekolah berupa kemeja hijau muda berompi merah maroon, dan rok kotak-kotak hijau muda selutut.
Setelah mengikat tali sepatu, Gauri menyambar tas yang telah diisi dengan buku pelajaran untuk hari ini. Dengan tergesa-gesa ditutupnya pintu kamar, melangkah cepat menuruni tangga menuju dapur asrama untuk membungkus roti sebagai pengganjal perut yang bernyanyi. Tak ada waktu sarapan makanan berat.
"Hey, kau mau ke mana?" Sosok Nava menghentikan langkah Gauri.
"Mau membungkus roti," jawabnya dengan senyuman.
Nava mengulurkan bungkusan hitam. "Sudah aku bungkuskan, kutahu kamu tak akan sarapan. Jadi, mari langsung ke kelas!"
Gauri bersyukur memiliki teman seperti Nava, sudah pintar, dia juga sangat perhatian. Sepanjang perjalanan menuju kelas, Gauri menggigiti rotinya besar-besar walau Nava bilang sampai di kelas baru makan roti, tetapi gadis itu tak ambil pusing.
Gauri ambil posisi di tempat duduk biasa dan mengatur napas. Diliriknya jam tangan, lalu menghitung mundur waktu masuk. Sekiranya hanya dua menit, bell masuk bernyanyi riang. Selang beberapa menit, bola cahaya berwarna hijau muda melayang masuk ke kelas fantasi pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Love (Tamat n Revisi)
Fantasy(Dalam Masa Revisi Tanda Baca dan Typo) Blurb Siapa yang lebih hina? Sang budak cinta atau malah sang pujaan? Apa yang membedakan dia dengan budak cinta, jika bertangan besi? Sepele, tetapi menyiksa. Kenangan hanya tinggal kenangan, sebagai pelengka...