Bab 28 : Menjelajahi Ruang Sesak
.
.
.MEREKA bergerak gelisah di luar kamar Pangeran Mahkota, hilir mudik tak bisa diam. Gusar sekaligus bersalah menyatu dalam perasaan. Tak saling menuduh, tetapi menyalahi diri sendiri. Andai kata mereka tak begitu, atau bahkan menghentikan aksi gila masing-masing saat Gauri datang, sang yang dikasih tak akan menanggung beban.
"Bagaimana keadaannya, Dok? Dia tidak apa-apa, bukan?" tanya Pangeran Arthur menghampiri dokter perempuan yang ke luar dengan raut pucat.
Adalah hal yang mengkhawatirkan bila pemuda perkasa yang dikenal monsternya Moonlight Castle mengetahui sesuatu yang mengancam nyawa sang gadis yang terbaring tak berdaya, tetapi juga hal yang tak bisa disembunyikan kebenarannya.
"Keadaannya memprihatinkan, Pangeran. Tubuh sedingin es, bahkan seluruh jemari tangannya membentuk jalinan bunga salju. Elemen es yang dikeluarkan merusak sistem kekebalan tubuh dari dalam juga luar," jelas sang dokter membuat empat remaja yang menunggu diam membisu. "Seharusnya, dia tidak pernah mengeluarkan elemen itu sedikit pun!"
Janshen mengusap kasar wajahnya, ini semua terjadi gara-gara dia. "Kapan Adikku akan sadar?" tanyanya mendekat.
Dokter perempuan kepercayaan ratu itu menghela napas berat sebelum menggelengkan kepala. Dia tak yakin bila masih ada harapan. "Belum pasti, Tuan Muda. Dia bisa cepat sadar bila mampu melawan alam bawah sadarnya yang bisa dikatakan ... jiwanya tengah berada di dua ambang, pergi atau berusaha kembali."
Pernyataan dokter itu membuat Key terpukul, tanpa bicara apa pun, dia langsung menerobos masuk ke kamar pangeran, menghampiri Gauri yang terbaring dengan wajah putih pucat tanpa rona. Bibirnya terlihat membiru dengan tubuh gemetar menahan dingin, selimut tebal yang membalutnya bahkan tak mampu membuat gigilan itu berkurang.
"Bangun, Gauri! Kau harus berusaha kembali. Kau tidak boleh menyerah!" bisiknya lemah dan menjatuhkan kepala di samping tubuh Gauri. Pundaknya terlihat bergetar dan air mata pun luruh seketika.
Janshen mengusap kening sang adik, dia bahkan lupa bersurat kabar pada keluarga karena panik yang mendera. Pangeran Arthur terlihat masuk bersama keluarganya. Dengan prihatin, sang ratu menyentuh kening gadis yang berhasil membuat putranya mati-matian mendapati hatinya.
Sebagai seorang fallen angel dengan kemampuan melihat keberadaan jiwa seseorang lewat sentuhan fisik, kedua mata putih susu berintikan merah muda Ratu Astala tiba-tiba menggelap menjadi hitam legam dan bibirnya tak henti mengucap mantra.
Sepersekian menit yang berlalu, akhirnya kedua mata Ratu Astala kembali seperti semua. Tarikan napas letih pun terdengar sulit, dia tatap Janshen yang setia memandangi wajah sang adik, menggenggam erat jemari kiri Gauri.
"Jiwanya sedang ada di dunia lain, aku tidak tahu pasti dunia apa itu. Maaf, aku hanya bisa membantu melihatnya seperti ini. Tetapi, jiwanya bisa kembali dengan cepat jika orang yang paling dekat dengan hatinya di kehidupan sebelumnya sampai sekarang mau menjemputnya, itu akan berhasil membawanya kembali," tutur sang ratu mengusap lembut pundak Janshen, dia paham betul perasaan sang kakak terhadap adiknya.
"Aku akan pergi!" tegas Janshen mantap, tetapi Ratu Astala menggeleng.
"Bukan kau, Tuan Janshen Almaska! Juga bukan Pangeran Arthur, tetapi kau ... Duke Keyvand Rowandca! Aku tidak tahu apa-apa mengenai hubungan kalian semua, tetapi aku melihat namamu melekat pada sesuatu di dalam diri gadis ini," ujar Ratu Astala menyatukan tangan di depan.
Tentu saja Key langsung mengangguk cepat, dia raih jemari kanan Gauri dan menggenggamnya kuat-kuat. "Kau harus kembali!" gumamnya meyakinkan diri menjemput sang pujaan hati.
Ratu Astala melihat pada suaminya, memberi kata lewat isyarat. Raja Bravogar mengangguk mengerti, lantas memegang pundak Key dan meremasnya lembut, pendaran cahaya putih keemasan terlihat kala mantra mengalun lirih. Pejaman mata Key semakin merapat, perlahan kesadarannya terhisap oleh sesuatu yang menyedot kuat.
Merasakan nyawa yang melayang jauh meninggalkan raga, lebih ringan dan tentunya menjelajahi memori Gauri untuk mencapai pusat letak jiwa sang gadis yang tengah tersesat dan lupa di mana portal menuju raga yang terbaring lemah.
***
Suara tawa menggelegar memenuhi ruangan yang diisi oleh keluarga kecil sukma lain dalam raga Gauri. Jiwanya melantun di usianya yang ke-10 tahun. Di mana sang nenek masih bersama dengannya setahun sebelum malaikat maut mengulurkan tangan pada sang nenek tercinta. Tahun ketiga Airi mengidap penyakit lemah jantung.
Namun, jiwanya bukan menetap dalam raga yang tengah berada di samping sang nenek, tetapi melayang dan tak mungkin terlihat oleh orang-orang yang memakai topeng kepura-puraan. Air matanya tak lagi tertahan saat seorang pembantu menyuguhkan teh hangat.
"Aku rindu di saat mereka masih menyayangi diriku!" gumamnya menghapus air mata yang membekas di pipi, tetapi tetes air mata tersebut juga tidak sampai membasahi lantai, karena hilang saat jatuh dari dagu.
Suasana tiba-tiba menggelap, ternyata berpindah masa di mana Airi berusia 5 tahun, dua tahun sebelum menderita menjadi aib keluarga. Di mana semua orang masih menyayanginya dan memperlakukannya bak putri raja. Setiap malam diceritakan dongeng bergantian oleh sang ayah, ibu, dan juga kakak tertua.
Jiwa Airi menangis tersedu-sedu dan duduk dalam raga Airi lima tahun, memandangi wajah sang ibu yang hangat dan tertawa bersama saat ada adegan yang lucu. Tangan dari jiwa Airi bergerak bersamaan dengan tangan mungil Airi yang mengelus lembut pipi Harumi.
Harumi mengambil alih tangan mungil Airi dan menciumnya penuh kasih. Lalu, dongeng berakhir dan Harumi menyelimuti Airi yang tertidur dengan boneka beruang setia dalam pelukan, kecupan hangat pun lekat di kening Airi yang tersenyum manis.
Lampu yang menerangi pun padam, begitu pula suasana berubah ke beberapa jam sebelum Airi kecelakaan. Terlihat dia menabrak pemuda misterius di bawah rintik hujan.
"Dia benar-benar, Keyvand! Aku tidak salah duga," ucapnya berjalan ke arah Airi yang bangkit sendiri tanpa menggapai tangan pemuda yang menabraknya tersebut.
"Tunggu apa yang akan terjadi," lirih orang yang Airi tabrak dengan senyum misterius.
Jiwa Airi menatap bingung pada sosok Key yang mengikuti Airi dari belakang. Jiwa Airi masih belum tahu kenapa Key ada di dunianya, dan kenapa juga Key ada di dalam novel, tetapi dia tak berani menebak karena jawabannya pasti akan sangat rumit, lebih rumit dibanding menghafal rune kuno yang diberikan Mr. Scorpio.
"A-ayah?" tanyanya tak percaya saat sosok kekar lelaki yang mendekapnya erat dan meraung memanggil-manggil namanya yang merupakan ayah yang selalu mengabaikannya sejak usia 7 tahun. Airi tertawa sumbang dan menggeleng, air mata kembali jatuh.
"Sungguh pandai orang melakon, lelaki itu hanya ingin menarik simpati orang-orang," tuduhnya mendekati raga Airi yang bersimbah darah dalam pelukan sang ayah. Namun, tak ada sama sekali gurat kepura-puraan di wajah ayahnya, yang ada hanya penyesalan dan terpukul yang begitu dalam.
Itu membuat jiwa Airi bersimpati. "Kenapa harus saat kehilangan, Ayah? Kenapa penyesalan itu selalu berada di akhir? Kenapa ... hiks, kenapa kau harus terpukul atas kepergian putri berpenyakitan ini, Ayah? Buang jauh-jauh rasa bersalah itu! Aku benci dirimu!" teriaknya menyatu dengan tetesan hujan yang mengalirkan darah menggenang, hanyut dengan aliran, dan diredam dalam tanah.
Jiwa Airi bangkit dan suasana menggelap, seseorang menariknya dalam pelukan. Hangat, begitulah yang dirasakan. Dia kenal dengan dekapan itu, dia kenal dengan harum yang memasuki indra pencium. Gadis itu pun membalas dekapan tersebut dan menangis pilu.
"Hidup adalah sebuah perjalanan. Sepahit apa pun kejadian, ia akan menjadi kenangan. Dan, seindah apa pun kehidupan, ia tetap akan kita tinggalkan. Mari kembali ke tempat, di mana kamu adalah yang berharga, Calon istriku!"
***
Pasaman Barat, 27 Juni 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Love (Tamat n Revisi)
Fantasy(Dalam Masa Revisi Tanda Baca dan Typo) Blurb Siapa yang lebih hina? Sang budak cinta atau malah sang pujaan? Apa yang membedakan dia dengan budak cinta, jika bertangan besi? Sepele, tetapi menyiksa. Kenangan hanya tinggal kenangan, sebagai pelengka...