Ketujuh

396 46 28
                                    

Memasuki bulan Desember, Petra melihat ke arah luar jendelanya melihat langit malam yang kini sedang cerah. Salju masih belum turun namun diluar sudah pasti terasa dingin. Petra menambahkan kain yang berbahan tebal untuk membalut tubuhnya agar hangat.

Petra keluar dari kamarnya menuju dapur untuk membuat teh.
'Biasanya jam segini kapten Levi sudah menunggu tehnya di ruang makan'.

Petra bernyanyi saat mempersiapkan teh di dapur, suasana hatinya sedang cerah mendukung langit. Sudah selesai menyiapkan teh, Petra pun hendak keluar dari pintu dapur. Betapa terkejutnya Petra mendapati kapten Levi sudah berada di depan pintu dapur. 'Ah, apakah dia mendengarkan aku bernyanyi' Petra langsung bertanya untuk mengalihkan rasa gugupnya "Apakah kau butuh sesuatu, kapten?"

Kapten Levi menjawab datar, "Tidak ada. Tak apa aku bawakan teh ini ke ruang perpustakaan?" sambil tangannya menarik nampan berisi cangkir dan teko yang dipegang Petra

Petra tergagap, "Iya, kapten. Biar aku yang membawakan" tangan Petra sedikit menggenggam erat nampan menahan kapten Levi agar tidak membawanya

"Tak usah, ikuti aku saja" pada akhirnya kapten Levi yang membawakan nampan menuju ke ruang perpustakaan. Petra berjalan terlebih dahulu untuk menyalakan obor yang ada di dalam ruang perpustakaan.

Di dalam ruang perpustakaan hanya ada satu meja rendah dan satu kursi sandar panjang yang diletakkan dekat dengan jendela yang kedua sampingnya ada obor penerangan. Kanan dan kiri dinding hanya ada lemari penuh dengan buku-buku. Kapten Levi masuk ke ruangan dan menutup pintunya dengan kaki. Petra sudah terbiasa dengan cara bicara dan kelakuan kapten Levi yang cenderung kasar.

Kapten Levi menaruh nampan di meja dan duduk menuangkan teh ke cangkirnya serta milik Petra. "Terimakasih, kapten"

"Ini teh buatanmu, harusnya aku yang berterima kasih" jawab kapten Levi kemudian menyesap tehnya. Akhir-akhir ini sudah sering Petra dan kapten Levi minum teh bersama di malam hari seperti ini. Banyak hal yang sudah dibicarakan mulai dari kisah masa lalu, hal-hal remeh, pun topik diluar dari pekerjaan. Kapten Levi mulai terbiasa karena sekarang kapten Levi lebih sering bicara.

Petra berjalan mencari buku sekiranya menarik untuk dibaca hingga menemukan buku berisi nama-nama kadet Pasukan Pengintai. Petra membawanya dan menunjukkan ke kapten Levi, "Darimana kau menemukannya?" sambil membuka beberapa lembar.

"Apakah kita perlu menuliskan nama seluruh kadet disini?" tanya Petra

Kapten Levi membuka lembaran bagian terakhir, masih banyak lembar yang kosong. Kapten Levi mengiyakan permintaan Petra "Baiklah, kita coba menuliskan beberapa nama kadet yang kita kenal"

"Kau dulu, Kapten. Karena kapten senior, hihi" Petra menyodorkan pena ke arah kapten Levi. Kapten Levi mengambil pena itu dan menuliskan nama

Furlan Church

Isabel Magnolia

Kedua nama itu nampak asing bagi Petra, "Mereka dari angkatan berapa, Kapten?"

Kapten Levi terdiam sejak menuliskan dua nama itu dan menatapnya cukup lama. Hingga akhirnya menghela napas dan meletakkan buku itu ke meja. Kapten Levi mulai bercerita. "Mereka adalah dua sahabatku dari bawah tanah yang sama-sama menjadi Pasukan Pengintai. Sebelumnya di bawah tanah kami menjadi preman untuk kelangsungan hidup. Hanya sedikit harapan di bawah sana untuk bisa bertahan hidup." Kapten Levi memejamkan matanya seperti mengingat bagaimana keadaannya dia dulu.

Kapten Levi mengubah posisi duduknya menyamping dengan tangan kanannya yang ditaruh di sandaran kursi agar bisa melihat ke arah luar jendela. Petra ikut merubah posisi duduknya agar bisa berhadapan dengan kapten Levi.

Untold Story: Petra RalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang