Di markas utama, Levi masuk ke ruangan komandan Erwin. Di ruangan itu sudah ada komandan Erwin, kapten Hange bersama Moblit, dan kapten Mike bersama Nanaba. Tercium aroma manis mengisi ruangan, aroma yang tak biasa di markas.
Lantas Levi melihat di meja samping pintu, arah aroma itu berasal, penuh dengan bingkisan dan hadiah dari teman dan kolega komandan Erwin. Salah satunya ada susunan tinggi pastry yang menjadi penyebabnya. Jelas membuat Levi terganggu "Apa-apaan tumpukan yang menjijikkan itu?"
"Jangan begitu, Levi. Aku pun bingung apa yang harus aku lakukan dengan itu semua" jawab Komandan Erwin yang juga resah. "Itu dari kolegaku pemilik perkebunan buah. Istrinya hobi membuat pastry hingga dia membuat sebanyak itu. Mereka menyebut itu tartlet buah. Tanpa menanyaiku apakah aku suka atau tidak, dia menyodorkanku begitu saja. Padahal lebih mudah bila mereka memberikanku uang atau buah dari perkebunannya. Tak enak hati menolaknya"
"Gula dan olahan susu adalah barang yang mahal di dalam dinding, apalagi diberikan sebagai hadiah pastilah memberikan kesan baik dari pemberi. Pasukan Pengintai tak terbiasa dengan itu karena bisa dibilang lembaga dengan anggaran rendah jadilah terlihat mewah bagi kita. Tadi malam saja menyajikan keju sebagai pendamping wine, sempat aku melihat anggota pasukan pengintai hanya menatapnya takut untuk memakannya. Padahal itu juga pemberian dari kolegaku" ucap Komandan Erwin sambil tertawa getir.
Kapten Hange mengamati penasaran dengan tumpukan pastry yang juga nampak asing baginya, "Ini hanya akan menjadi sampah bila kita tak melakukan apapun karena tak akan bisa bertahan lama" kesimpulan kapten Hange juga bingung tak tau harus berbuat apa. Kapten Hange bergumam "Bila saja pastry itu hanya ditaburi gula pasti sudah buat perbekalan untuk misi" mengangkat piring tumpukan itu. Seketika Moblit menahan kaptennya untuk tidak menyentuh piring, "Berhenti, Kapten. Kau akan membuat itu semua jatuh"
Kapten Mike memasang wajah masam merasa indera penciumannya menjadi terganggu bila terus di dalam ruangan. Nanaba mendekat ke arah meja dan menghitung jumlah tartlet buah, "Bagaimana kalau tartlet ini dibagikan ke tiap squad saja? Mereka pasti akan senang"
"Bagus itu, Nanaba. Bawalah beberapa untuk squadmu Levi sebelum kembali ke markas" kapten Hange menyetujui pendapat Nanaba. Nanaba bergerak membagi dan membungkuskan tartlet.
"Itu bukan urusanmu, mata empat sialan" jawaban acuh dari Levi. Namun Levi menyadari sesuatu kalau perkataan kapten Hange tak salah. Dan teringat 'Petra yang mengatakan aku harus melakukan sesuatu agar lebih dekat dengan timku. Agar aku bisa mempercayai mereka. Juga kemarin adalah hari ulang tahunnya'.
Komandan Erwin membuka suara memecah pikiran Levi, "Kita sudah sepakat untuk membagikan kepada tim squad kita, Levi. Bawalah"
"Baiklah, aku akan kembali ke markasku", ucap Levi sambil melangkah mengambil bungkusan tartlet yang sudah dibagi oleh Nanaba.
---
Kapten Levi sudah sampai ke markas squadnya, menaruh bungkusan yang dibawanya ke meja ruang makan dan melangkahkan kaki menuju kamarnya. Dia melihat di atas meja kerja ada sebuah kotak.
Kapten Levi berjalan kearah meja dan membukanya. Kotak itu berisi setelan jas-celana berwarna putih, kemeja panjang hitam, lengkap dengan cravat. Kapten Levi sudah bisa menebak siapa yang memberikan ini semua.
Kapten Levi pun duduk, menulis sesuatu di secarik kertas dan meletakkannya di laci meja kerjanya. Tak lama dari kaca jendelanya terdengar suara sapaan Petra kepada teman-teman yang menyambutnya. Dia menutup lacinya dan keluar dari kamar hendak menghampiri Petra.
--
Petra masuk ke markas meninggalkan teman-temannya yang sedang mengeluh harus membereskan taman atas perintah kapten Levi yang juga barusan datang. Sambil berjalan masuk, Petra tertawa kecil setelah melihat tingkah teman-temannya. Petra terkesiap kaget mendapati kapten Levi yang sudah berdiri di hadapannya. "Bagaimana dengan cutimu, Petra?" tanya kapten Levi.
![](https://img.wattpad.com/cover/264256045-288-k282188.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Untold Story: Petra Ral
Hayran KurguMungkin perasaanku pada kapten Levi bertepuk sebelah tangan. Aku pun tidak berani bertanya untuk memastikannya. Tapi setidaknya aku yakin dengan perasaanku dan terus berada disampingnya hingga nafas terakhirku -- Cerita ini pengembangan dari cerita...