"Nau, lo kok nyerah gitu aja?" tanya Anneth.
Naura menoleh menatap dingin Anneth. "Gue sebenarnya pengen ikut, tapi ...," Naura menoleh kedepan dan diikuti oleh Anneth. "Tapi ada dia, gue malas buat ikut."
"Loh kenapa? Gadis satu sekolah aja berebutan buat jadi partner Deven," ucap Anneth.
"Kecuali gue," ketus Naura.
"Kenapa?" tanya Anneth bingung namun tidak dijawab oleh Naura, gadis kaku itu malah pergi meninggalkan Anneth tanpa berucap lagi.
Anneth mengerutkan keningnya. "Aneh," gumam Anneth.
Tapi Anneth senang, dengan begitu peluang untuk mengingatkan Deven pada dirinya besar!
Anneth melangkah mendekati Deven yang baru saja selesai berbincang dengan gurunya.
"Hai," sapa Anneth.
Deven hanya menoleh sekilas lalu kembali melangkah.
"Oi! Kalau disapa ya disapa balik dong," ucap Anneth.
"Apa?" tanya Deven menghentikan langkahnya lalu menoleh kesal pada Anneth yang ikut juga berhenti dan menoleh pada nya.
"Nah gitu dong! Gue bakal jadi partner lo nih, senang gak?" tanya Anneth.
"Kagak."
Anneth menggerucutkan bibirnya dengan raut wajah cemberut. "Kok gitu? Harusnya senang dong!" ucap Anneth.
Deven yang ingin menjawab tidak sengaja melihat leher Anneth yang mengenakan kalung berwarna putih serta ada luka yang membekas disitu.
Anneth yang melihat itu menjitak kening Deven. "Lihat apa lo hah? Jangan mesum!" ketus Anneth.
"Otak lo yang mesum, gue liatin kalung lo," ucap Deven sambil melihat kearah lain.
Anneth tersenyum jahil lalu berjinjit untuk bisa menatap Deven. Anneth menangkup wajah Deven.
"Gimana? Bagus gak kalungnya?" tanya Anneth sambil menaik turunkan alis matanya.
Deven langsung saja menepis tangan Anneth yang menangkup wajahnya tadi. Anneth mencebikkan bibirnya kesal.
"Baek-baek kau mang disitu," ucap Anneth sambil terkekeh. "By the way, kenapa lo lama lihatin kalung gue? Suka sama kalungnya? Gak suka sama orangnya aja? Kan orangnya manis kaya gula," ucap Anneth.
Deven memutar bola matanya malas. "Bukan gula, tapi kaya garam!" ucap Deven lalu pergi begitu saja.
Anneth menatap Deven dengan membelak, tidak terima dengan ucapan Deven tadi.
"OI! GUE ITU KAYA GULA, BUKAN GARAM!!" teriak Anneth.
"Anneth! Kamu ngapain teriak-teriak di depan ruangan guru?" tanya salah satu staf guru itu yang ingin memasuki ruangan.
"Eh, ada Bapak. Anu Pak, cuaca hari ini cerah ya, bagus lagi ya Pak. Kaya kumis Bapak yang tebal kaya sapu ijuk," ucap Anneth lalu detik itu juga Anneth berlari sekencang mungkin saat melihat perubahan wajah gurunya yang galak itu.
"ANNETH!!!
"MAAF PAK, TAPI KAN MIRIP." Teriak Anneth sambil berlari lalu berbalik badan membelakangi gurunya.
Namun beberpa detik Anneth tidak sengaja menabrak tiang di dekat koridor itu. Pak guru itu tertawa sekencangnya melihat Anneth yang terjatuh.
"ADUH!! Pake ada tiang lagi, nyusahin aja tukang bangunan yang bangun ni tiang!" ucap Anneth lalu bangkit berdiri kemudian kembali berlari.
Deven yang tadi sempat melihat itu terkekeh kecil melihat tingkah konyol Anneth. Ada-ada saja yang satu ini.
※※※
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Atlantik [END]
Fanfiction[Follow sebelum baca] . [SUDAH DI REVISI, KALAU MASIH TYPO KALIAN KOMEN SAJA] Kalian punya sahabat tidak? Kalau iya, coba kamu baca dan ikuti kisah dari cerita ini. Menurut mu, kalau kita ingin memperbaiki suatu hubungan persahabatan kita, tapi ada...