GARIS ATLANTIK || 7

143 15 0
                                    

Anneth duduk di taman belakang sekolah sendirian, dirinya menatap taman itu dengan takjub ditambah lagi angin yang berhembus di bawah terik matahari.

Anneth mendongak menatap langit biru itu, dirinya terlindungi dari terik matahari karena adanya pohon.

Anneth menghela nafas lalu mengambil ponselnya, dirinya saja belum bisa mengenal baik sekolah ini. Kenapa harus dirinya yang mewakili sekolah?

"Apa kamu bisa Anneth?" tanya Ibu Dewi pada Anneth.

Anneth sekilas menoleh tajam pada Nashwa dan yang lainnya.

"Saya pikir-pikir dulu ya Bu," ucap Anneth lalu melihat kearah Ibu Dewi.

Ibu Dewi mengangguk. "Jangan lama-lama ya mikir nya Anneth, oh iya selain Anneth masih ada?"

Mereka semua langsung menoleh pada seorang gadis yang duduk di pojok bangku. Anneth melihat gadis itu, nama dia Naura.

Anneth mengangkat bahu cuek lalu kembali melihat kearah papan tulis.

"Baiklah, Naura dan Anneth akan saya seleksi, jika kalian bisa lulus maka kalian yang jadi perwakilan dari kelas dua belas IPS," ucap Ibu Dewi.

Anneth tampak berfikir lalu tersenyum. "Iya juga ya."

Anneth langsung bangkit berdiri dan buru-buru berjalan menuju kelasnya.

Saat melewati koridor sekolah IPA, Anneth tidak sengaja mendengar perbincangan para gadis itu yang ngumpul disana.

"Eh, dengar-dengar Deven ikut loh."

"Yang serius? Wah gila sih, gue juga ikutan biar bisa barengan sama Deven."

"Mana bisa, perwakilan dari kelas dua belas hanya dua orang. Itu juga pasangan, satu dari IPA dan satu lagi dari IPS."

Anneth sejenak diam dan perlahan-lahan langkahnya terhenti.

"Deven ikut? Boleh juga sih, sekalian biar lancar buat balikin memory Deven," batin Anneth.

"Eh, gak! Gue mana suka hal yang beginian, piala di rumah juga udah banyak. Tapi ... Oke gue ikut aja, ntar juga pasti Papi sama Mami udah tau hal ini, bakal dipaksa gue buat ikut," lanjut Anneth.

Anneth kembali melangkah meninggalkan koridor dan kembali berjalan.

Namun Anneth menghentikan langkahnya di koridor yang sepi itu, tidak ada orang satu pun disana. Bahkan suara mobil dari trotoar sana bisa sampai kedengaran.

Kenapa Anneth berhenti? Itu karena Anneth melihat ada tiga siswa yang tampaknya sedang menindas satu siswa. Anneth mengerutkan keningnya.

Dipikir-pikir seru juga sih kalau di tonton, tapi setelah di lihat lagi Anneth seperti melihat satu siswa yang di bully itu adalah dirinya.

Mau tidak mau Anneth harus campur tangan.

"Heh! Lo kalau disuruh beli makanan jangan lama! Lihat kan? Udah basi ni makanan tolol! Jadi manusia lo gak bisa apa kepake hah?" tanya Siswi berkulit putih serta rambut yang di cepol asal.

"M-maaf Za, tapi itu m-masih hangat kok," ucap Siswi yang di bully itu.

"Udah salah ngelak lagi, emang cewek murahan lo-AAA."

Kedua teman gadis yang membuly itu kaget saat melihat ada yang berani menendang teman mereka.

Anneth mengunyah permen karetnya dengan santai lalu mendekati Siswi yang di bully tadi. Anneth tampaknya pernah melihat siswi ini. Ah, Anneth baru ingat.

Dia siswi yang kelasnya ketukar sama kelasnya Anneth saat itu.

"Mmm, maaf Kak. Tapi jangan apa-apain saya Kak," ucap Siswi itu takut.

Anneth memutar bola matanya malas. "Heh! Gue nolongin lo, bukan mau nyakitin lo kaya si curut ana," ucap Anneth.

"LO BERANI BANGET NENDANG BADAN GUE!!" teriak gadis itu.

Anneth menoleh kebelakang lalu menatap siswi itu. "Nama lo siapa?"

Siswi itu menatap kaget Anneth lalu menunduk. "A-aurora Kak."

Anneth menepuk bahu Aurora. "Lo mending pergi Ra, biar gue yang ngurus tikus-tikus berandalan ini."

Aurora kembali menatap kaget Anneth namun kembali menunduk takut.

"Ck! Udah sana, lo mau habis ditangan merema heh?" tanya Anneth lalu dengan buru-buru Aurora berlari dengan buru-buru.

Anneth tersenyum miring lalu melangkah untuk pergi, namun langkahnya terhenti.

"HEH! LO MAU KEMANA? URUSAN KITA BELUM SELESAI!!"

"Yang bilang urusan kita udah selesai siapa ... Azalea?" tanya Anneth tanya berbalik badan.

Ya. Gadis itu adalah Azalea dan dua sahabatnya yaitu Clarice dan Putri.

Azalea yang disebut namanya itu melipat kedua tangannya di depan dadanya songong.

"Wow, gak nyangka gue kalau ternyata nama gue setenar itu," ucap Azalea.

Anneth terkekeh. "Lo udah lupa sama gue?" tanya Anneth lalu berbalik badan.

Azalea dapat sepenuhnya melihat wajah Anneth dan menatap kaget Anneth.

"ELLO!!! KENAPA LO ADA DISINI?! BUKANNYA LO ADA DI JERMAN?"

Anneth berdecak kesal sambil mengelus telinganya. "Mulut lo minta di sumpelin sumpah! Gak usah teriak-teriak, gue juga dengar. Lo pikir gue budek apa?"

Azalea mengepalkan kedua tangannya. "Lo kenapa balik lagi hah?"

Anneth menaikkan sebelah alis matanya. "Emang salah apa kalau gue balik? Siapa lo nanyain hal kaya gitu? Padahal lo bukan siapa-siapa gue juga, cih."

Azalea berjalan mendekati Anneth. "Dengar ya Anneth! Sampai kapan pun gue akan selalu menang dan lo akan selalu kalah."

"Uuuu, takut." Lalu Anneth tertawa sekencang-kencangnya. "Hei, coba saja kalau bisa. Lo aja kalah talak waktu lomba akademik di sekolah waktu kita masih SD. Lo itu selalu dibawah gue, karena apa?"

Anneth mendekati Azalea lalu menatap sinis Azalea. "Karena lo cuman mentingin ego, mentingin kepopuleran, hanya mau menang sendiri, gak mau mengerti perasaan orang lain, dan lo juga hanya terobsesi untuk ngalahin gue sampai persahabatan gue dengan Deven hancur gitu aja gara-gara lo." Anneth mendorong bahu Azalea dengan jari telunjuknya hingga Azalea terjatuh.

Anneth jongkok di hadapan Azalea. "Sampai kapan pun lo gak akan bisa ngalahin gue kalau lo hanya terobsesi bukan terinspirasi, dan sampai kapan pun gue gak akan pernah lepasin lo kalau lo masih berani ganggu Aurora."

Anneth berdiri lalu melangkah. Namun lagi-lagi langkah Anneth terhenti.

"Siapa lo ngelarang gue buat gangguin Aurora? Kakak nya lo? Saudara? Hah?"

Anneth menghela nafas kasar. "Sadar lo Za, lo gini juga gak ada gunanya. Gue gak mau berteman dengan lo lagi karena mulai dari kecil lo selalu ngajarin gue buat nindas orang, kenapa ya gue terlalu polos sama lugu. Mau-mau aja berteman ama lo, ingat Za ada hal yang lo sembunyiin dari kami."

"Sepandai-pandainya tupai melompat tupai itu akan jatuh juga, begitu juga dengan lo Za. Jadi jangan pernah cari ulah kalau lo nantinya gak bisa ngendaliin masalah lo sendiri."

Lalu Anneth benar-benar pergi dari tempat itu. Clarice dan Putri yang mendengar percakapan mereka menatap Azalea dengan penuh tanda tanya.

Sedangkan Azalea mengepalkan erat-erat tangannya dengan menatap kepergian Anneth membara.







An: New chapter, semoga suka. Jangan lupa vote dan komen.

Garis Atlantik [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang