GARIS ATLANTIK || 16

148 21 22
                                    

Anneth Delliecia Nasution. Gadis ini tengah berlari pagi mengelilingi lapangan sekolah yang benar-benar luas!

Lebih tepatnya gadis itu di hukum oleh Pak Dandang, Anneth ketahuan mengobrol-ngobrol disaat jam pelajaran Fisiksa berlanjut.

"Padahal kan gue cuman pengen tau kenapa Zara ama Uwa diam-diaman kaya gitu," ketus Anneth saat berlari.

Anneth terus berlari hingga dirinya kelelahan, Anneth menatap keatas lebih tepatnya kelas nya yang berada di lantai atas.

Anneth menghela nafas lega karena Pak Dandang tidak mengawasinya lagi. Anneth langsung duduk di dekat bangku bercorak seni itu kemudian melap keringatnya dengan tisu.

Saat melap keringatnya Anneth melihat ada tangan yang menyodorkan botol minuman pada Anneth, buru-buru gadis itu menoleh kesamping dan menemukan Deven disana.

"Lo minum ini," ucap Deven dengan raut datar tanpa menoleh Pada Anneth.

"Gak perlu, gue ada minum di kelas," ucap Anneth berniat agar Deven mau membujuknya untuk minum, tapi Anneth salah dugaan.

"Ya udah," ucap Deven lalu mengambil kembali botolnya.

"EHHH!!" Anneth menarik tangan Deven lalu mengambil botol minuman itu. Lagi Anneth haus banget, yakali harus di tolak.

Kalau ada yang gratis kenapa harus bayar?

Deven menatap Anneth bingung lalu menarik kembali tangannya. "Katanya gak mau minum," ketus Deven.

"Siapa bilang? Gue kan cuman bilang gue ada minum kok," ucap Anneth mengelak.

Deven mendiamkan Anneth. Berdebat dengan gadis keras kepala ini tidak akan pernah menyelesaikan perdebatan, maka lebih baik diam.

"Oh iya, kita bakal jadi perwakilan sekolah buat senin ini kan?" tanya Anneth yang hanya dapat gumaman dari Deven.

Anneth menatap Deven lalu merangkul cowok itu membuat Deven kaget bukan main. "Heh! Kalau lo cuman cuek-cuek gitu aja gak bakal ada yang mau temanan sama lo, harus ceria dong senyum."

Anneth menunjukkan senyumnya yang lebar. Deven memutar bola matanya malas lalu menepis tangan Anneth. Tidak kasar.

"Gue gak butuh saran dari lo," ucap Deven.

Anneth memukul kuat bahu Deven membuat Deven kembali menatap tajam Anneth, yang ditatap malah cengegesan nggak jelas.

"Lo gimane dah?! Kan kita mau kenalin ni sekolah ke siswa yang bakal jadi perwakilan sekolah mereka, harusnya lo pandai dikit tau ngambil hati mereka, jangan jutek-jutek gitu muka lo, gue olek-olek juga pake batu colekan itu," ucap Anneth.

Deven mengangkat bahu cuek lalu bangkit berdiri.

"Eh, mau kemana lo? Ngantin? Apa bolos?" tanya Anneth.

"Gue gak kaya lo," ketus Deven lalu melangkah.

"Lah? Kok gue? Emang gue bolos apa?" gumam Anneth lalu detik itu juga berteriak.

"Heh bambang! Gue bukan bolos, tapi kena hukum ck!"

"Gue gak nanya," ucap Deven dingin.

Anneth membelak kemudian ingin melempar cowok itu dengan botol minuman tadi tapi kan sayang, masih ada isinya lagi. Anneth mengurungkan niatnya terutama cowok itu sudah menghilang dari hadapannya.

"Awas aja lo," ketus Anneth.

Betrand, cowok itu mulai dari tadi memperhatikan Anneth dan Deven, ada rasa marah saat cowok itu melihat Anneth yang dengan mudahnya akrab dengan Deven ketimbang dirinya.

Yah, jujur saja gadis seperti Anneth tidak akan pernah mau jatuh cinta. Karena apa? Karena Anneth tidak tau apa itu arti cinta selain dari cinta persahabatan.

Cinta keluarga? Boro-boro Anneth tau, dapat kasih sayang aja kagak.

》》》》

Anneth, Joa dan Charisa gak mungkin salah menilai saat ini, Zara dan Nashwa terlihat seperti musuh yang nyata.

Lihat saja, kedua gadis itu duduk di meja yang berbeda, satu di dekat jendela yang ada di pojok tempat mereka biasa ngumpul dan satu lagi di tengah-tengah ruangan kantin.

Nashwa, gadis itu yang duduk jauh dari mereka. Entah kenapa, Anneth tidak tau.

"Kalian berdua kenapa sih? Kok jadi gini?" tanya Joa.

"Iya Ra, kalian musuhan? Karena apa?" tanya Charisa.

Zara hanya sibuk dengan makanan seolah-olah ucapan sahabatnya itu hanya angin yang berhembua begitu saja.

Anneth menghela nafas.

"Ra, kita kan udah sahabatan tapi beda juga sih karena gue masih baru jadi sahabat kalian belum nyampe setahun tapi kan gue mau berteman dengan kalian karena gue lihat persahabatan kalian itu hangat," ucap Anneth dengan lembut.

"Baikan ya Ra," ucap Anneth lagi.

Zara menatap Anneth. "Baikan? Ogah gue baikan sama pembohong kaya dia," ucap Zara ketus lalu bangkit berdiri kemudian berjalan meninggalkan kantin.

Anneth dan yang lainnya mengerutkan keningnya bingung. Pembohong? Maksudnya?

"Pembohong? Maksudnya? Gue gak paham sumpah," ucap Joa.

"Lo aja kagak tau apa lagi gue," ucap Charisa.

Anneth bangkit berdiri.

"Lo mau kemana?" tanya Joa dan Charisa.

"Mau nyamperin Nashwa, gue mau nanya sama dia," ucap Anneth lalu melangkah mendekati Nashwa.

Namun saat Anneth ingin mendekati Nashwa, Anneth tiba-tiba saja ditarik hingga keluar dari area kantin. Anneth benar-benar kaget.

"APAAN SIH?! LEPASIN TANGAN GUE!!"

Anneth memberontak saat tangannya ditarik sekuat itu.

Hingga sampai di koridor sekolah yang sepi.

Anneth di dorong hingga menabrak dinding koridor sekolah. Anneth menatap siapa pelakunya, dia adalah ... Betrand?

"Lo kenapa sih Neth?" tanya Betrand.

Anneth mengerutkan keningnya bingung. "Maksud lo? Harusnya gue yang nanya itu, lo kenapa narik-narik gue? Kaya gak tau aturan aja lo!" ucap Anneth ngegas.

"Lo-udahlah, gak penting juga," ucap Betrand.

Anneth menatap Betrand, marah.

"Lo kenapa hah?! Lo pikir badan gue ini gak sakit apa asal lo dorong-dorong gitu aja? Lo pikir tangan gue bisa seenaknya lo tarik-tarik? NGGAK!!"

Betrand menatap kaget Anneth, karena baru kali ini dia melihat Anneth bisa semarah ini. Jelas lah, mood Anneth saja lagi tidak baik sekarang.

Alhasil, Betrand lah jadi pelampiasan Anneth saat ini.

"Gue cuman gak suka aja lo dekat-dekat sama Deven."

Anneth menautkan kedua alis matanya. Marah.

"Siapa lo ngatur-ngatur gue? Kita aja baru kenal, gue dan lo gak seakrab ama Deven! Deven itu teman kecil gue kalau lo gak tau!!"

Betrand kaget, terutama saat mendengar kata teman kecil.

"Apa? Lo kaget? Dengar ya Betrand dari tatapan mata lo itu gue bisa tebak, kalau lo suka sama gue dan lo cemburu kalau gue dekat sama Deven."

"Tapi dengar ya Betrand! Gue gak akan pernah pacaran sama siapa pun itu sebelum gue lulus kuliah dan mendapat pekerjaan. Paham?" ucap Anneth lalu pergi meninggalkan koridor itu.

Cowok itu hanya mampu menatap kosong dinding koridor itu. Tertampar dengan kata-kata Anneth tadi.

Benar kata Anneth, seharusnya sekarang dirinya fokus untuk menggapai mimpinya bukan fokus mendekati perempuan.

"Lo beruntung Dev punya teman kecil kaya Anneth." Betrand hanya tersenyum masam.

Garis Atlantik [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang