GARIS ATLANTIK || 27

160 19 0
                                    

"Lo udah tau?" tanya Deven sambil duduk disamping Anneth.

Gadis itu tengah duduk dengan menatap kosong kedepan. Benar-benar tidak ada kehidupan dalam dirinya. Anneth menoleh sebentar kesamping kemudian kembali menatap taman belakang sekolah itu.

"Lo tau," ucap Deven yang paham arti tatapan Anneth tadi.

"Sory kalau selama ini gue ganggu sama ngusik hidup lo, gue gak tau sebelumnya," ucap Anneth yang masih linglung.

Deven menghela nafas. "Sebenarnya kita pernah ketemu sebelumnya, waktu itu ketepatan waktu hari ulang tahun lo, kakak gue bilang buat bantu nyariin lo karena lo kabur waktu itu," ucap Deven.

Anneth kembali menoleh bingung pada Deven. "Kapan? Gue kok gak ingat," ucap Anneth.

"Kejadiannya udah lama, waktu itu umur lo masih sekitar tujuh tahun kalau gak salah, lo kabur ke hutan-hutan pas selesai berkunjung ke rumah kami, Kakak gue juga lagi sakit waktu itu," ucap Deven.

Anneth tampak menerawang untuk mengingat kejadian tersebut. Anneth membelak lalu menatap Deven.

"JADI ITU LO? BUKAN EVEN?" pekik Anneth.

Deven mengangguk. "Makanya kemarin gue tanya lo pernah jatuh gak waktu kecil, lo nya malah asal jawab," ketus Deven.

Anneth memukul kuat bahu cowok itu membuat Deven menatap tajam Anneth.

"Lo aja kali yang gak pandai ngasih pertanyaan," ucap Anneth malas.

Anneth menghela nafas. "Waktu itu gue jatuh ya ke jurang pas lo ngejar gue," ucap Anneth.

Deven hanya bergumam. "Semuanya udah jelas, itu makanya lo panggil gue Ven?" tanya Deven.

Anneth mengangguk. "Soalnya Even kan biasa dipanggil Deven, gue gak tau kalau nama dia Even. Yang gue tau kalau nama dia Deven karena gue sempat lihat buku catatan yang keletak di meja belajarnya, ada nama Deven disampul buku itu. Ya udah gue anggap aja nama dia Deven, gue gak tau kalau Even punya saudara kembar."

Deven bangkit berdiri. "Lo mau nanti pulang sekolah temenin gue ke satu tempat?"

Anneth mendongak menatap Deven. "Kemana?" tanya Anneth.

"Ketempat dimana lo harus datangin."

*****

Dan disinilah Deven dan Anneth berdiri. Di tempat pemakaman.

Anneth menatap makam itu beserta foto Even, lelaki itu tersenyum seperti sedang bahagia waktu itu. Anneth kemudian menatap bunga yang ada di vas kaca itu yang berada dibawah foto Even.

Anneth bahkan sangat sulit meneguk salivanya, bahkan Anneth tidak sempat bertemu dengan Even di ulang tahun terakhirnya sebelum Anneth berangkat ke Jerman.

Deven, cowok itu tengah memayungi gadis itu karena ketepatan gerimis datang. Makam yang berbeton abu-abu itu tampak sangat terawat.

Dengan tangan gemetar Anneth memegang beton yang sebagai pelindung makam Even.

"Hai Ven," sapa Anneth walau ia tau jika Even tidak akan membalas sapaan Anneth.

"Ini aku, lama gak jumpa ya Ven. Maaf baru bisa lihat kamu, walau gak secara langsung lagi Ven," ucap Anneth sambil tersenyum getir.

"Kamu apa kabar disana? Baik ya? Disana nyaman nggak Ven? Kamu kenapa gak kasih kabar ke aku selama ini? Aku jahat ya? Aku nyebelin ya Ven makanya kamu ngilang gitu aja? Tau-tau dapat kabar begini," tanya Anneth sambil terkekeh, bukan terkekeh bahagia tapi terkekeh miris.

"Disana nyaman ya Ven? Iyalah, kan banyak bidadari Ven," ucap Anneth lagi.

Deven melihat kearah Anneth, gadis itu tengah menahan air matanya secara mati-matian agar tidak jatuh.

Garis Atlantik [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang