"Kak, Kak!"
Tiara yang sedang berjalan menaiki tangga rumahnya menuju kamarnya berhenti di anak tangga terakhir, Tiara setengah menoleh kebelakang dan melihat adiknya berdiri di anak tangga kelima.
"Kenapa?"
Terlihat wajah Anneth yang sangat serius membuat Tiara berbalik badan dan menatap Anneth sepenuhnya, kedua tangan Tiara terlipat didepan dadanya dengan alis terangkat sebelah menunggu Anneth berbicara.
"Kak, apa Kakak punya sahabat?" tanya Anneth.
Tiara mengangguk, tentu dia punya sahabat. Tapi untuk Apa Anneth menanyakan hal itu? Anneth itu gadis yang sangat malas mengetahui soal kehidupan Tiara, termasuk kepada siapa Tiara berteman atau bergaul.
"Kakak pernah dengar kalimat gini dari sahabat Kakak? Gue titip mereka ke lo, pernah gak Kak?" tanya Anneth.
Tentu saja Tiara terkekeh. "Disini dalam arti apa Anneth? Titip mereka kata titip dan mereka itu nggak hanya satu jenis, mungkin kamu ada pinjam barang teman kamu, siapa yang bilang itu ke kamu?" tanya Tiara.
"Nashwa."
Tiara sempat terkejut, lalu tersenyum. "Nashwa ya?" ucap Tiara lalu berbalik badan membelakangi Anneth. "Kalau untuk yang ini, kamu sendiri yang bisa menjawabnya nanti Anneth," lanjut Tiara lalu melangkah kembali meninggalkan Anneth.
Anneth menatap Tiara yang melangkah jauh darinya, Anneth menunduk. Tidak paham apa yang dimaksud oleh Tiara tadi.
IQ Anneth tinggi, tapi kenapa dia tidak bisa mengerti untuk yang satu ini?
※※※
Anneth menatap foto mereka berlima, satu-satunya foto yang diambil Anneth secara diam-diam sewaktu mereka berada di kelas.
Dapat dilihat Nashwa dan Charisa sedang tertawa sambil melihat kearah ponsel Nashwa, sedangkan Joa sibuk mendandani dirinya sambil tersenyum anggun, Zara gadis itu yang melihat Anneth sedang memotret mereka secara diam-diam langsung saja memeluk leher Anneth dari belakang membuat Anneth setengah membungkuk dengan wajah kaget, wajah Zara? Gadis itu tertawa keras membuat Joa, Nashwa dan Charisa menoleh kearah kamera Anneth dengan tersenyum.
Anneth sedikit terkekeh kalau mengingat kejadian itu. Dimana mereka semua sibuk dengan kesibukan mereka masing-masing.
Kembali menghela nafas, Anneth menatap langit-langit kamarnya. "Sebenarnya lo mau nitip apa ke gue Uwa? Kok lo bisa semesterius ini?"
"Anneth."
Anneth menoleh kearah pintu kamarnya dan menemukan Mamanya disana, Anneth memasang wajah datar. Biarpun begitu, Anneth harus sopan kepada Mamanya ini.
"Ada apa Ma?" tanya Anneth dingin.
Mama Anneth tersenyum lebar, untuk pertama kalinya setelah sekian lama Anneth mau membalas ucapannya dengan baik walau terkesan dingin, tapi itu tidak masalah!
"Mama boleh masuk?" tanya Mama Anneth yang hanya diangguki oleh Anneth.
Mama Anneth masuk ke kamar Anneth yang bernuansa putih bercak hitam, kalian tau kenapa Anneth suka nuansa seperti ini? Karena ini jelas sekali menggambarkan kehidupan dan dunia Anneth.
Mama Anneth duduk disamping Anneth yang berada di pinggir kasur.
"Kamu ada masalah?" tanya Mama Anneth.
"Gak ada."
Mama Anneth kembali tersenyum lalu merangkul putrinya. "Mama tau kalau kamu ada masalah sayang, cerita saja Mama ingin mendengar semua curahan hati kamu."
"Gak perlu." Gadis itu menurunkan tangan Mamanya itu dari bahunya.
"Urus saja perusahaan Mama itu," lanjut Anneth.
Mama Anneth terkekeh lalu meletakkan kedua tangannya tepat di kedua kakinya.
"Kamu persis seperti Mama yang dulu," ucap Mama Anneth sambil menatap lurus keluar jendela besar kamar Anneth yang langsung menampilkan taman khusus kamar Anneth.
Anneth masih diam.
"Dulu Mama pernah di posisi kamu, itu sebabnya Mama nggak pernah marah melihat sikap kasar kamu, terutama kamu itu masih anak remaja yang masih labil dalam hal emosi," ucap Mama Anneth sambil tersenyum hangat.
Anneth menatap Mamanya dari samping, Mama Anneth pernah di posisinya? Apa benar?
"Dulu Kakek dan Nenek kamu suka banget dengan hal yang berbau petualangan, gak ada negara yang mereka gak jumpai semua mereka jumpai dan dijelajahi, Mama selalu kesepian karena mereka selalu pergi bahkan mereka bisa pulang setahun sekali," ucap Mama Anneth.
Anneth membelak kaget. Setahun sekali? Apa-apaan itu?
"Masa sih Ma?"
"Iya, dulu waktu kelulusan SMA Kakek dan Nenek gak datang untuk melihat kelulusan Mama, padahal Mama punya tiga penghargaan berharga yang mau Mama kasih tunjuk, tapi lagi-lagi itu mereka gak punya waktu dan alhasil menejer Kakek yang mewakili mereka," ucap Mama Anneth lalu menatap Anneth dengan tersenyum hangat, dan tulus.
Anneth tidak melihat ada gurat kesedihan dari wajah Mamanya. Malah gurat gembira.
"Tapi kok Mama gak sedih gitu?"
Mama Anneth terkekeh lalu kembali menatap lurus. "Buat apa sedih? Justru itu sebuah tantangan buat Mama, kalau pun Mama tidak bisa seperti kawan-kawan Mama dulu yang selalu lengkap dengan keluarganya tapi Mama bersyukur karena masih bisa menikmati kebersamaan itu walau hanya dalam waktu sedetik saja."
"Kasih orang tua itu tidak menuntut apa-apa, Kakek dan Nenek melakukan itu untuk masa depan Mama yang bagus dan terjamin, karena mereka terlalu memikirkan masa depan Mama mereka sampai lupa kalau Mama udah jadi wanita pekerja," ucap Mama Anneth sambil terkekeh.
Tatapan Anneth yang tadinya dingin berubah menjadi kagum, kagum terhadap sisi kuat Mamanya. Anneth juga harus bisa seperti Mamanya.
Ternyata Mama Anneth sangat pengertian pada Kakek dan Neneknya, pantas saja Kakek dan Nenek selalu menyayangi Mamanya walau sesibuk apapun Mamanya.
"Maaf Ma," lirih Anneth sambil menunduk.
Mama Anneth berhenti terkekeh, lalu tersenyum pada Anneth.
"Kamu juga begitu ya sayang, harus kuat dalam hal apapun Mama akan selalu mendukungmu."
Anneth mendongak menatap Mamanya lalu tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Atlantik [END]
Fanfiction[Follow sebelum baca] . [SUDAH DI REVISI, KALAU MASIH TYPO KALIAN KOMEN SAJA] Kalian punya sahabat tidak? Kalau iya, coba kamu baca dan ikuti kisah dari cerita ini. Menurut mu, kalau kita ingin memperbaiki suatu hubungan persahabatan kita, tapi ada...