Anneth memegang erat pembatas jembatan yang berada di taman sekolah itu. Ia menatap genangan air yang ada di bawah jembatan, mengalir dengan tenang.
Anneth menghela nafas lelah lalu memejamkan matanya, melonggarkan pegangan itu pada pembatas jembatan itu.
"Muka lo kaya lagi dapat masalah, lo kenapa Neth?"
Anneth membuka matanya lalu melirik kesamping, ada Nashwa disana. Anneth kembali menatap lurus.
"Masalah gue numpuk semua, berasa beban jadinya di pundak gue," ucap Anneth.
Nashwa bersandar pada tiang yang berdiri di pembatas jembatan itu dengan kedua tangan terlipat.
"Sama, Zara salah paham sama gue," ucap Nashwa.
Anneth menoleh menatap Nashwa sepenuhnya. "Salah paham? Salah paham apa?"
Nashwa melihat Anneth sambil tersenyum. "Waktu malam ulang tahun Zara, gue gak sengaja berpapasan langsung sama Zara di restoran dekat hotel milik Tante gue."
Anneth mengerutkan keningnya bingung. "Terus? Zara salah paham dimananya?" tanya Anneth bingung.
"Dia lihat gue duduk sama sepupu gue dia mungkin mengira kalau sepupu gue itu pacar atau teman cowok gue, padahal nggak."
"Jujur sih, gue salah sama Zara karena gak kasih ucapan sama Zara tapi mau gimana lagi?"
Anneth berdiri tegap menghadap Nashwa.
"Lo ngapain ke restoran sama sepupu lo? Bukannya lo ada pertemuan sama keluarga besar lo?" tanya Anneth.
Nashwa mengangguk. "Iya, gue memang ada pertemuan sama keluarga besar gue, tapi pas udah sampai penyakit Paman gue kambuh dan pertemuan itu dibatalkan," ucap Nashwa lalu gadis itu beralih posisi menghadap langit biru yang cerah.
"Kenapa lo gak datang ke rumah Zara kalau memang lo masih bisa datang?"
"Iya, kalau bisa datang gue bakal datang tapi, waktu itu sepupu gue anak dari paman gue baru tiba di bandara, karena gue datang terakhir dan seluruh keluarga gue udah lebih dulu ke rumah sakit mereka nyuruh gue buat jemput sepupu gue," ucap Nashwa.
Lalu angin berhembus menerbangkan rambut Anneth serta hijab Nashwa membuat pesona keduanya dapat terlihat dengan jelas.
Nashwa menoleh kaget ke samping, tepat dimana Anneth berada disampingnya dengan tangan Anneth sebelah merangkul Nashwa.
"Gue yakin Zara akan paham kalau lo cerita," ucap Anneth sambil tersenyum.
Nashwa tersenyum tipis. "Percuma juga, Zara gak bakal mau dengerin gue udah gue coba buat cerita tapi Zara keliatannya gak mau dengar lebih," ucap Nashwa menatap awan yang ada di langit.
Anneth menghela nafas. "Mana Nashwa yang gue kenal? Gue gak pernah tuh lihat Nashwa yang kaya gini!! Patah semangat, loyo banget sih lo kaya gak punya semangat hidup."
Anneth berdiri tegap lalu menggandeng tangan Nashwa.
"Uwa, coba lo lihat rumput yang ada disana," ucap Anneth menunjuk taman yang penuh dengan pohon, bunga, serta rerumputan hijau yang bagus.
"Kenapa?" tanya Nashwa.
"Ibaratkan aja lo sama rumput itu, tenang, tapi mematikan," ucap Anneth. "Yang gue maksud lo itu harus tenang, semangat! Rumput yang berkualitas bagus yang bakal dipandang, tapi kalau rumput liar coba lo lihat dia bakal diinjak-injak dan akhirnya mati."
"Gitu juga lo Uwa, sekarang ini lo kaya rumput liar itu, dulu lo sering di pandang oleh satu sekolah banyak yang kagum ama lo, karena apa? Karena kecerdasan dan juga kebijakan lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Atlantik [END]
Fanfiction[Follow sebelum baca] . [SUDAH DI REVISI, KALAU MASIH TYPO KALIAN KOMEN SAJA] Kalian punya sahabat tidak? Kalau iya, coba kamu baca dan ikuti kisah dari cerita ini. Menurut mu, kalau kita ingin memperbaiki suatu hubungan persahabatan kita, tapi ada...