÷÷÷÷÷
Setelah melewati berbagai tantangan hidup, akhirnya Robin bisa sampai di mall bersama dengan pengasuhnya yang super duper meribetkan.
Robin bersyukur karena dia tidak ngiler, jika itu terjadi pasti pakaiannya akan terkena air lengket. Dia juga bersyukur karena tidak ada kotoran berwarna kuning di matanya, jika ada ia akan merasa malu membawa manusia yang baru simulasi mati.
Hoodie yang tadinya di pake Zahin juga sekarang sudah ada di tubuhnya, Robin yang memaksa Zahin untuk melepaskannya karena di hoodie itu ada penutup kepalanya. Saat pergi dari rumah memang dia sering menggunakannya.
Gadis udik itu sudah berjalan di depannya, matanya jelalatan ke sana ke mari. Ia yakin jika dia tak pernah ke tempat ini, entah kalimat apa yang akan Zahin lontarkan.
Robin mengira jika kalimatnya nanti pasti mengandung kata 'katrok'. Dia memutar bola matanya malas, dia berpikir dimana Mamanya menemukan gadis polos setengah bodoh ini.
"Wah ramai banget," komentar pertama Zahin dengan mata yang berbinar.
Zahin takjub dengan tempat ini, sangat luas seperti lapangan sepak bola. Banyak juga orang yang berlalu-lalang dan pakaian mereka indah semua. Apalagi baju yang ada di balik kaca besar, benar-benar indah.
Zahin menatap bajunya sendiri, memanyunkan bibirnya beberapa senti. Ia juga ingin berpakaian seperti mereka, tapi Zahin merasa tidak pantas. Pasti akan aneh jika baju-baju penyapu lantai itu dipakai dirinya, tidak cocok dan tidak sesuai.
Zahin kembali tersenyum manis, ia sudah bahagia karena bisa ke tempat ini. Dingin, indah dan megah seperti rumah majikannya.
"Padahal udah malem tapi tetep ramaiii!"
"Tolong bedain mall sama kuburan," kata Robin yang sekarang sudah ada di depannya.
Ia hanya ingin cepat-cepat sampai ke Gramedia. Setelah itu pulang membawa banyak buku dan membacanya di kamar. Robin tidak ingin berjalan di belakang karena tak mau dianggap sebagai bodyguard.
Disini yang harus menjaga Robin adalah Zahin bukan sebaliknya. Walaupun dari tadi tidak berjalan dengan semestinya, setidaknya sekarang Zahin bisa menjalankan tugasnya. Jangan membuat Robin kerepotan.
Zahin berjalan cepat supaya berada di samping Robin. "Kuburan juga ramai kan?" tanya Zahin dengan tatapan polosnya.
"Ramai sama temen-temen lo kan?" tanya Robin dengan jalan cepat supaya Zahin ada di belakangnya.
Kalo Zahin berada di sebelahnya akan terasa seperti mereka adalah pasangan. Robin tak mau orang-orang di sini berpikiran seperti itu, walaupun tak ada yang peduli juga dengan kehadiran mereka.
"Maunya sih iya."
Seketika Robin berhenti berjalan, ia menghadap ke samping—berhadapan dengan Zahin.
YOU ARE READING
Zahin to Robin | III
Teen FictionBagaimana jika cowok berumur 17 tahun memiliki baby sitter? Dan baby sitter itu ternyata seusia majikannya? Apa yang akan terjadi? ***** (Sebelum baca follow dulu) Semoga kalian suka cerita ketigaku' #1 in mewah 19 Nov 2021 #1 in pengasuh 23 Feb 202...