÷÷÷
Robin sudah mahir menjemur baju. Saat sampai rumah ia akan mencoba menjemur bajunya sendiri. Akhirnya ada hal yang ia bisa lakukan.
Bagaimanapun juga dia harus mencoba melakukan sesuatu dengan tangannya. Robin tak bisa terus bergantung pada orang lain, manusia bisa pergi, bisa berubah dan menghilang.
Ia tak mau kerepotan lagi saat semuanya berubah, walaupun ia tak menginginkannya. Tapi Robin tak bisa mengatur alur takdir.
Sekaya-kayanya manusia tak akan ada yang bisa membeli waktu.
"Zahin ada rujakk, mau nggakk?!" teriak Ben dari jarak jauh.
"Mauuu!" jawab Zahin semangat.
"Zahin meluncur, melesat, menghampiri!"
Dia sudah akan berlari, namun Robin hanya diam saja. Zahin menoleh ke arah mantan majikannya. "Tuan muda mau rujak?"
"Higenis nggak?" tanya Robin ragu-ragu.
"Higenis? kembarannya jenis?"
Robin menjawab dengan senyuman paling sabar. Udah hafal sama ketidaktahuan Zahinb pada kata-kata yang tidak familiar. Baginya jika ada kata yang tidak diketahui maka akan di samakan semaunya. Eskalator kembarannya kalkulator, higenis kembaran jenis. Suka-suka dia aja.
"Zahin buruan!" seru Ben lagi.
Zahin menyerah untuk berpikir. "Udahlah aku nggak paham, dan nggak mau dengerin penjelasannya. Aku ke sana dulu ya. Pabay!" Zahin menggerakkan salah satu tangannya ke kanan-kiri.
Robin hanya melihat Zahin yang berlari menjauhinya. Di sana ada Ben, setia menunggu Zahin. Tepat setelah gadis itu sampai di sampingnya, Ben merangkul pundak Zahin.
Sayangnya belum sempat tangannya mendarat di pundak sang gadis. Robin telah memisahkan mereka berdua dengan kedua tangan yang dibuat seperti sayap mengepak.
Mereka berdua terpental ke samping, namun tangan Zahin dipegang Robin membuat ia tak terpental jauh. Sedangkan Ben sudah menabrak pohon.
"Ehm, gue ikut," kata Robin tanpa rasa bersalah setelah membuat Ben berpelukan dengan pohon.
Ben membenarkan pakaiannya, kemudian menghampiri mereka. Tatapan sinis menghunus Robin. Sedangkan Robin pura-pura tidak melihatnya.
"Ben nggak papa?" tanya Zahin khawatir. Dia akan menghampiri teman kecilnya itu jika Robin tidak menahannya. Tangan Robin masih memegang lengan Zahin.
Robin menepuk pundak Ben. "Dia kuat kok Hin, pasti nggak papa. Ya kan?"
Ben tersenyum, kemudian mengangguk. Kini, kepalanya sudah berada di belakang kepala Robin. "Gue nggak mau traktir lo ya," bisik Ben.
Robin seketika menghadap Ben, menatapnya sinis. "Lo pikir gue nggak mampu? gue bisa beli sama gerobaknya sekalian, bahkan rumah orang yang jual!" jawabnya mantap.
YOU ARE READING
Zahin to Robin | III
Teen FictionBagaimana jika cowok berumur 17 tahun memiliki baby sitter? Dan baby sitter itu ternyata seusia majikannya? Apa yang akan terjadi? ***** (Sebelum baca follow dulu) Semoga kalian suka cerita ketigaku' #1 in mewah 19 Nov 2021 #1 in pengasuh 23 Feb 202...