÷÷÷
Tadinya mereka akan pergi ke rumah sakit. Namun ternyata Minah sudah tidak ada, katanya tidak perlu rawat inap. Walaupun Zahin yakin bahwa Ibunya lah yang nggak mau dirawat.
Perawat itu dititipi pesan oleh Ben yang menyuruh Zahin ke rumah Robin saja, katanya ia yang akan menjaga Ibunya. Zahin tak ingin meninggalkan Minah, namun ibunya juga berpesan sama dengan teman masa kecilnya. Dia sependapat dengan Ben. Entah kenapa pendapat Zahin dan Minah sering sekali tidak sinkron.
Dirinya berbeda dengan Robin. Laki-laki bermarga Bhratabara sangat menuruti perkataan Mamanya. Namun Zahin tidak, ada kalanya dia tidak menuruti permintaan Ibu, sekolah misalnya. Zahin lebih memilih untuk menggambar dijalanan daripada sekolah. Memilih berkerja daripada berdiam diri di rumah.
Sekarang mereka ada di dapur. Robin duduk di belakang memperhatikan Zahin yang sedang memasak. Kalo liat orang masak keliatan gampang, tapi berbanding terbalik kalo ngelakuin sendiri. Keasinan, hambar, gosong, nggak enak, ancur.
Robin ingin tau cara memasak yang benar, setidaknya bisa menggoreng telur. Kata orang-orang itu mudah, padahal nggak. Kadang kala yang mudah bagi sebagian orang, belum tentu mudah bagi orang lain.
Ia dengan mudah bersekolah, namun tidak dengan orang lain. Orang lain mudah bermimpi—katanya mimpi itu gratis namun tidak dengan Robin.
Hidup Robin sudah dibuatkan alur tersendiri oleh Mamanya. Hazel selalu menyuruh Robin untuk menjadi penerusnya, meneruskan bisnis yang Robin sendiri tidak memahaminya.
Mamanya pernah berkata jika Robin tidak boleh memiliki mimpi atau cita-cita selain menjadi penerusnya. Cita-cita akan berubah menjadi ambisi, ambisi untuk mewujudkan cita-citanya. Dan Robin tak boleh berambisi menjadi penulis, hanya bisa menjadi pebisnis. Padahal menulis juga bisnis, hanya saja bisnisnya berbeda.
"Daripada liatin mending praktek langsung," celetuk Zahin.
Dari tadi Zahin melihat Robin melamun, padahal pintanya ingin belajar memasak. Ngelamun nggak akan buat masakan jadi matang, yang ada gosong.
Perkataan Zahin membuyarkan pemikiran Robin. Dia menghampiri Zahin, semoga saja tidak seburuk dulu.
"Coba pecahin telur di atas teflon," suruh Zahin.
"Caranya?" Robin ingat sekali kejadian bodohnya, ia justru meremas telur itu hingga kulit dan isi telurnya menyatu.
Zahin mencontohkannya. Dia membenturkan telur ke pinggir teflon lalu membaginya menjadi dua dan telur jatuh dengan sempurna ke tempat yang seharusnya, jangan lupa di kasih sejumput garam.
"Selesai."
Zahin sudah menaruh telurnya di piring, sekarang gantian Robin. Dia sudah mengkodenya namun laki-laki itu justru melamun lagi, Zahin membetulkan rambutnya ke belakang. Sekarang entah apa lagi yang dilamunkannya.
YOU ARE READING
Zahin to Robin | III
Teen FictionBagaimana jika cowok berumur 17 tahun memiliki baby sitter? Dan baby sitter itu ternyata seusia majikannya? Apa yang akan terjadi? ***** (Sebelum baca follow dulu) Semoga kalian suka cerita ketigaku' #1 in mewah 19 Nov 2021 #1 in pengasuh 23 Feb 202...