÷÷÷
Robin duduk seenaknya. Padahal mejanya ada di depan, tapi ia sudah tidak ada niatan untuk berpindah tempat duduk. Jika berada di belakang agar bisa mengawasi Zahin.
Kedua mata Robin hanya bisa fokus menatap Zahin, walaupun Zina dan Hazel mengajaknya berbicara. Robin tetap menjawab, hanya saja penglihatannya tidak tertuju pada orang yang bertanya.
"Robin, kalo ada yang tanya--"
Robin menatap Mamanya. "Tatap wajahnya," potong Robin yang sudah sangat hafal dengan kalimat itu.
Hazel tersenyum, lalu ia meninggalkan mereka berdua. Dia akan ke kamar mandi.
"Maaf," tutur Zina pelan. Bahkan Robin tak bisa mendengarnya karena seluruh atensinya hanya mengarah pada Zahin.
Sesekali ia akan berdiri saat Zahin hampir terjatuh. Seharusnya memang jangan membelikannya high heels. Mending pake sepatu boot sampai lutut. Jadi kalo jatuh nggak akan berbenturan langsung dengan lantai.
Zina tak sengaja menjatuhkan makanannya saat sedang bermain ponsel. "Pelayan," panggilnya sambil mengangkat tangan.
Zahin menatap sekelilingnya, yang paling dekat dengan meja Robin hanyalah dirinya. Dia menghampiri mereka dan langsung membersihkan makanan yang terjatuh bahkan sampai di bawah meja.
"Yang Tante maksud tuh kaya gini. Lo duduk di atas, sedangkan wanita yang lo suka membungkuk di bawah. Mama lo nggak suka kalo nantinya lo ikut ngebungkuk juga. Mama lo mau anak semata wayangnya berada di puncak Piramida," kata Zina sambil bermain ponsel dan sesekali memakan cemilan. Berbicara santai padahal efeknya nggak sesantai itu.
Robin sudah menggenggam erat tangannya, urat-uratnya terlihat dengan jelas. Padi saja saat semakin tinggi dan berisi akan menunduk. Tidak seperti alang-alang yang hanya fokus meninggi tanpa isi.
"Maaf, nggak sengaja."
Dina—teman Zina, tak sengaja menjatuhkan air di atas pakaian Zahin. Setelah itu, Dina berjalan kembali ke mejanya. Nggak sengaja dari mananya, nuang airnya aja dari rambut sampai ke baju.
Robin melepas jasnya lalu di dipakaikan ke punggung Zahin, pakaian putih yang dipakainya tembus pandang saat terkena air.
"Robin emang anaknya rendah hati," kata Hazel yang sudah kembali ke mejanya. Dia melebarkan senyumnya pada orang-orang yang melihat kejadian itu.
Posisi Robin dan Zahin masih membungkuk di bawah meja. "Biar gue aja," sergah Robin. Tapi Zahin menjawab dengan senyuman.
Robin menyesal membawa Zahin ke sini. Seharusnya dia tak membawa Zahin jika tak bisa menjaganya.
Hazel memegang kedua pundak Robin, membuatnya kembali berdiri. Hazel kembali tersenyum. "Biarin Zahin kerja, hm?" Hazel memegang salah satu sisi wajah anaknya. Masih berusaha untuk membuat Robin berdiri tegak.
YOU ARE READING
Zahin to Robin | III
Ficção AdolescenteBagaimana jika cowok berumur 17 tahun memiliki baby sitter? Dan baby sitter itu ternyata seusia majikannya? Apa yang akan terjadi? ***** (Sebelum baca follow dulu) Semoga kalian suka cerita ketigaku' #1 in mewah 19 Nov 2021 #1 in pengasuh 23 Feb 202...