BAGIAN 36

526 56 18
                                    

~|•|~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~|•|~

Robin berencana membawa Zahin ke tempat hibernasinya, gadis itu juga tak mempermasalahkan. Dia justru masuk terlebih dahulu daripada dirinya.

Robin menutup pintu kamarnya, lalu menarik tangan Zahin. Membuat dadanya bertubrukan dengan punggung Zahin.

Robin mendekatkan mulutnya di samping telinga Zahin. "Makasih udah buat gue berani."

"Berani ngapain?" tanya Zahin sambil menengok ke samping. Hampir saja kepala mereka berbenturan jika saja Robin tidak memiliki reaksi yang cepat.

"Menurut lo?" Robin balik bertanya. Agak kesel juga kalau Zahin masih pada dunia ketidaktahuannya.

Zahin mengidikkan bahunya tak tau, bibirnya juga sedikit moncong ke depan.

Robin tak ada niatan untuk memberi tau Zahin secara gamblang, ia lebih memilih untuk melepaskan tangan Zahin dan merebahkan diri di kasur empuknya. Benda putih berbentuk persegi panjang ini memang selalu menjadi tempat favorit banyak orang.

"Robin belum makan kan?" tanya Zahin.

Robin membalikkan tubuh yang tadinya tengkurap. "Lo juga belum."

Zahin manggut-manggut saja. "Aku buatin makan ya."

"Ikut." seketika Robin bangkit dari posisinya, namun tak lama Zahin mendorongnya dan membuat Robin kembali bersatu dengan tempat favoritnya itu.

"Nggak, kamu tidur aja."

Zahin baru pertama kali melihat kantung mata Robin berwarna agak gelap, belum lagi matanya yang sedikit memerah. Ia yakin itu terjadi karena Robin kurang tidur.

Zahin berjalan menjauh, begitupula Robin yang sudah ikut berjalan mengikuti gadisnya. Zahin yang peka segera berbalik badan.

"Aku bilang tidur."

Robin langsung menggelengkan kepala. Tapi Zahin tidak memperdulikan tolaknya, dia menarik tangan Robin dan membawanya kembali ke tempat semula.

Dia bahkan sudah menaruh selimut di tubuh Robin, lalu membalikkan tubuhnya. Tepat saat itu, Robin secara perlahan-lahan menyibakkan selimutnya. Tapi sepertinya Zahin memiliki indra ke tujuh.

Gadis itu sudah berhadapan dengan Robin lagi. "Tidur nggak?!"

"Aku cium nih!"

Robin yang tadinya akan menggelengkan kepalanya batal gara-gara ancaman Zahin.

Entah kenapa Robin langsung mikir cium bibir, gara-gara percakapan mereka di kediaman Mesa. Dia buru-buru menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

Akhir-akhir ini, ia merasa aneh dengan hubungannya. Kadang kala ia berpikir jika hal yang dilakukan Zahin, harusnya dilakukan oleh dirinya.

Zahin to Robin | IIIWhere stories live. Discover now