÷÷÷
Zahin sedang menangis di dalam kamarnya, biasanya dia tegar saat diteriaki Robin tapi kenapa sekarang dia tak bisa setegar dulu.
Bahkan saat teman-teman Robin datang di depan pintunya, ia tak membuka pintu itu. Mereka mengatakan maaf namun Zahin tak memberi respon.
Padahal itu hanyalah permainan saja, tapi kenapa Robin marah kepadanya, ia hanya mengungkapkan apa yang ada di iPad dan ia hanya mengatakan apa yang didengar.
"Ehm, oi!"
Zahin langsung mencari sumber suara, ternyata benda putih itu juga bisa menyampaikan pesan suara. Zahin tau itu suara Robin.
"Eum... kalo lo ada di situ g-gue minta maaf, sebenarnya gue nggak mau teriakin lo. Tapi gue lagi emosian aja, maaf..."
Zahin menghapus air mata di kedua belah pipinya, lalu mengambil boneka pocong supaya berada di depannya.
"Pocong suka marah-marah kaya tuan muda nggak?" tanya Robin pada benda mati itu, selanjutnya ia menggerakkan boneka pocong supaya menggeleng.
Zahin mengelus muka boneka kesayangannya. "Kamu emang terbaik!" pekiknya sambil memeluk boneka itu.
~|•|~
"Robin!" panggil Zina sambil mengambil selimut Robin dengan paksa.
Laki-laki itu sedang merebahkan tubuhnya dengan selimut yang menutupi sekujur tubuh.
"Apa sih, tolong jangan sekarang mood gue lagi nggak bersahabat," ujar Robin jujur.
Gara-gara game itu mood Robin jadi buruk. Entah kenapa dia kesal jika Zahin mengatakan hal yang seharusnya tak dia katakan. Otaknya masih polos, tak baik jika mengatakan hal kotor.
Dia juga kesal saat Zahin mengatainya, mana ada pembantu yang berani mengumpat dengan terang-terangan kepada majikannya.
Tapi tetap saja, semarah-marahnya dia. Robin tetap meminta maaf karena meneriakinya, itu juga yang membuatnya kesal pada dirinya sendiri.
Kenapa perasaannya selalu tak tenang jika membuat orang lain terluka. Dia tak mau bersikap baik kepada Zahin, tapi tak bisa.
"Urgent Bin! tas gue hilang, lo tau kan isi tas gue apa aja. Ponsel, duit, atm, cincin kalung hilang semua," Zina menjeda kalimatnya.
"Lo tau juga kan seberapa pentingnya kalung itu buat gue... " lanjutnya dengan nada pelan bahkan kepalanya sudah menunduk.
Robin segera bangkit dari tidurnya dengan perlahan. Memegang pundak Zina, mencoba menenangkannya.
"Udah nggak usah khawatir, kita cari bareng-bareng. Kalo perlu semua pembantu di sini suruh bantuin cari tas lo," tutur Robin membuat Zina menatap matanya kemudian memeluk Robin, laki-laki bermarga Bhratabara juga membalas pelukannya.
YOU ARE READING
Zahin to Robin | III
Teen FictionBagaimana jika cowok berumur 17 tahun memiliki baby sitter? Dan baby sitter itu ternyata seusia majikannya? Apa yang akan terjadi? ***** (Sebelum baca follow dulu) Semoga kalian suka cerita ketigaku' #1 in mewah 19 Nov 2021 #1 in pengasuh 23 Feb 202...