BAGIAN 17

1.1K 115 141
                                    

÷÷÷

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

÷÷÷

Sekarang Zahin ada di kamarnya, tak ada yang bisa dilakukan. Hanya duduk sambil menangis. Otaknya benar-benar tak bisa berkerja.

Pasrah.

Mungkin kata itu yang sangat mewakili dirinya. Zahin tak ingin menyerah tapi ia juga mati langkah.


Zahin yang mendengar pintu terbuka, segera memperlihatkan wajahnya. Muka dan hidung memerah, mata sembab, juga air mata di kedua sisi pipinya. Begitulah tampak wajah Zahin yang terlihat jelas di penglihatan Robin.

Dia menghela nafas gusar, rasa kasian kembali menghampiri dirinya. Zahin salah dan sudah sepantasnya ia mendapatkan konsekuensinya.

Sebenarnya ia ingin memberikan waktu 24 jam tapi Zina sudah mengatakannya terlebih dahulu. Siapa yang bisa mencari bukti dalam waktu 1 jam.

Setelah Zina berhenti bicara Zahin segera pergi, dia sudah berusaha untuk menghentikannya tapi Zina menahan dirinya. Bahkan mereka beradu opini hingga akhirnya Robin mengalah, menuruti apa yang diinginkan Zina dengan memberi waktu 1 jam.

"Jadi apa yang mau lo tunjukan, atau apa kata-kata terakhir lo di sini," kata Zina mengintropeksi Zahin.

Awalnya Zahin melihat ke arah Zina saat ia berbicara, namun saat sudah selesai bicara Zahin langsung melihat Robin dengan mata memelas.

"Tuan muda aku nggak nyuri-"

"Jadi lo milih kata-kata terakhir ya. Okey, gue dengerin," Zina memotong perkataan Zahin.

Zahin menatap Zina sendu. "Bukan begitu, aku benar-benar nggak tau menau soal tas nona Zina."

Zina memutar bola matanya malas.

"Lo yang terakhir liat tasnya!"

"Liat terkahir bukan berarti pencuri kan?"

"Lo yang bilang nyuri, bahkan sebelum gue bilang apa-apa," sekarang Robin ikut berbicara, ikut menyudutkan Zahin.

Dia ingin Zahin berhenti berdebat dengan Zina. Dia tau sifat sahabatnya itu, ia susah untuk menahan emosi. Bisa-bisa bukan hanya mulut yang menyerah namun tangannya juga.

Zahin menatap Robin sedikit tidak percaya, bahkan sekarang majikannya sudah tak percaya dengannya. Lalu untuk apa dia membela diri lagi. "Aku udah bilang kalo aku cuma nebak," cicit Zahin pelan.

"Sekarang lo mau jelasin apa tentang ini?" Zina menunjukkan sebuah kotak kalung berwarna merah kemudian membukanya, terlihat jelas perhiasan indah tertata di kotak itu.

"Ke-kenapa ada di sini?" tanya Zahin gagap.

"Kalo lo tanya gue, gue tanya siapa. Harusnya lo yang lebih tau gimana bisa kotak emas Tante ada di sini."

Zahin to Robin | IIIWhere stories live. Discover now