BAGIAN 39

554 49 18
                                    

÷÷÷

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

÷÷÷

Berbeda tempat, berbeda cerita pula. Sebenarnya Zahin buru-buru pergi karena air mata nakalnya ingin keluar untuk kesekian kali. Dia merasa jadi gadis paling cengeng sekarang.

Tapi perkataannya tak salah, ia memang ingin menemui ibunya. Walaupun sebenarnya tidak hari ini, berat rasanya melihat koper-koper besar sedang berpindah tempat ke bagasi mobil.

Zahin tersenyum kecut, berjalan melewati koper-koper itu. Berjalan mundur sambil memandang punggung Robin yang samar-samar karena gorden transparan di kamar pacarnya itu.

Ia ingin memberi tau Robin jika Hazel tak seperti yang dia pikirkan. Mamanya masih tidak menyukai hubungan Zahin dan Robin, begitupula juga dengan kegemaran Robin dalam menulis.

JK Rowling? alasan tepat untuk membuat Robin mengiyakan permintaan Hazel tanpa bantahan. Perkataan Hazel hanya untuk keserakahannya, dia hanya ingin membawa Robin pergi dan menetap di tempat yang baru. Kata 'di izinkan menulis' sekedar bumbu belaka.

Zahin ingin mencegah Robin, tapi ia tak mau serakah. Dia juga tak akan bisa hidup tanpa menggambar begitupun Robin, walaupun menulis bukanlah inti dari perkataan Hazel. Tetap saja Hazel memberikan izin kepada Robin untuk melakoni hal yang diinginkannya.

Jika tak bisa mencegah, ia bisa saja ikut pergi. Tapi bagaimana dengan Ibunya, ia tak mungkin meninggalkannya. Apalagi orang tua tunggalnya itu sedang sakit, Zahin tak enak dengan Ben yang terus direpotkannya.

Tin tin!

Klakson mobil memudarkan lamunannya serta menghentikan langkah kecilnya. Ben menurunkan kaca mobil.

Dia tengok ke kanan-kiri, tak ada siapapun di samping Zahin. "Robin mana?"

Sudut bibir Zahin langsung terbentuk lengkungan senyum terbalik, tak lama tangisnya pecah begitu saja. Ia tak bisa menyembunyikannya lagi, dadanya sakit saat terus menangis tanpa suara.

Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Pundaknya naik turun tiada henti, belum lagi isak tangisnya yang melengkapi kesedihan Zahin.

Ben menghela nafas berat, sebenarnya dia menerima kabar dari Robin. Katanya laki-laki itu akan pergi ke luar negeri, Robin menyuruhnya untuk menjaga Zahin.

Kata klasik yang basi menurutnya, tanpa perintahnya pun dia akan menjaga temannya. Lagi pula sebelum Zahin mengenal Robin juga ia yang menjaganya. Sekarang saat Robin baru mengenal Zahin, sangat mudah baginya untuk meninggalkannya.

Ben keluar dari mobil, mendekap tubuh mungil Zahin. Mencoba untuk menenangkannya walaupun tak mungkin sepenuhnya.

"Robin jadi pergi?" tanyanya sepelan mungkin. Ia hanya ingin memastikannya.

Zahin to Robin | IIIWhere stories live. Discover now