06. Hantu Perpustakaan

51 13 3
                                    


Seorang sahabat itu ditakdirkan untuk berbagi derita sama sahabatnya
Andai kalo lo ngomong, gue pasti dengerin dan bantu sebisa gue.
—Gecha Verissa—

Happy reading

_______________________


Dengan wajah sumringah dan senyum manis tercetak di bibir mungil nya, Risya berjalan memasuki gerbang sekolah nya. Wajah yang setengah jam lalu murung kini tergantikan wajah ceria nan bahagia. Senyum manis nya seolah menunjukan bahwa ia tak memiliki beban hidup.

Saat sudah melangkah cukup memasuki pekarangan sekolah, tangan Risya tiba—tiba ditarik sesoorang ke area belakang sekolah.

“Ehh, kak mau kemana?” Tanya Risya. Namun tak ayal juga ia menuruti langkah kaki orang di depan nya.

“Udah, lo ikut aja!” Ucap Ardian—orang yang menarik tangan Risya.

“Iya, tapi mau ngapain?” Tanya Risya. Ia tak bisa mengimbanggi langkah lebar Ardian. Iya tahu dirinya pendek cuma setinggi 153 cm jadinya langkah nya tak bisa cepat.

Ardian menghentikan langkah nya tepat di belakang sekolah. Tepat nya di belakang tepat gudang sekolah.

Mata Risya membulat sempurna. Baru tahu jika di sini dibuat sebuah tempat tongkrongan. Wajar sih, ini area paling terlarang di SMA Cendana. Katanya sih dulunya ada yang gantung diri di sini...ish kan ngeri.

Tapi...di sini ada sekitar 48 siswa siswi, dari yang kelas X sampai kelas XII pun ada. Keterkejutan Risya semakin beetambah saat sesoorang yang beberapa hari ini sering ia recoki hidupnya...Aldes.

“A–ada apa? Kalian nggak bakal mutilasi aku kan? Nggak bakal bully aku kan? Nggak mau memperbudak aku kan?” Tanya nya dengan gemetaran. Pasalnya kini ia sudah berhadapan dengan Aldes, Ardian, Dandi, dan Jonathan.

“Lo tenang aja, dek!” Ujar Ardian dengan santai. “Kita nggak bakal ngapa–ngapain lo kok,” ucap nya namun tak menghilangkan rasa takut yang ada di diri Risya.

“Aduh kakak kakak yang ganteng, ampuni Risya, Risya masih kecil masih punya mimpi yang banyak belum mau kenapa–napa dulu yaaaaa, kasian Gecha nggak punya temen yang sedeng nanti kalau Risya mati,” ucap Risya panjang lebar sembari menyatukan kedua tangannya di depan dada, memohon. Entah apa tapi rasanya ngeri, mana lagi tatapan keempatnya tajam setajam silet lagi.

“Apa yang bakal lo lakuin?” Tanya Aldes dengan dingin. Sorot matanya yang tajam dan kedua tangan yang berada di saku celana nya.

“Kalo kalian mau mutilasi Risya, Risya sih bakal lari, teriak minta tolong,” jawab Risya. Otak lemot nya tak bisa membaca situasi yang terjadi.

“Aduhh neng, kita nggak bakal mutilasi eneng, yakali cewek secantik eneng di mutilasi,” ucap Dandi mencair kan suasana yang tegang.

“Terus kenapa donk Risya di bawa ke sini?” Tanya Risya sembari mengerjapkan matanya.

Ardian menghela nafas kasar. “Apa yang bakal lo lakuin setelah tahu apa yang kita semua lakuin semalem?” Tanya Ardian. Daripada belibet mulu kan mending to the point aja kan yaa.

“Emm apa yaa?” Ucap Risya sembari mengetuk–ketukan jari telunjuknya di dagu seolah berfikir.

“Yaelah mikir mbarangan, kesuwen tenan toh dek,” ucap Jono jengah. Risya seperti nya memiliki otak lemot dan juga pribadi yang ngeselin.

“Jangan bercanda bocil,” desis Aldes yang geram.

“Sabar Al sabar,” peringat Ardian. Takut takut Aldes marah kan berabe nantinya.

AYO SENYUM DONK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang