𝙆𝙚𝙩𝙞𝙠𝙖 𝙖𝙙𝙖, 𝙖𝙠𝙪 𝙗𝙞𝙨𝙖 𝙥𝙪𝙖𝙨 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙨𝙚𝙠𝙖𝙙𝙖𝙧 𝙝𝙖𝙙𝙞𝙧𝙣𝙮𝙖. 𝙉𝙖𝙢𝙪𝙣, 𝙠𝙚𝙩𝙞𝙠𝙖 𝙩𝙞𝙖𝙙𝙖, 𝙖𝙠𝙪 𝙗𝙚𝙧𝙝𝙖𝙧𝙖𝙥 𝙨𝙚𝙡𝙖𝙡𝙪 𝙖𝙙𝙖 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙨𝙞𝙣𝙮𝙖.
-dɑri orɑng yɑng memerlukɑn-
Mencoba terus bertanya. Memanggil perawat, meminta Dira yang hadirnya begitu dibatasi untuk menemani agar bisa masuk dalam ruangan. Namun, mereka tetap bungkam ketika ditanya di manakah orang tuanya, dan bagaimana keadaan sang kembaran. Malah, terus mengatakan bahwa sebaiknya dia beristirahat untuk sekarang. Tidak usah memikirkan apa-apa dulu.
Bagaimana tidak dipikirkan? Cara mereka malah semakin menjadikannya ketakutan.
Azkan bahkan sampai memohon agar diberitahu. Tidak perlu khawatir akan keadaannya, dia sudah baik-baik saja. Namun, mereka tetap saja bungkam.
Memangnya apa yang telah terjadi? Mengapa tidak ada yang ingin menjelaskan? Lantas, di manakah ibu dan ayahnya sekarang ini? Sedari dirinya sadar, sekalipun Azkan tidak melihat keduanya berkunjung—melihat dari kaca pembatas ruangannya seperti biasa. Apa terlalu sibuk dengan keadaan Arkan? Jika begitu dia sama sekali tidak keberatan.
Namun, Azkan butuh kejelasan.
Hingga ketika mohonnya yang kesekian kali, perawat akhirnya memanggilkan Dira lagi. Wanita itu menjelaskan bahwa Arkan sedang ditangani oleh kedua orang tuanya. Katanya, dia tidak perlu khawatir.
Mendengar hal tersebut, sedikit menenangkan kecemasannya.
Arkan sedang ditangani oleh Danu dan Rena. Apakah Azkan boleh mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut adalah kabar baik?
Saat lelapnya, Azkan pun dipaksa kembali masuk ke dalam ruang yang sama seperti terakhir kali, yaitu hanya ada gelap sepanjang mata memandang. Bedanya, kali ini dirinya terduduk disebuah kursi yang disampingnya ada meja yang menyekat kursi lain.
Gemuruh hati antara senang juga kebingungan menerpa. Azkan memandang lekat ke arah seseorang yang ternyata ada di kursi sebelah.
Sebenarnya dia ada di mana? Di sini benarlah gelap, tetapi mengapa dengan mudahnya dia melihat meja, kursi, serta seseorang yang ada di sebelahnya?
Cahaya, di sekeliling tubuh orang di sebelahnya di kelilingi terang. Lagi dan lagi, cahaya tadi sama sekali tidak menyilaukan mata yang memandang, bahkan terlihat begitu indah saat ditatap.
“Ar?” panggil Azkan pelan, mereka saling berpandangan sekarang ini. “Kita ketemu lagi di sini?”
Orang yang dipanggil ‘Ar’ terlihat mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
RETISALYA 2
Teen Fiction⚠️Cerita ini bisa dibaca tanpa harus "mengikuti" RETISALYA yang pertama⚠️ Kata mereka, perginya di tengah jalan. Tiada pamit terlontar sebelum pulang. Meninggalkan orang-orang bersama kerinduan terbalut penyesalan. Waktu itu mentari siang menjadi sa...