⚠️Cerita ini bisa dibaca tanpa harus "mengikuti" RETISALYA yang pertama⚠️
Kata mereka, perginya di tengah jalan. Tiada pamit terlontar sebelum pulang. Meninggalkan orang-orang bersama kerinduan terbalut penyesalan.
Waktu itu mentari siang menjadi sa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hidup menjadi orang tua dengan kisah bertahan di dunia yang penuh tantangan. Rena, sosok wanita, ibu dari tiga orang remaja laki-laki. Dia lahir tanpa sosok ayah, seorang abdi negara yang harus gugur kala usianya masih empat bulan dikandungan. Rena lalu hidup dengan satu-satunya orang tua yang dipunya.
Sukses adalah tujuan. Gagal dalam hidup adalah yang dia takuti. Jadi, ketika anak bungsunya berbeda dari kedua kakaknya. Rena tidak terima. Tak terima anaknya gagal, dan tidak terima dirinya dianggap gagal. Rena lebih senang-pastinya—dengan semua pujian dari orang-orang mengenai suksesnya mendidik Alvaro dan suksesnya menemani Azkan berjuang.
Rena tidak pernah senang dengan cemoohan. Maka, kala orang-orang membicarakannya sebab Arkan. Sang anak bungsu yang beda dengan saudaranya yang lain, wanita ini tentu tidak terima. Berakhir kesalnya selalu dilepaskan pada Arkan. Menyalahkan anak itu tentang bagaimana orang-orang bisa mencari ‘kurang’ dari keluarganya yang lebih dulu dianggap sempurna.
Dulu, melihat dengan mata kepala sendiri jatuh bangunnya Azkan berjuang, membuat rasa cinta pada anaknya itu sampai tidak bisa tertampung-berlebihan dengan sangat. Hanya dengan melihat senyum Azkan, Rena mampu mengatakan bahwa itulah nikmat. Dia mengabaikan karirnya demi bersama-sama ingin meraih sembuh. Hingga, tanpa sadar, egoisnya membuat seseorang terluka.
Jujur, lelah itu ada. Bolak-balik rumah sakit, Rena masih manusia biasa. Dia yang tidak pernah tega membagi lelahnya dengan Azkan, pada akhirnya malah melampiaskannya dengan Arkan. Dulu, dia hampir tiap hari berteriak kepada sang anak bungsu. Bahkan, hanya sekadar Arkan memanggil namanya, Rena sudah naik pitam tak karuan.
Arkan beda. Rena tidak terima.
Arkan nakal. Rena tak suka.
Arkan tidak pintar. Rena tak berkenan.
Dulu, diawal-awal anak bungsunya berubah-secara sifat-dengan sangat drastis, Rena total tidak mengenal sosok itu. Pergaulan, hal yang selalu wanita ini salahkan. Arkan keliru berteman.
Menasehati. Menegur. Memarahi. Memukul. Hal rutin yang Rena kerjakan dalam mendidik Arkan. Didikan yang sangat berbeda dengan bagaimana dia memperlakukan Alvaro juga Azkan. Anak itu juga selalu melawan, tidak mendengarkan apa yang dia perintahkan. Total 'rusak'. Orang-orang semakin membicarakan nakalnya si anak bungsu.
Arkan bahagia. Itu yang Rena simpulkan. Arkan melakukan semua hal sesuka hati, jadi, Rena pikir remaja itu pasti sudah puas dengan hidupnya.
Namun, depresi menghancur persepsi tersebut. Arkan jatuh, Rena ikut hancur.