⚠️Cerita ini bisa dibaca tanpa harus "mengikuti" RETISALYA yang pertama⚠️
Kata mereka, perginya di tengah jalan. Tiada pamit terlontar sebelum pulang. Meninggalkan orang-orang bersama kerinduan terbalut penyesalan.
Waktu itu mentari siang menjadi sa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bahkan, tubuh baru saja diistirahatkan sejenak. Namun, sebuah telepon dari sang pengacara menjadikan pria paruh baya kembali tegapkan diri untuk hadapi ‘rintangan’ yang lagi-lagi hadir. Mendengar tentang gegernya fakta yang diungkap ajudan dari pelaku penembakan anaknya, tangan pria ini terkepal penuh emosi. Hukum bangsa yang dipegang orang-orang busuk adalah sampah. Sedari awal dia sudah peringatkan mereka untuk bersih, tetapi penghianat-penghianat itu bahkan sudah rencanakan sebelum lontaran darinya terucap. Jika mereka mau bermain kotor, Danu pun bisa gunakan relasi agar kasus sang anak tak dijadikan lelucon berdrama. Baru saja ingin laksanakan niat, orang yang dibutuhkan lebih dulu mengubungi. Menjadikannya bangkit untuk masuk ke dalam ruang kerja agar lebih nyaman untuk berbicara.
“Halo, selamat malam, Dan.”
“Selamat malam, Bang.”
Terdapat hela napas di seberang, sebelum sang penelepon berkata, “Saya benar-benar minta maaf soal berita yang baru aja kesebar, Dan. Gak terlintas di pikiran kalo bakal ada sekongkol antara mereka buat manipulasi kasus ini. Selama ini Irjen Pol terkenal bersih dan memegang teguh prinsip keadilan, jadi saya gak pernah nyangka kalo dia bakal milih untuk berkhianat terhadap hukum, hanya demi nyelametin sahabat yang jelas-jelas udah nyoreng institusi naungannya.”
“Saya bahkan jauh gak nyangka kalo orang-orangmu sebusuk ini, Bang.”
Kalimat barusan, sukses buat sang lawan bicara bungkam dan tertunduk malu. “Sekarang gimana, Bang? Saya gak butuh maaf. Anak saya dua-duanya meninggal, dan itu semua ada kaitannya dengan anak buahmu. Dulu, laporan terhadap kasus anak sulung saya sempat gak didengar. Beruntung untuk anak bungsu saya, masyarakat ikut ambil suara.”
“Dan Demi Tuhan, saya gak akan pernah biarin mereka tenang setelah dengan mata kepala sendiri, saya lihat tubuh anak sulung saya hancur saat dibawa ke rumah. Saya juga saksi bagaimana peluru ditembakkan ke dada anak bungsu saya. Bukan cuma sekali, tapi dua. Ketara gak punya otak sama hati.”