BAB 20

69 12 0
                                    

"Selamat datang di Kara Florist, ada yang bisa saya bantu, kak ?" Ara datang memberi sambutan.

"Oh iya, saya mau pesan bunga untuk mama saya yang sedang berulang tahun. Kira-kira bunga yang cocok untuk mama saya bunga yang seperti apa ya ? Bisa minta tolong carikan, Ra ?" Senyum ramah terus menghiasi bibir Angga sejak bertemu dengan Andra sampai sekarang ketika sedang berbicara dengan Ara.

"Baik kak. Saya akan merekomendasikan bunga yang paling sering dijadikan hadiah ketika ada orang tuanya yang sedang berulang tahun. Kak Angga bisa ikut saya ? Akan saya perlihatkan bunga tersebut kepada kak Angga." Jelas Ara kenal bahwa customer ini adalah Angga, orang yang menolongnya waktu rantai sepedanya terlepas.

Andra yang sedang berada di antara mereka berdua merasa seperti di abaikan. Merasa bahwa dirinya tidak dianggap ada oleh Ara.

"Ndra, gue tinggal sebentar ya." Pamit Angga kepada Andra.

"Oh iya kak, silahkan." Jawab Andra.
Angga dan Ara berjalan menuju rak bunga disebelah kanan, dimana rak bunga tersebut khusus hanya untuk bunga-bunga mawar dengan berbagai macam warna yang berbeda-beda. Piliha Ara jatuh pada bunga mawar berwarna putih.

"Orang-orang bilang warna putih itu bermakna suci, bersih dan tulus. Seperti cinta anak kepada orang tuanya, ataupun sebaliknya, cinta orang tua kepada anaknya. Sepertinya bunga ini cocok diberikan kepada Mama kak Angga." Mengambil setangkai bunga mawar putih yang sedang mekar dan memberikannya kepada Angga.

Andra mengamati bunga mawar putih tersebut sambil mencium aromanya sekali. Kemudian berkata.
"Oke, saya beli bunga mawar putih ini. Kamu bisa merangkaikannya untuk saya ?."

"Baik kak, akan saya rangkaikan."

"Saya yakin, pasti nanti hasil rangkaiannya cantik, sama seperti penjualnya."

"Kak Angga bisa saja. Akan saya usahakan sebaik mungkin untuk Mama kak Angga." Ara tersenyum sambil mengambil beberapa tangkai mawar putih.

"Mama kak Angga pasti senang bisa mendapat bunga dari anak sebaik kak Angga." Kata Ara memuji.

"Kamu bisa saja, Ra. Makanya toko kamu nggak pernah sepi ya ? Orang penjualnya pintar memuji seperti ini."

"Apa semua cewek seperti itu ? Kalau ngelihat cowok yang berwibawa sedikit langsung tebar-tebar pesona ?." Melihat Angga dan Ara saling melempar pujian membuat Andra bersuara di dalam hatinya. Ternyata sedari tadi Andra membuntuti mereka berdua dari belakang.

"Mas." Suara Dina mengagetkan Andra. Dengan sigap Andra langsung menoleh.

"Iya." Jawab Andra singkat.

"Ini bunganya, semua sudah sesuai dengan pesanan Mama mas di kertas tadi." Dua puluh lima tangkai bunga daisy dengan lima macam warna yang berbeda-beda diberikan Dina kepada Andra.

"Oh, iya terimakasih." Mengambil bunga dari tangan Dina, kemudian mengambil uang di saku celananya.

"Tunggu sebentar ya mas. Saya ambilkan dulu kembaliannya."

"Oke."

Setelah Dina pergi, Andra kembali mengintip Ara dan Angga dibalik bunga-bunga.

"Kalau kamu sukanya bunga apa, Ra ?." Tanya Angga sambil memperhatikan Ara yang sedang merangkaikan bunga pesanannya.

"Bunga bangkai." Batin Andra menjawab asal. Tatapan matanya tetap mengarah kepada mereka.

"Saya menyukai semua jenis bunga, kak." Berhenti dari aktifitasnya sejenak, menghadap kepada Angga, kemudian tersenyum.

"Termasuk bunga bangkai ?." Tanya Angga lagi.

"Iya." Menganggukkan kepala, Ara tetap berfokus pada pekerjaannya.
Andra yang mendengar jawaban Ara dari kejauhan nampak terkejut, sama terkejutnya seperti Angga.

"Kenapa ?." Tanya Angga lagi.

"Bukankah tadi sudah saya katakan, kak ? Kalau saya menyukai semua jenis bunga." Kata Ara dengan tetap tersenyum ramah.

"Iya saya mengerti. Maksud saya, kenapa kamu menyukai semua jenis bunga ?."

"Semua jenis bunga itu ciptaan Tuhan, kak, termasuk bunga bangkai. Jadi apa salahnya ?."

"Disisi lain, sebagai penjual bunga, saya tidak bisa memilih harus menyukai satu bunga saja. Kalau itu saya lakukan, kasihan nanti bunga yang lainnya." Lanjut Ara.

"Kak Angga bisa membayangkan apa yang akan saya lakukan seandainya saya hanya menyukai satu bunga ? Pasti saya akan lebih memperhatikan bunga kesukaan saya lebih dari bunga-bunga yang lainnya, dan bisa jadi, setiap ada pengunjung yang datang saya akan merekomendasikan bunga yang saya suka itu kepada mereka, karena saya menganggap bahwa bunga yang saya suka itu lebih menarik dari bunga-bunga yang lainnya. Saya jadi pilih kasih nantinya. Maka, itu bukanlah hal yang baik." Ara menjelaskan.

"Iya, benar juga sih." Angga mengangguk takjub.

"Nah, sudah selesai kak." Buket bunga mawar putih sudah selesai Ara rangkai.

Satu kata langsung keluar dari mulut Angga. "Cantik."

Andra yang sedang memperhatikan Ara dan Angga kembali dikagetkan dengan kedatangan Dina.

"Mas, ini kembaliannya." Memberikan selembaran uang kembalian kepada Andra.

"Oh iya, terimakasih." Melangkahkan kakinya menuju pintu keluar dengan perasaan yang masih dipenuhi rasa penasaran.

Setelah membayar buket mawar putih, Angga pamit untuk pulang.

"Saya pamit ya, Ra." Dengan membawa buket bunga digenggaman tangannya.

"Semoga Mama Kak Angga suka." Kata Ara sambil tersenyum.

"Pasti suka." Jawab Angga, kemudian berlalu meninggalkan toko Ara.

" Jawab Angga, kemudian berlalu meninggalkan toko Ara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Buket mawar putih untuk mama Kak Angga

Diperjalanan pulang, Andra merasa moodnya sedang tidak stabil. Entah karena hal apa, Andra juga tidak tahu penyebabnya. Hingga ia menjumpai ada seorang ibu penjual nasi goreng dipinggir jalan yang sepertinya sedang bersedih. Andra tidak tega dan berniat untuk membeli nasi goreng dagangan ibu tersebut. Tapi, dia tidak membawa uang sepersen pun, uang kembalian yang di dalam saku celananya adalah milik Mamanya, bukan milik Andra. Dan Andra termasuk tipe orang yang tidak berani memakai uang yang bukan miliknya.
Andra teringat dengan cerita Mamanya mengenai bunga anyelir waktu itu.

"Toh, beberapa bunga ini nantinya akan di taruh dikamar gue, dan itu berarti bunga ini akan menjadi milik gue." Katanya bermonolog sendiri dalam mobilnya.

Kemudia ia berikan bunga tersebut kepada ibu itu sambil berkata.

"Buat ibu." Sontak ibu itu tersenyum sambil mengucapkan "Terimakasih."

Melihat ibu itu tersenyum membuat Andra juga turut tersenyum, moodnya kembali membaik.

"Sepertinya kepribadian papa yang tidak wajar ini akan nurun ke gue." Terka Andra.

_________

Hai Hai Hai,
Alhamdulillah Memo Rasa up,

Gimana part kali ini? Semoga suka, terimakasih sudah berkenan baca : ))

Jadikan Al Qur'an bacaan number one.

Memo Rasa ✔️ (Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang