BAB 43

25 6 0
                                    

Setelah genap seminggu berjuang, akhirnya rombongan anak-anak OSN sudah kembali ke Sekolah. Ada beberapa piala dan medali yang berhasil mereka persembahkan untuk sekolah terpampang di lapangan waktu upacara berlangsung. Tentu, hal ini sangat membanggakan bagi pihak sekolah SMA Pancasila. Hampir semua peserta OSN perwakilan dari SMA Pancasila mendapatkan juara di bidang pelajarannya masing-masing, hanya ada satu siswa yang tidak meraih juara, dia adalah Andra. Andra yang tahun kemarin berhasil meraih juara 1 dan mendapatkan medali emas, kini ia tidak menyumbangkan apapun, Andra tidak berhasil mempertahankan gelar juaranya. Bahkan hari ini Andra tidak masuk sekolah.

Saat pembina upacara mengumumkan kabar membanggakan ini, ada bisik-bisik dari siswa-siswi lain mengenai Andra, banyak yang menyayangkan karena Andra tidak berhasil, tapi ada juga yang memaklumi.

Ucapan selamat mengalir kepada semua siswa-siswi yang berhasil meraih piala kemenangan. Ada rasa iri di benak siswa-siswi yang lain, bayangkan saja, siapa yang tidak iri melihat kepintaran mereka ? Di eluh-eluhkan dan di puji-puji oleh hampir semua penduduk sekolah.

Perputaran jam sangat cepat, bel pulang sudah berbunyi. Dan hari ini sepulang sekolah, panitia EUPHORIA#25 sedang melakukan persiapan, karena hari H sudah besok.

Jangan tanya Andra kemana ? Karena semua panitia sudah berusaha menghubunginya tapi tidak bisa, Andra menghilang tanpa kabar.

Semua panitia bekerja sesuai tugasnya, si dekdok yang bertugas mendekor sedang sibuk menata panggung, menata rapi beberapa bunga-bunga cantik disana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua panitia bekerja sesuai tugasnya, si dekdok yang bertugas mendekor sedang sibuk menata panggung, menata rapi beberapa bunga-bunga cantik disana. Si Perkap sedang menata kursih dan membantu si dekdok untuk melengkapi kebutuhannya, si humas sedang melakukan konfirmasi terhadap semua tamu undangan, sie acara sedang melakukan gladi bersih terhadap beberapa pengisi acara yang sengaja di undang untuk datang. Semua bekerjasama saling bahu membahu, berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik sebagai bentuk persembahan atas ulang tahun sekolahnya.

Karena tubuhnya yang lumayan besar dan kuat, Airin menjadi anggota si perkap, kali ini ia sedang membawa beberapa tumpukan kursih untuk ditata di depan panggung, tempat duduknya tamu undangan. Dengan langkah tergopoh-gopoh karena berat. "Minggir Na, minggir, awas !." Airin memperingati Elina tapi Elina tidak menanggapi bahkan tidak berpindah tempat.

Bruukkk !!

Sebuah kursi menubruk tubuh Elina membuat Elina terjatuh ke tanah. "LO APA-APAAN SIH ? NGGAK LIHAT ADA ORANG ? MELEK DONG !." Dengan nada keras dan mata yang hendak mau copot.

"KAN TADI GUE BILANG MINGGIR-MINGGIR, TAPI LO DIEM AJA, YA GUE TABRAK, LO NGGAK TAHU INI BERAT !."

Cuaca yang sangat terik dan rasa lelah membuat keduanya sama-sama tidak mau mengalah.

Elina bangun dari jatuhnya. "ALESAN AJA LO, BILANG AJA KALAU LO EMANG MAU NYELAKAHIN GUE!." Jari telunjuknya menunjuk Airin, tanda menuduh.

"DENGER YA, GUE NGGAK SELICIK LO." Airin balik menuding Elina.

"LO YANG LICIK !."

Mereka saling tuding. Ara berusaha melerai dengan mendekat ke arah Airin tapi yang dilakukan Airin malah. "RA, DIAM DISITU, JANGAN IKUT CAMPUR !." Telapan tangannya menghentikan langkah Ara.
Dan anak-anak yang lain hanya melihat tanpa ada yang berani melerai. Kapan lagi ada tontonan gratis, batin mereka. Sedang Areno sedang tidak ada di sekolah, karena harus mengantar beberapa undangan atas perintah dadakan pak kepsek, begitulah tugas sie humas.

"YA LO LAH, LO PIKIR GUE NGGAK TAHU SEBENARNYA LO CEWEK SELICIK APA ?."

"BILANG AJA KALAU LO IRI KAN ? NGGAK BISA SEPOPULER GUE, GUE CANTIK, GUE WAKIL KETUA OSIS YA OTOMASTIS GUE PINTER, FOLLOWERS GUE BANYAK, LO IRI MAKANYA LO NYIMPEN PERASAAN NGGAK SUKA SAMA GUE."

Airin bertepuk tangan sambil bilang. "KEREN BANGET YA ? SAYANGNYA, GUE, NGGAK PEDULI DENGAN SEMUA YANG LO OMONGIN, INGET YA, NGGAK ADA MANUSIA SEMPURNA !."

"YA PALING ENGGAK GUE MENDEKATI MANUSIA SEMPURNA LAH. NGGAK KAYAK LO, MUNAFIK." Tangan kanannya memainkan rambutnya sendiri.

Airin diam tidak menanggapi.

"LO MAKAI KERUDUNG CUMA BUAT MENUTUPI TAHI LALAT BATU LO YANG SEGEDE JEMPOL ITU KAN ?." Elina tertawa, kemudian berkata lagi.

"KASIHAN BANGET SIH."
PLAAK !!! Airin menampar Elina tepat di pipi kanannya, setelah itu berkata.

"TUTUP MULUT LO." Airin berlari menjauhi lapangan.

Di dalam kamar mandi, mata Airin panas, ia tidak bisa lagi menahan untuk tidak menangis. Memandang pantulan wajahnya di cermin, ia membuka kerudung yang seketika memperlihatkan dengan jelas tahi lalatnya, membuat Airin semakin tidak terkendali dalam tangisannya. Hal yang berusaha disembunyikan Airin sejak pertama kali menginjakkan kaki di sekolah, yakni tahi lalatnya, tahi lalat yang berwarna hitam, besar, menonjol yang letaknya ada di pelipis, tidak hanya ada satu, tapi 3 tahi lalat dengan ukuran yang sama berjajar di pelipisnya, membuat Airin tidak percaya diri dan memutuskan untuk berkerudung.

Airin melihat lagi pantulannya di cermin, ia mencubit tahi lalatnya kencang-kencang sambil mengucap. "Kenapa Tuhan nyiptain lo ada di wajah gue ? Kenapa nggak di tangan atau area tubuh yang lain ? Kenapa haru di wajah gue ? Kenapa ?" Tidak puas mencubiti, Airin memukuli wajahnya sendiri, tepat di pelipisnya, tepat di bagian tahi lalatnya. Air mata tak henti-hentinya mengalir. Bahkan kini semakin deras, bercampur dengan rasa sakit di wajah akibat pukulannya sendiri, bercampur dengan omongan Elina yang terus terngiang-ngiang di memori kepalanya. "LO MAKAI KERUDUNG CUMA BUAT MENUTUPI TAHI LALAT BATU LO YANG SEGEDE TELOR ITU KAN ? KASIHAN BANGET SIH."

Tubuh Airin terperosot jatuh terduduk di lantai, ia mendekap tubuhnya sendiri, menangis sesenggukan sendiri. "KENAPA TUHAN ? KENAPA ? KENAPAAA ?." Tangannya mengepal memukuli lantai. Ketika tak mendapat jawabannya, Airin memukuli lantai berkali-kali semakin keras tanpa jeda. "AAAAAAHHHH." Suara teriakan dan tangisannya memenuhi isi ruangan.

Ara yang mengintip sejak tadi ikut merasakan kesedihan Airin, Ara sengaja tidak masuk ke dalam karena ia sangat tahu kalau Airin sedang emosi meluap-luap pasti tidak mau ditemui oleh siapapun, termasuk olehnya. Airin bisa berubah menjadi brutal dan marah dan langsung mengusir bahkan menyeret siapapun yang berani menemuinya.

Tubuh Ara terperosot jatuh ke lantai. "Airin, seharusnya perkataan Elina tidak mampu melemahkanmu, seharusnya perkataan Elina tidak mampu menjatuhkanmu, karena kamu perempuan kuat dan hebat. Seharusnya kamu tidak seperti ini Rin, tapi aku tahu, kamu tetaplah manusia yang punya hati, yang bisa merasakan sakit atas ucapan orang lain." Ucap Ara dalam hatinya bercampur dengan tangisannya di pipi.

Setelah tenaganya habis terkuras, Airin menyandarkan tubuhnya pada dinding, air matanya habis tidak lagi keluar, tapi dalam hatinya ia masih menangis meronta-ronta.

Sepertinya, timing yang tepat. Ara langsung memeluk Airin erat-erat dari depan, Airin tidak menolak, karena rasanya tubuhnya sudah sangat lemah untuk melakukan perlawanan.

Ara memasukkan sesuatu ke dalam saku baju Airin, sebuah memo. Ara tahu, yang dibutuhkan Airin hanyalah seorang teman, untuk menaminya bahwa dia tidak sendiri. Terkadang, menguatkan seseorang tidak harus dengan memberinya kata-kata semangat dan motivasi, karena itu bisa saja membuat seseorang semakin merasa bahwa dirinya lemah, cukup dengarkan keluh kesahnya dan dekaplah ia erat-erat.

Disissi lain, Areno kembali ke sekolah setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, beita tentang pertengakaran Airin dan Elina langsung menyambut telinga Areno yang baru saja tiba di sekolah, ia langsung menghampiri Airin kembarannya di kamar mandi atas petunjuk dari anak-anak panitia yang lain.

Langkah kakinya berjalan dengan buru-buru, dan baru berhenti ketika ia sampai di depan kedua siswi yang sedang saling memeluk erat satu sama lain. "Airin, lo kenapa ?." Airin diam tidak menjawab, bahkan ia tidak mempedulikan bahwa Areno sedang berbicara kepadanya.

"Ya udah kalau nggak mau cerita. Ayo, gue antar pulang." Menarik tangan Airin, membuat pelukan antara Airin dan Ara merenggang.

Bersambung...

Memo Rasa ✔️ (Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang