BAB 16

56 12 1
                                    


ARA yang baru saja terbangun langsung terpelonjat kaget ketika melihat jam yang ada di dinding kamarnya menunjukkan pukul 06.20 WIB. Ara kesiangan.

Jika kalian bertanya apakah Ara tidak sholat Subuh hingga bisa bangun kesiangan ? Jawabannya, layaknya perempuan pada umumnya, Ara sedang kedatangan tamu. Apakah Tuan Nenek dan Tuan Kakeknya tidak ada yang membangunkan Ara ? Jawabannya, setelah lulus SMP, Ara meminta agar mereka berdua tidak lagi membangunka Ara, karena Ara ingin mandiri, tidak ingin terus bergantung, masa' iya sudah besar masalah bangun tidur saja harus dibangunin. Begitulah penuturan Ara kepada Tuan Kakek dan Nenek dahulu.

Setelah selesai mandi dan bersiap-siap, Ara berjalan keluar kamarnya dan langsung mencium tangan Tuan Mami dan Tuan Papinya, berpamitan untuk berangkat sekolah.

"Tuan Kakek, Tuan Nenek, Ara berangkat sekolah dulu, assalamualaikum." Mencium tangan mereka secara bergantian.

Dengan terkejut, mereka berdua hanya menjawab 'wa'alaikumsalam' tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka.

"Tumben si Ara teh bangunnya kesiangan ? Nenek kira tadi dia sudah berangkat pagi-pagi sekali. Soalnya biasanya kan gitu ya Kek ?" Nenek Roidah memberikan pernyataan.

"Iya. Tumben." Kakek Mamad juga turut kebingungan.

Di jalan, dengan sekuat tenanga Ara mengayuh sepedanya lebih cepat dari biasanya. Hingga ia merasa semakin kesini sepedanya terasa semakin berat saja, hingga membuat nafasnya terengah-engah. Kemudian ia menghentikan laju sepedanya dan melihat ban sepedanya, ternyata apa yang terjadi ? Ban sepedanya kempes.

"Astagfirullahaladziim." Dengan sedikit kesal, Ara mengusap wajahnya panik. Tidak ada pilihan lain selain harus mendorong sepedanya menuju bengkel terdekat.

Sambil melihat jam yang berada di pergelangan tangan kirinya, waktu menunjukkan pukul 06.45 WIB sedangkan bel sekolah akan berbunyi pada pukul 07.00 WIB, kurang 15 menit lagi.

"Mang, ini ban sepeda saya sepertinya bocor." Mengadu pada mamang, pemilik bengkel.

"Coba neng saya lihat dulu." Mengecek sepeda Ara.

"Sepertinya ini bocornya lumayan parah neng." Kata mamang lagi.

"Kira-kira paling cepat berapa lama mang selesainya ? Saya takut telat." Melirik jam yang ada di pergelangannya lagi.

"Lima belas menit paling cepet neng." Penuturan mamang yang membuat Ara semakin panik.

Lima belas menit lagi, itu berarti Ara akan telat tiba di Sekolah. Sedangkan SMA Langit adalah sekolah dengan kedisiplinan tingkat tinggi, dan juga tata tertib/peraturan besarta sanksinya yang selalu di tegakkan, salah satu dari banyaknya hal membuat sekolah ini menjadi sekolah favorit.

"Nggak bisa lebih cepet lagi mang ? Saya bisa telat." Ara memohon.

"Maaf neng, nggak bisa. Saya sarankan neng naik ojek saja dulu." Saran Mamang sambil mengerjakan ban sepeda milik Ara.

"Aduh mang, jam segini susah nyari ojek." Sambil mondar-mandir kebingungan. Dengan sangat terpaksa, tidak ada pilihan lain, Ara harus menunggu sepedanya sampai selesai. Dan sudah pasti beresiko, berakibat membuatnya telat.

Tiba di kelas, Ara mengetuk pintu kelas dan membuat semua penghuni kelas menoleh termasuk Guru yang sedang mengajar di kelas XI IPS 1 ini.

"Maaf bu, saya telat." Dengan nafas terengah-engah karena berlari sejak dari parkiran.

"Tumben Ara kamu telat ?"

"Iya Bu maaf, tadi ada kendala di perjalanan."

"Tapi Ara, kamu tahu kan peraturan di sekolah ini bagaimana ? Tidak ada toleransi apapun mengenai siswa-siswi yang datangnya terlambat. Apapun itu alasannya." Terang Bu Laras.

"Saya mengerti bu."

"Maaf Ara, kamu tidak bisa mengikuti mata pelajaran ibu, hukuman kamu adalah membersihkan gudang di belakang sekolah."

"Baik bu, akan saya laksanakan. Saya permisi dulu, assalamualaikum."

Bagaimanapun Ara harus bertanggung jawab atas kesalahannya. Toh, sejak awal Ara juga sudah tahu kalau resikonya akan seperti ini, jadi rasanya untuk membantah pun tidak berguna.
Kakinya melangkah menuju gudang yang letaknya ada di belakang sekolah.

Di gedung belakang sekolah ini, tidak hanya ada Ara tetapi juga Andra dan beberapa siswa-siswi yang juga terkena hukuman dengan berbagai macam alasan. Hukumannya yakni, membersihkan ruangan belakang sekolah lebih tepatnya gudang sekolah yang sedang berantakan.

"Ini yang namanya Ara ? Ketua ROHIS yang katanya bijak dan bisa dijadikan panutan ?"

Ara terdiam tak menjawab. Tapi, sedikit ada perasaan kesal dalam hatinya, setidaknya Ara masih bisa mengontrol emosinya.

"Dijadikan panutan tapi kok kena hukuman. Nggak relate banget sama yang di omongin temen-temen. " Entah kenapa perkataan Andra seolah menyindir perempuan yang sedang berada disamping nya itu.

Ara yang mendengar dengan jelas perkataan Andra merasa sudah tidak bisa lagi tinggal diam, emosinya sedang tidak stabil.

"Kamu pernah dengar kalimat seperti ini, mulut itu sebaiknya dipergunakan untuk berkata-kata yang baik, jangan sampai menyakiti hati orang lain, kalau nggak bisa berkata-kata yang baik maka alangkah lebih baik diam." Ara berkata dengan sedikit sinis.

"Kata siswa-siswi disini seorang Ara itu penyabar, tapi di giniin aja marah." Andra kembali bersuara.

"Kamu siapa sih ? Ngurusin hidup orang lain aja ?" Emosi Ara semakin membuncah. Bagi kaum hawa pasti paham, bagaimana emosionalnya seseorang yang sedang PMS.

"Gue Andra, ketua OSIS angkatan sekarang." Memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya pada Ara.

"Oh, ini yang namanya Andra, ketua OSIS ? Ketua OSIS kok dapat hukuman. Apa ketua OSIS seperti ini juga bisa dijadikan panutan ?" Menghiraukan uluran tangan Andra, dan membalik perkataan Andra beberapa menit yang lalu.

"Gue dihukum karena PR gue ketinggalan, dan itu tidak bisa dijadikan patokan kalau gue nakal ya ? Namanya manusia, wajarlah kalau lupa." Sebuah kalimat terlontar sebagai bentuk pembelaan.

"Kamu bisa melakukan pembelaan di hadapanku ? Aku pun sebenarnya juga bisa melakukan pembelaan di hadapanmu, tapi tidak ku lakukan, toh tidak penting juga." Kata Ara.

"Gue melakukan pembelaan karena gue .."

Belum sempat Andra melanjutkan perkataannya. Ara menarik nafasnya dalam-dalam, berusaha setenang mungkin sebelum akhirnya membuka suara. "Sudahlah, nggak ada gunanya debat sama kamu." Menjauh dari Andra, mendekat ke siswa-siswi yang lain.

Bagi Ara, tidak semua cerita harus dibagikan kepada semua orang. Adakalanya cerita itu dipendam sendiri di dalam hati. Toh, tidak semua hal yang kita ceritakan dipedulikan sama orang-orang di sekitar. Terkadang mereka hanya mendengarkan karena sedang butuh hiburan, mereka tidak benar-benar berniat untuk menaruh rasa peduli.
Bagi Ara, tidak perlu juga ada pembelaan, karena terkadang, semakin kita membela diri, semakin kita terlihat salah.

"Siapa yang ngajak debat ? Orang gue cuma ngajak ngobrol." Membuntuti Ara dari belakang.

"Kalau mau ngajak ngobrol tuh bahasanya yang baik, bukan malah seperti ngajak berantem, apalagi sampai bikin orang sakit hati." Kata Ara.

_________

Dari sinilah kisah Ara dan Andra dimulai,

Siaaappp ???

To Be Continued

Jadikan Al Qur'an bacaan number one.

Memo Rasa ✔️ (Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang