BAB 42

26 6 1
                                    

Mengelola toko, menjadi ketua ROHIS, amanah besar yang harus Ara jalani. Dan semua orang yang kenal dengannya pasti akan mengakui bahwa Ara sangat profesional dalam urusan kerja maupun organisasi.

Ara berjalan bolak-balik di dalam tokonya sambil memijit pelipisnya pelan, berharap apa yang dilakukannya bisa menenangkan hati dan pikirannya. Sejak tadi pikirannya tidak bisa lepas dari rekaman yang Airin perdengarkan kepadanya waktu di sekolah. Mengingat rekaman itu membuat Ara semakin kacau, ia bingung harus menanggapinya seperti apa dan bagaimana. Ara tidak menyangka bahwa Andra bisa melakukan hal seperti itu kepadanya, ini tidak bisa di percaya.

Jika seperti ini bagaimana kelanjutan pertemanannya dengan Andra ? Apa Ara bisa melanjutkan pertemanan dan menerima Andra seperti sebelumnya setelah fakta yang baru saja terungkap.

Ara bingung, hendak ingin meminta jawaban tapi kepada siapa ? Semesta pun diam tak bersuara, angin juga tak bisa menjawab kecuali hanya bisa mengeluarkan hembusan yang akan membuat suasana semakin dingin.

Perempuan dengan baju berwarna biru dongker dengan setelah jilbab dan rok berwarna hitam senada menghembuskan nafas kasar ketika melihat temannya sedang dilanda kebingungan. "Kamu kenapa sih Ra ?" Dina berjalan mendekat ke arah orang yang ia tanya.

Ara menggeleng "Enggak Din."

Dina melipatkan kedua tangannya di depan dada, "Sudahlah ngomong aja, kamu itu nggak pandai berbohong di depanku."

Melihat Ara yang hanya diam melamun, pergerakan tangan Dina menariknarik ujung jilbab belakang Ara. "Ra, ayo ngomong ! Kamu punya masalah apa ?"

"Kamu tahu Andra yang biasanya beli bunga anyelir ?"

Dina menatap langit-langit toko, pikirannya berusaha mengingat siapa Andra.

"Anaknya Bu Monic." Ara kembali memberikan kisi-kisi.

"Ah iya tahu." Jari telunjuknya menghentakkan mengarah ke atas.

"Kenapa dengan Andra Ra ?"

"Andra itu ketua OSIS periode tahun ini Din. Dan kamu tahu, ternyata dia sama anakanak OSIS punya rencana yang nggak masuk akal, ya bisa dibilang jahat."

"Rencana nggak masuk akal ? Gimana ini maksudnya ?" Dina tidak mengerti arah pembicaraannya dengan Ara.

"Anak OSIS punya misi untuk menghancurkan ROHIS.. lewat aku." Kata Ara melemah.

"Hah ? Gimana-gimana ? Nggak paham."

"Jadi, Andra berusaha untuk deketin aku supaya aku jatuh cinta sama dia, terus setelah aku jatuh cinta sama dia, dia bisa nyetir aku buat ngehancurin ROHIS."

Dina tidak bisa menanggapi apapun kecuali hanya melotot, mulutnya menganga mendengar fakta yang baru saja keluar dari mulut Ara.

Mereka berdua sama-sama terdiam, Dina berusaha memikirkan sesuatu, tentang permasalahan ini.

"Tapi Ra. Setiap orang selalu punya alasan kenapa ia harus melakukan hal tersebut." Dalih Dina.

"Tapi selalu ada cara baik dan yang nggak merugikan orang lain kan Din ? Tidak harus seperti itu."

"Yang harus kamu cari tahu adalah apa sebabnya dia melakukan hal itu. Mungkin karena dia terpaksa atau ada hal lain yang belum kita tahu."

Bukannya semakin dingin, Ara malah semakin berapi-api melihat temannya membela orang yang jelas-jelas salah.

"Sudah jelas Din, karena dia mau OSIS menjadi organisasi nomor satu di Sekolah, yang paling besar dan tidak ada yang menandingi, itu sebabnya dia melakukan hal itu. Kau ini kenapa sih ? Apa karena kamu suka sama Andra makanya kamu belain dia kayak gini ?"

Pertama kali melihat Ara seemosional tadi membuat Dina tak percaya, padahal yang ingin Dina lakukan hanyalah ingin menjadi orang penengah, tetapi malah tuduhan yang tak berdasar melayang kepadanya dari mulut Ara.

Dina membalas perkataan Ara tak kalah meluap. "Apa sih Ra? Kok kamu malah marah-marah ke aku ? Aku kan cuma berusaha ngasih saran gimana baiknya, berusaha membantu permasalahan kamu, kalau saranku nggak di terima ya nggak papa, tapi nggak usah kayak gini juga kan bisa ?"

"Dia emang jelas-jelas salah tapi kamu belain, gimana nggak marah ? Coba, pikir sedikit!" Dengan nada yang tetap meninggi.

"Mana Ara yang selalu lembut? Yang selalu sabar ? Yang selalu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin ? Yang selalu husnudzon sama orang ? Yang selalu pemaaf ? Apa itu semua sudah hilang dari diri kamu ? Iya ?"

Plaakkk...

Ara sangat tertampar dengan perkataan Dina, ia diam, dalam hatinya merapalkan istighfar berkalikali. Bagaimana bisa ia berkata kasar kepada temannya, apalagi Dina seorang perempuan. Tahu sendiri, seorang perempuan selalu menggunakan hati dalam hal apapun, itu berarti seorang perempuan akan mudah tersinggung.

"Coba deh kamu tanyain aja sama yang bersangkutan, tabayyun biar samasama enak. Jangan hanya memandang dari satu sisi saja!" Kalimat terakhir Dina sebelum ia pergi meninggalkan Ara sendiri di dalam toko.

Amarah memenuhi hati Ara, membutakan mata dan isi kepalanya, yang ia lihat hanyalah sebuah kesalahan besar, tanpa mau tahu apa yang sebenarnya terjadi, tentang kebenarannya, tentang halhal lain yang masih tersembunyi yang belum menguap ke permukaan.

Menyelesaikan masalah dengan amarah ternyata memang akan membuat tenaga semakin terkuras, sampai temannya sendiri harus menjadi korban atas kemarahannya, dengan amarah masalah tidak selesai malah semakin membesar, layaknya api yang semula kecil kemudian membesar dan membahayakan orang lain karena di tuangi BBM, begitulah perumpamaan yang pas untuk kejadian tersebut.

Ara merenungi perkataan Dina, sepertinya Ara memnag harus husnudzon, harus tabayyun, menanyakannya dengan baikbaik kepada Andra. Dan perasaan dendam yang mulai muncul harus segera Ara hilangkan, karena menyimpan dendam bukankah hal baik dan akan membahayakan, akan menjauhkan perasaan damai dalam hati, rasa tenang dalam hidup.

Ara berjalan mendekati Dina yang sedang duduk di kursih depan toko. Ara mengamati punggung Dina dengan rasa bersalahnya.

"Din!" Dina tahu bahwa yang memanggilnya adalah Ara, itu sebabnya dia tidak menolah untuk merespon.

"Din, maaf." Ara duduk di sebelah Dina, memegang kedua tangan Dina dalam tangkupan keuda telapak tangannya.

"Aku tahu aku salah, maaf."
Dina menghembuskan nafas kasar.

"Iya, di maafin. Aku tahu kamu lagi nggak bisa kontrol diri, makanya kamu melakukan hal seperti itu." Ternyata Dina sangat pengertian.

"Baikan?" Ara hanya memunculkan jari kelingkingnya ke atas, sedang 4 jari lainnya menekuk kebawah.
Melihat hal itu membuat Dina tertawa kecil. "Apasih kayak anak kecil aja."

"Terkadang hal-hal yang anak kecil lakukan juga bisa bikin orang dewasa bahagia. Ayo!" Bujuk Ara. Dina menautkan jari kelingkingnya dengan jari Ara, mereka saling tersenyum.

Bersambung...

Memo Rasa ✔️ (Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang