Jalanan dipadati banyak kendaraan di malam hari menciptakan nuansa ramai, suara mesin kendaraan yang bising masuk di telinga dengan mudahnya. Tapi ketika berada di dalam ruangan, suara bising tersebut bisa di minimalisir oleh tembok ruangan.
Di Kara Florist.
"Selamat datang di Kara Florist. Ada yang bisa saya bantu kak ?" Ara berjalan mendekati calon pembeli.
"Saya nggak beli, saya hanya main, boleh kah ?"
"Boleh, kan nggak ada yang ngelarang." Ara tersenyum.
"Siapa tahu bunga-bunga di toko kamu protes kalau saya datang." Sedikit tertawa di akhir perkataannya.
"Protes karena ada cowok ganteng datang maksud kakak ?." Ara ikut tertawa.
"Iyalah saya ganteng, nggak mungkin kalau cantik kan saya bukan cewek."
"Kak Angga ini selalu mengelak kalau dipuji."
"Enggak mengelak Ra. Sesuai nalar kan memang begitu, cowok identik dengan ganteng, cewek identik dengan cantik. Fakta umumnya seperti itu."
"Iya deh iya."
Setelah beberapa kali Angga datang ke Kara Florist, Ara baru menyadari bahwa ternyata style berpakaian Angga selalu rapi, dengan kemeja, terkadang kaos polos tapi dibalut jaket jeans berwarna hitam, di padu padankan dengan celana jeans panjang, sneakers, tak lupa kacamata minusnya, kesan yang sangat rapi, dewasa, dan berwibawa.
Sangat kontras sekali dengan style Andra yang mencerminkan anak remaja banget, lebih sering mengenakan kaos, celana pendek selutut, tak lupa jam tangan antiknya yang selalu melekat di pergelangan tangannya, kesan santai dan simpel.
"Kak Angga kesini katanya mau main ? Main apa ? Disini nggak ada wahana permainan kak." Ara terkekeh.
"Enggak, bukan permainan seperti itu maksud saya. Apa tadi kalimat saya kurang bisa dipahami ya ? Baiklah biar saya revisi. Jadi saya kesini mau bertamu. Boleh kan ?"
"Ara ngerti kok, nggak perlu di revisi, tadi cuma ngerjain Kak Angga saja."
"Emang biar apa kok ngerjain saya ?"
"Hhmm, nggak kenapa-kenapa ?"
"Biar saya kesel ya ?" Nada bicara Angga yang amat serius membuat Ara cemas.
"Enggak kak. Nggak gitu."
"Biar saya ketawa ?"
"Hhmm, enggak juga."
"Atau jangan-jangan biar saya tersinggung terus saya pulang ?" Telunjuknya menunjuk ke arah pintu.
"Astagfirullah, enggak gitu kak, tadi cuma bercanda. Serius, beneran, nggak bermaksud apa-apa." Tangannya membentuk tanda peace.
Seketika, Angga langsung tertawa melihat ekspresi Ara yang ketakutan dan cemas."Kak Angga ih, ngerjain ya ?"
"Kamu lucu kalau lagi serius gitu." Tawanya kembali pecah.
"Ara takut kalau Kak Angga tersinggung, takut Kak Angga marah beneran, selama kenal sama Kak Angga, Ara nggak pernah lihat Kak Angga sedingin tadi kalau bicara sama orang." Jujur Ara.
Sosok Angga memang selalu ramah dan jarang sekali marah, selalu tersenyum kepada siapa saja, baik yang sudah ia kenal lama, maupun yang baru ia kenal, bahkan orang yang belum diknalnya, seakan senyum manisnya selalu mengembang untuk semua orang. Hampir tidak pernah berbicara ketus kepada orang apalagi kepada perempuan, Angga adalah sosok yang selalu memperlakukan perempuan dengan baik.
"Maaf ya, niatnya tadi cuma bercanda Ra, tapi sepertinya aku tidak jago ngelucu, makanya kesannya jadi serius seperti ini."
"Bukannya nggak jago kak, tapi nggak pantes. Kak Angga itu tipe cowok-cowok cool yang punya wibawa tinggi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memo Rasa ✔️ (Part Lengkap)
Ficção AdolescenteApa yang akan terjadi jika sebuah organisasi besar dalam sekolah mengklaim bahwa organisasinya lah yang paling berjaya dari organisasi lainnya. Inilah yang sedang di alami oleh OSIS, mereka tidak terima jika pada faktanya ROHIS telah mengalahkan kej...