21❤️Mengikat

23.7K 2.9K 127
                                    

Aku sebenarnya merasa tidak enak kalau harus main sembunyi-sembunyi begini. Tapi Abimanyu tetap ngotot ingin bertahan di sampingku. Padahal, keluarganya Sinta dan Abimanyu sudah berharap dan mulai merencanakan pernikahan mereka. Aku belum bertemu dengan Sinta lagi sejak dia datang ke apartemen. Tapi menurut informasi dari Abimanyu, Sinta juga terus membujuk mamanya untuk memutuskan perjodohan mereka. Tapi di tengah itu semua, Abimanyu malah makin menempeliku kemana saja. Di toko dia kadang menungguku sampai malam, bahkan yang menjemput Icha saja, tiap hari Abimanyu. Aku belum pernah bertemu dengan pria yang begitu gigih dengan pendiriannya.

"Kamu nggak ada pasien?"

Seperti pagi ini dia sudah mampir ke apartemen dengan alasan menjemput Icha. Aku menatapnya dengan curiga, padahal ini bukan hari Minggu.

Abimanyu yang sedang menata buku Icha dan memasukkan ke dalam tasnya yang berbentuk strawberry itu kini menatapku. Sedangkan aku sedang mengepang rambut Icha.

"Aku ambil cuti."

Jawabannya singkat padat dan jelas. Lalu dia malah beralih ke Icha.

"Sayang, mau dibeliin es krim pulang sekolah enggak?"

Icha tentu saja langsung melonjak gembira membuat aku sedikit terkejut dan kepangannya terlepas dari tanganku.

"Ichaaa..."

Aku menatapnya dan membuat dia tersenyum meminta maaf.

"Iya Bunda, maaf. Abis seneng mau dibeliin es."

Icha dengan tampang polosnya dan memamerkan giginya yang baru saja ompong bagian atas kini membuatku hanya menggelengkan kepala.
Dia sekarang sudah pintar kerjasama dengan Abimanyu. Kadang kalau merajuk, mereka berdua sama.

"Mas, kamu itu beliin es terus nanti gigi Icha tambah ompong."

Abimanyu malah terkekeh dan mengajak tos dengan Icha.

"Bunda mau tuh Cha. Yuk berangkat nanti keburu Bunda marah."

Dan lihat kan? Mereka berdua kompak membantahku. Abimanyu langsung menggandeng Icha, lalu membawakan tas Icha dan berpamitan kepadaku. Tapi saat Icha sudah keluar dari pintu Abimanyu kembali kepadaku dan membuatku terkejut karena dia sudah mencium pipiku dengan cepat.

"Maaaass..,"

Dan Abimanyu hanya mengedipkan matanya. Dasar.

*****

Hari ini aku memang banyak kerjaan di toko. Bahkan tidak sempat makan siang, tapi Abimanyu dengan telaten membawakan ku makanan dan sejak tadi menyuapiku. Membuatku malu dengan Maya.

"Udah."

Aku menepis tangannya dan membuat Abimanyu meletakkan sendok berisi nasi dan lauknya.

"Kamu makan dulu Ndis. Jangan kayak Icha susah makan."

Aku yang sedang menjahit baju kini menghentikan kegiatanku.

"Dih, nanti kalau udah selesai juga makan."

"Enggak, nanti kamu lupa."

Dia itu kalau udah urusan keras kepala paling nomer satu.
Saat aku akan menjawab, tiba-tiba suara mobil berhenti di depan toko membuatku menatap jendela dan terkejut mendapati itu mobil siapa.

"Mas..."
Aku dan Abimanyu saling tatap. Dia paham dan langsung beranjak berdiri dan masuk ke belakang. Sedangkan Maya yang sudah paham juga berpura- pura tidak tahu.

"Jeng Gendhis."

Sapaan ramah itu membuat aku beranjak dari dudukku dan menyambut Bu Ani, Ibunya Abimanyu. Beliau sudah terlihat lebih segar daripada saat terakhir kami bertemu. Beliau memelukku erat.

"Kangen sama jahitannya Jeng Gendhis."

Aku tersenyum saat pelukan kami terurai.

"Ada yang bisa saya bantu?"

Bu Ani langsung mengeluarkan kain kebaya dari dalam tas yang di bawanya. Kain warna emas dan merah marun itu terlihat begitu cantik.

"Bisa jahit kebaya pengantin kan? Bisa ya?"

Jantungku langsung berdegup kencang. Ini pasti kain kebaya milik...

Tapi Bu Ani langsung mengusap lenganku.

"Maafkan ibu ya. Bukan maksud buat Jeng Gendhis gimana, tapi ibu percaya banget sama jahitan Gendhis. Sinta pasti cantik pake kebaya ini kalau yang jahit Gendhis."

Aku hanya memaksakan senyumku. Bagaimanapun hatiku merepih mendengar ini semua. Sekeras apapun Abimanyu berusaha, toh restu ibu itu yang paling utama. Dan sepertinya urusan ini tidak akan mudah.

"Maafin Ibu ya? Kalau saja Gendhis tidak ada sangkut pautnya dengan keluarganya Hendra itu, pasti Ibu akan memilih Gendhis. Paham kan maksud Ibu?"

Aku hanya menganggukkan kepala dan berusaha terlihat tenang.

"Iya Ibu. Jadi ini mau diukur langsung atau gimana?"

Dan Bu Ani langsung menjelaskan semuanya. Definisi sakit tapi tak berdarah ya seperti ini. Aku tidak merasa dijahati tapi kenapa hatiku sakit?

*****

Saat akhirnya Bu Ani pamitan pulang, aku tidak bisa menahan tangisku. Entah bagaimana, tapi saat aku masuk ke belakang, Abimanyu sudah menatapku dengan pandangan tak terbaca. Perlahan dia mendekatiku dan merengkuhku masuk ke dalam pelukannya.

"Sabar, sayang. Semua pasti ada jalan. Kamu percaya kan?"

Abimanyu menatapku dengan penuh kasih sayang.

Aku hanya mengangguk dan dia langsung mengulurkan tangan untuk menghapus air mataku.

"Jangan lelah berjuang bersamaku, sayang. Jangan. Karena dengan kamu di sini, aku juga mempunyai kekuatan untuk menemukan jalan untuk kita menjadi halal."

Bersambung

Halo... Selamat malam dan menikmati puasa.

Repihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang