BAB 26 BABAK BARU

12.1K 1.8K 81
                                    


Nyeri dan sakit. Itulah yang kurasakan saat aku pertama kali membuka mata. Aroma desinfektan dan obat tercium begitu kuat, ini pasti di rumah sakit. Karena memang aroma itulah yang familiar. Lampu menyala, tirai putih menutupi jendela, dan samar terdengar orang berbicara dari kejauhan. Apakah aku yang mengalami kecelakaan? Sehingga aku dirawat di rumah sakit? Pertanyaan itu langsung terjawab saat aku menoleh ke arah kananku. Ada seseorang yang sedang tertidur dengan nyenyak. Kedua tangannya digunakan sebagai bantalan kepalanya, duduknya membungkuk ke arah kasur. Lebat hitam rambutnya membuat aku ingin mengulurkan tangan untuk mengusapnya. Tapi, dia sudah bergerak dan langsung mendongak, matanya terlihat begitu lelah, wajahnya penuh dengan kekhawatiran, namun kemudian digantikan dengan kelegaan saat dia menatapku lekat. 

"Alhamdulilah, kamu udah sadar?"
 Dia mengulurkan tangan untuk menyentuh pipiku, tapi kemudian ditariknya kembali dan seperti canggung. Dia berdiri lalu memencet bel yang ada di atas kasur "Perawat, tolong pasien sudah siuman."

Setelah mengatakan hal itu, dia kembali menatapku. "Pusing?" Pertanyaannya langsung menyadarkanku, dan memang iya kepalaku terasa sangat sakit dan pusing. Seperti ada yang memukul dan juga suara berdengung terus terdengar di telingaku. Ada apa denganku? 

Sebelum aku bisa menjawab, perawat yang dipanggil segera datang, dia segera menyingkir lalu digantikan perawat yang memeriksaku. Aku ditanyai ini dan itu, dan yang bisa kulakukan hanya menganggukkan kepala saja tetapi rasanya begitu berat dan sakit. Seperti ada luka di bagian kepala. Tubuhku juga begitu lemas, untuk bergerak saja rasanya aku tidak mampu.

"Istri anda perlu pemeriksaan lebih lanjut, tapi malam ini biarkan dia istirahat terlebih dahulu."
Aku bisa mendengar perawat tadi mengatakan sesuatu kepada dia. Istri? Siapa yang dia maksud? Aku?

Kembali kepalaku terasa berdentam hebat, aku memejamkan mata. "Kamu kenapa?" Suara itu dan pertanyaan itu membuat aku hanya bisa mengerang karena kesakitan. Lalu aku merasakan kepalaku disentuhnya, terasa begitu lembut. Bahkan lambat laun kesakitan itu menghilang, seiring dengan kantuk yang datang. Aku kembali ke alam mimpi, dimana ada pria tadi yang menjagaku kini mengatakan kalau aku sudah menjadi istrinya.

***** 

"Namanya siapa?"

"Gendhis."

"Usia?"

"Ehm kemarin baru berulang tahun yang ke 20."

Dan seketika semuanya diam, bahkan pria yang sejak semalam berada di sisiku mengerutkan keningnya. Pagi ini, ketika terbangun, perawat sudah membawaku ke ruang pemeriksaan. Setelah melalui berbagai pemeriksaan, akhirnya aku berada di sini dan menjawab pertanyaan. 

"Istri anda mengalami amnesia."
Mataku membelalak mendengar hal itu. Amnesia apa? Bukankah benar? Aku baru saja berulang tahun, kemarin setelah pulang dari tempat makan, aku memang mengalami kecelakaan. Ada yang menabrak mobil yang dikendarai Hendra, itu aku masih ingat banget. Tapi kenapa Hendra tidak ada di sini, dan hanya ada dia...

"Saya normal, Dok."
Akhirnya aku mengatakan hal itu, tidak terima dengan perkataan Dokter berkacamata di depanku ini. Pria di sebelahku langsung meraih tanganku dan menggenggamnya, tapi aku mulai mengibaskannya.  "Jangan sentuh saya." Aku menoleh ke arahnya yang membuat pria itu kini makin mengernyitkan kening. "Suami saya mana? Hendra..."

Dokter dan pria tadi hanya saling menatap, lalu perawat tiba-tiba membawaku keluar dari ruang pemeriksaan. Meski aku ingin protes, tapi kepalaku kembali terasa nyeri. Akhirnya hanya memejamkan mata saja yang bisa aku lakukan.

Ketika akhirnya membuka mata untuk kesekian kalinya, pria tadi sudah ada di dalam kamar perawatanku lagi. Tapi kali ini aku hanya diam saja, tidak tahu harus mengatakan apa. Toh aku memang masih benar-benar bingung dengan keadaan ini. Apakah aku memang amnesia? Tapi aku masih ingat namaku, masih ingat tanggal pernikahanku dengan Hendra.

"Makan?"

Pria tadi berada di samping kasur, menjulang tinggi dan tidak ada senyum lagi di sana. Dia mengambil piring di atas nakas lalu menarik kursi. Dihempaskannya tubuhnya di sana, lalu mengaduk-aduk bubur di dalam piring. Wajahnya benar-benar tidak aku kenali, sebenarnya dia ini siapa? Kenapa mengaku sebagai suamiku? 

"Ndis..."
Panggilannya menyadarkanku dari lamunan, aku menatapnya kembali. Netra kami bertemu, tapi aku benar-benar tidak tahu siapa dia. Dari sosoknya saja aku merasa belum pernah bertemu. Saat itulah, rasa sakit di kepalaku kembali mendera. Aku memejamkan mata dan mengusap kepalaku dengan tangan.

"Ndis..." Rengkuhan tangan yang hangat, lalu usapan lembut dan dekapan hangatnya membuat aku tidak berkutik. Aroma tubuhnya yang membuat aku lebih tenang, jadi siapakah pria ini?

BERSAMBUNG'

Nah tahu nggak sih? Lama up itu karena kesibukan ngurus si kecil juga bingung sama kelanjutan cerita ini, jadi harap maklum ya idenya baru nemu sekarang. Jadi jangan disalahin ya kalau up lama, sebuah cerita itu tidak bisa diburu-buru.


Repihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang