25 | Rumah

154 65 1
                                    

Halo readers!
Terima kasih udah mampir ke ceritaku.
Hopefully enjoy ya.
Happy reading good people🥀🥀

-----*****-----

"Ayah pulang!" Namun tak kunjung ada sahutan dari dalam. Sesampainya pria tersebut di ruang tengah pun dirinya tak melihat putri dan istri yang biasa menyambutnya. Namun, di luar dugaannya putranya tengah berbaring di sofa sambil bermain denagn ponselnya.

"Hanbin, dimana Ibu?" Namun masih tidak ada sahutan dari sang putra.

Ayah Hanbin masih menunggu jawaban dari Hanbin dengan berdiri di depannya. Hanbin pun menurunkan ponselnya dan membenarkan duduknya.

"Ibu tidak ada di rumah," ucap Hanbin dengan nada dingin. Ia kemudian berdiri dan hendak pergi ke kamarnya namun sang ayah menghentikannya.

"Ayah sedang bicara padamu! Dimana Ibu dan Hanbyul?"

Hanbin membalikkan badannya, "Untuk apa sekarang kau mencarinya? Kau ingin memukulinya lagi?" Terang-terangan Hanbin menyebut pria tersebut tanpa embel-embel Ayah.

"Jaga bicaramu! Kau tidak tahu apa-apa!"

"Tidak tahu apa-apa, eh?" Ucapnya dengan tersenyum sinis.

Ibu dan Hanbyul ada di tempat dimana kau tidak bisa menyakitinya," sambungnya.

"Hanbin! Hanbin!" Teriakan ayahnya tersebut mengiringi kepergian Hanbin menuju kamarnya.

-----*****-----

Sang purnama tampaknya belum mampu meluluhkan hati Hanbin untuk berbaikan dengan ayahnya setelah seharian ia mengurung diri di kamar.

Saat ini Hanbin tengah menuruni tangga rumahnya berniat untuk membeli makan di luar. Namun, ketika ia melewati dapur, ayahnya memanggilnya.

"Hanbin, ayo kita makan bersama. Ayah akan memasak sebentar."

"Aku mau pergi."

"Kita makan dulu, bahan makanan di kulkas juga masih ada." Ayah Hanbin mencoba untuk membujuk putranya agar bisa makan bersama.

"Kau tuli?" Saat ini mata Hanbin tepat memandang lawan bicaranya.

"Lama-lama tingkahmu seperti anak liar yang tidak tahu tata krama!" Ayah Hanbin mendekati putranya dengan sorot mata yang menunjukkan kemarahan.

"Lalu bagaimana dengan Ayah? Setidaknya aku tidak bermain tangan dengan perempuan!"

Sedetik kemudian, ayah Hanbin melayangkan tamparan ke pipi sang putra. Terlihat tamparan itu kuat hingga membuat tubuh Hanbin goyah ke kanan.

Hanbin mencoba merenggangkan mulutnya dan kembali berdiri tegap. "Aku semakin yakin jika Ibu terbiasa kau perlakukan seperti ini."

Hanbin lalu pergi meninggalkan ayahnya begitu saja.

-----*****-----

Ting Tong

Bunyi bel rumah bercat putih tersebut berbunyi. Si pemilik rumah buru-buru pergi untuk membukakan pintu bagi tamu.

"Sayang!" Seorang wanita paruh baya itu kemudian memeluk putranya.

"Kau tidak apa-apa?" Sambungnya.

You Are My Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang