Hari ini tepat satu minggu sekolah diliburkan bagi siswa tahun pertama dan kedua. Libur ini dikarenakan siswa tahun ketiga sedang mengerjakan Ujian Nasional yang hasilnya akan keluar satu bulan lagi.
Namun karena sistem masuk perguruan tinggi yaitu sistem tes tulis yang akan diadakan 1 bulan lagi, maka siswa tahun ketiga tidak perlu menunggu hasil nilai Ujian Nasional keluar. Untuk hasil peserta yang lolos masuk perguruan tinggi melalui pendaftaran jalur prestasi akan diumumkan hari senin ini pukul 3 sore.
Di kamar bernuansa cream itu, Jinhwan tengah memperhatikan layar laptop miliknya. Jam menunjuk pukul 14:57. Tiga menit lagi hasil pendaftaran jalur prestasi akan keluar terlihat dari countdown yang ada di laman web tersebut.
Ia memijat pelipisnya. Pesan yang sedari tadi masuk di ponselnya pun belum ia buka. Sempat ia baca di layar ponsel, ada pesan masuk di grup 'Perkumpulan Tetangga Baik' yang menyelamati dirinya bahkan sebelum hasilnya keluar.
Saat tepat pukul 15:00, Jinhwan kemudian log in di laman web. Terlihat tulisan dengan background biru yang bertuliskan 'Selamat anda diterima di Universitas Yonsei, jurusan Sastra Korea'
Sudah ia duga ia akan diterima. Namun sastra korea? Ya, ia memilih jurusan tersebut karena ia tak berniat mengambilnya.
Satu-satunya alasan baginya mendaftar adalah karena ia masuk dalam 10% siswa teratas yang mendapat kesempatan untuk bisa mendaftar seleksi jalur prestasi berdasarkan nilai rapor. Sialnya, siswa yang masuk dalam 20% tersebut diwajibkan untuk mendaftar.
Kedua orang tuanya bahkan tidak ia beritahu mengenai keikutsertaannya. Orang tuanya hanya mengetahui seleksi masuk perguruan tinggi melalui jalur tes tulis karena jalur ini sangat umum tersiar di televisi maupun internet tentang berbagai macam tawaran dari pusat bimbingan belajar tidak seperti jalur prestasi yang bisa dibilang jalur khusus.
Pikirannya kembali melayang pada perkataan ayahnya yang menyarankan untuk mendaftarkan dirinya ke jurusan kedokteran pada jalur tes tulis. Sungguh ia tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya yang berharap besar pada dirinya. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa ia telah memiliki rencana bagi masa depannya.
Tak ada alasan baginya untuk berlama-lama melihat hasil yang tertera di laptop, ia pun segera menutup laptopnya dan merebahkan dirinya di tempat tidur.
-----*****-----
Di sisi lain, Bobby tengah menerima telepon dari orang tuanya yang ada di Virginia.
Bobby memang tinggal bersama Ibunya sejak dia pindah ke Korea. Setelah menetap 4 tahun di Seoul, kakak Bobby, Jason Kim pun menikah dengan orang asli Korea atau tepatnya saat Bobby berumur 12 tahun.
Setelah itu, Ibu Bobby memutuskan untuk kembali ke Amerika menyusul ayah Bobby yang sedang bekerja disana. Maka saat ini, di rumah hanya tinggal kakak laki-lakinya, kakak ipar, dan dirinya.
"Bagaimana?" ucap Ibu Bobby melalui telepon.
"Pindah sekolah ke Virginia lagi?" tanya Bobby yang tengah duduk di balkon kamarnya.
"Katamu kau ingin melanjutkan kuliahmu di luar negeri kan? Lebih mudah memang kalau sejak SMA kau sudah ada di Amerika karena saat kau mendaftar kuliah nanti berkas yang diurus tidak terlalu banyak."
Benar sekali perkataan ibunya. Minggu setelah pertandingan basket usai, ia memang menelpon ibunya bahwa ia ingin masuk ke jurusan bisnis di perguruan tinggi luar negeri. Dalam hati, ia meruntuki dirinya sendiri kenapa tidak bersekolah SMA di Amerika saja dan kenapa hal tersebut baru terpikirkan olehnya.
Ia terlalu terhanyut dengan apa yang saat ini ada di dekatnya, baik lingkungannya, teman-temannya, maupun Club Basket. Semua membuatnya benar-benar betah untuk tinggal disini.
Saat ini sekolah sedang memasuki pergantian semester ganjil ke genap yang merupakan waktu yang tepat untuk mengurus kepindahan sekolah.
Namun apakah ia siap jika akan pindah sekarang? Menginggalkan hal yang sudah sangat ia sayangi. Bahkan saat ini, ia juga terbebani oleh perasaan terhadap temannya sendiri. Semuanya benar-benar datang di waktu yang salah.
"Kalau kau ingin pindah dalam waktu dekat, Ibu akan ke Korea untuk membantumu mengurus berkas-berkasnya," lanjut Ibunya.
Bobby yang sedari tadi terdiam akhirnya angkat bicara, "Aku pikir... sebaiknya aku aku menuntaskan SMA di sini dulu, Bu. Untuk masalah berkas-berkas aku yakin akan bisa mengurusnya."
"Semua terserah padamu, Sayang."
Beruntungnya Bobby memiliki keluarga yang sangat mendukung apa yang menjadi kemauannya.
"Terima kasih, Bu. Sudah lama sekali tidak bertemu Ibu," ucap Bobby.
"Ibu dan Ayah disini baik-baik saja jika kau juga baik-baik saja. Perhatikan makananmu, kurangi makanan instan."
Mendengar hal tersebut Bobby kemudian terkekeh pelan, "Apa Kakak yang memberitahu Ibu?"
"Sebenarnya Ibu yang bertanya. Jaga kesehatanmu."
"Tenang saja, aku baik-baik saja. Sampaikan salamku pada Ayah."
Setelah itu Bobby mematikan teleponnya.
Yang saat ini ada di pikirannya yaitu memastikan perasaan pada Jisoo, ia harus bisa lebih tegas apakah memperjuangkannya ataukah menghapusnya.
-----*****-----
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Best Friend
Fiksi Penggemar"Kau sangat cantik. Tapi pada akhirnya kita hanya teman. Seperti yang selalu kau katakan." Ia tersadar betapa bodoh kata-katanya beberapa tahun silam sesaat setelah perasaan terhadap laki-laki itu memaksanya melanggar peraturan yang mereka buat unt...