32. Diutarakan lebih jelas

1.2K 78 0
                                    

Happy reading

"Tetep kaya gini Gra tolong jangan berubah, tolong jangan pergi juga"


32 : Diutarakan

Moza mengelap keringat yang mengalir di dahinya menggunakan handuk kecil merah muda yang terlampir di pundaknya. Kegiatan di Bogor hari ini adalah lari pagi. Hanya Moza dan Agra saja sisanya masih asik minum teh hangat di meja makan.

"Pulang yu!" Ajak Moza.

Nafasnya sudah serasa seperti tersendat-sendat dan dengan tak tahu dirinya Moza mendudukkan bokongnya di tepi jalanan sepi, sedangkan Agra hanya memandang tajam lalu menggeleng pelan.

"Tanggung, deket kebun teh nanti istirahat di sana."

"Ngapain? Mau mojok ? Dih najis Gra sejak kapan pikiran lo dongkol banget." Moza berucap sambil sesekali mengetuk-ngetuk aspal sambil bergumam 'amit-amit'

Agra ikut duduk di samping Moza lalu menjitak keningnya cukup keras, "Pikiran lo jorok banget, udah ayo!" Balasnya lalu menarik Moza agar ikut berdiri.

Dengan terpaksa Moza berdiri lalu ikut berjalan di samping Agra menuju kebun teh, tempatnya cukup asri dengan pemandangan fajar tak sia-sia Moza bangun shubuh jika bisa melihat fajar seindah ini, belum lagi ada beberapa tukang yang sedang memetik teh untuk di produksi di sekitaran pabrik. Moza mengeluh sayang sekali hari ini ia tidak membawa ponsel padahal pemandangan se-aestetic ini sangat pantas untuk di abadikan.

"Nyesel gak bawa hape." sesalnya lalu duduk di salah satu kursi bambu panjang tanpa penopang punggung. Moza melihat kearah bukit lalu melihat lagi kearah perkebunan teh. Agra ikut mendudukkan bokongnya di samping Moza kemudian meminum air mineralnya sekilas, "Kalo bawa ponsel lo malesan banget yang ada bukan lari malah photo-photo doang." balas Agra lalu menyerahkan salah satu botol mineral lainnya yang masih tersegel.

Moza mengangguk membenarkan ucapan Agra lalu kemudian ia berbalik menatap Agra, "Omongan kemaren serius atau main-main?" Tanya Moza.

"Serius"

"Besok gue pulang lo disini baik-baik jangan banyak gaya apalagi sok-sokan deketin cowo." perintah Agra.

"Lo besok langsung sekolah kan? Jaga sikap Shiren suka kalo sama lo!" Sambar Moza .

"Gue gak suka Shiren" balas Agra.

"Terserah" ucap Moza lalu berbalik memunggungi Agra.

Moza memainkan tangannya bosan sambil sesekali melihat kearah perkebunan teh, mukanya kembang kempis menahan kesal. Siapa lagi penyebab jika bukan Agra, anak lelaki itu selalu menjadi harap-harap cemas di hatinya.

entahlah.

Tapi jika dipikir-pikir Agra tuh baik, baik-baik banget malah cuma ya gitu anaknya suka nyinyir, labil banget juga kayak anak baru gede tapi gak jauh beda sama persis kayak Moza. Jodoh emang cerminan diri ya?

Moza termenung dengan pikirannya sebentar lantas berbalik menghadap Agra, "Gra gue mau nanya deh," Agra merespon dengan mengangguk lalu meminum kembali minumannya.

"Kenapa waktu itu tiba-tiba mutusin gue? lo ada masalah sama gue apa gimana?" Tanya Moza

Jujur saja setelah beberapa bulan terlewatkan Moza baru teringat sekarang untuk menanyakannya, aneh juga sih kalo dipikir Moza tuh tau persis cara pikir Agra wong beberapa taun hidup di tempat yang sama akrab juga sama keluarganya jadi bukan Agra banget kalo bikin sesuatu tanpa alasan, kecuali...

"Anak kelas 10 ada yang ngirim foto lo bareng Adit, Pelukan" Moza mengerutkan dahinya lalu melotot.

Kecuali yang satu ini...,

Salah Mantan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang