50 : kesempatan terakhir

2.6K 102 0
                                    

Happy reading

50 : RAGU

Ujian nasional untuk kelas dua belas telah benar-benar selesai dan itu artinya tidak akan ada lagi praktek, belajar tambahan, simulasi, sampai mengerjai beberapa guru muda. Mereka kini tinggal menunggu nilai lalu mengikuti keinginan dirinya sendiri akan melanjutkan kemana, entah itu perguruan tinggi, sekolah kemiliteran, bekerja, atau mungkin pengangguran.

Moza tidak terlalu mengkhawatirkan dengan hasilnya karna dia tinggal menunggu hasil SNMPTN nya di kampus negri yang telah ia dan Bunda sepakati setelah berkali-kali membuat perdebatan, Moza memilih UGM dan UNAIR sebagai kampus pilihannya. Dia akan merantau dan ingin belajar susahnya hidup tanpa kedua orang tuanya, beberapa minggu lagi pengumuman akan diumumkan dan Moza sangat berharap ia lolos masuk UGM dengan jurusan kedokteran yang telah dipilihnya.

Tapi jikapun tak lolos Moza akan mencoba jalur bersama atau mandiri, dia telah membuat plan akan bagaikan kedepannya dan jika semisal nanti gagal lagi maka Moza akan memilih kampus swasta terbaik di Yogyakarta untuk diinjaknya beberapa tahun kedepan.

Sekarang tinggal menunggu tiga hari lagi dimana promnight akan dilakukan secara meriah, kabarnya akan mengundang salah satu Dj dan penyanyi terkenal Indonesia. Moza telah menyiapkan dress apa yang akan ia gunakan malam nanti, yang kebetulanya Bunda Salamah telah memesan dan membantu merancang dress-nya menjadi sangat cantik dan elegan.

Perihal Moza yang akan menginap ke Bandung dan menemui eyangnya dia memajukan tanggal setelah promnight selesai, kemungkinan dua sampai tiga hari setelah prom baru ia akan berlibur beberapa bulan di Bandung.

"Za ada Agra di depan." Bunda Salamah yang tengah mencuci piring berteriak ketika mendengar pintu diketuk dan beberapa kali memanggil nama Moza.

Moza yang tengah tiduran di kasur empuknya bangkit lalu menyingkap selimut dari badannya dan bergegas turun kebawah, saat membuka pintu terlihatlah Agra dengan stelan hoodie abu dan celana cream selututnya sedang berdiri tegak di depan Moza sambil memasukkan tangannya ke dalam saku, ganteng pikir Moza.

"Kita perlu bicara." Agra berucap seperkian detik menyadarkan Moza dari lamunannya.

Moza menutup pintu rumah, lalu membawa Agra ke arah taman komplek yang tidak terlalu jauh jaraknya dari rumah mereka. Moza duduk di bangku taman sambil sesekali melihat anak-anak sebayanya yang sedang asik berselfi ria atau sekedar membeli jajanan ringan dari penjual gerobak diatas motor.

"Gue minta maaf." Agra berucap terlebih dahulu.

"Udah gue maafin Gra, jadi mau lo apa?" Tanya Moza terus terangan.

"Kita balikan, lo mau kan?"

Moza menatap Agra cukup dalam sesaat kemudian dia menghembuskan nafasnya, "Lo bisa janjiin gue bahagia paling engga senyum terus tanpa beban ga kalo semisal kita balikan? Atau lo bisa mikirin sesuatu lebih dewasa lagi gak biar kalo masalah dateng lo gak salah ambil langkah lagi."

"Gue usahain, apapun buat lo."

Moza berpikir sejenak, dia bingung apa harus menerimanya lagi atau sudah selesai sampai disini, tapi ayolah dari jauh-jauh hari Moza sendiri yang bertekad membuat Agra kembali jatuh cinta dan menawarkan sebuah hubungan tapi kenapa sekarang malah bimbing.

Ada sedikit dalam dirimya yang takut dengan sikap Agra akhir-akhir ini dan ada beberapa rasa ragu dalam dirinya tentang Agra, apa semuanya akan berakhir bahagia?

Moza menatap Agra dia tidak punya jawaban yang pasti dia benar-benar bingung dengan dirinya sendiri, Moza sangat amat mencintai Agra tapi kenapa sesulit ini untuk menerimanya, ada apa ini?

"Gue perlu waktu Gra" Agra mengangguk lalu mengusap surai Moza, "Gue tunggu jawaban lo saat promnight nanti."

Agra berusaha tersenyum meski sebenarnya bukan jawaban itu yang ia inginkan, melainkan jawaban pasti dan tentu saja yang membuat Agra bahagia. Tapi melihat sikapnya sendiri yang akhir-akhir ini sulit dikendalikan Agra rasa Moza benar, dia memang butuh waktu memikirkan jawaban yang paling tepat untuk si lelaki brengsek ini, Agra mengerti dan semoga saja jawabannya iya.

Semoga saja...

Agra menepuk beberapa kali tangan Moza lalu dibawa ke genggamannya, "Kita beli sate ayam sama sosis bakar, mau kan?"

Moza tersenyum senang, "Mau!" gadis yang menggunakan baju oversize dengan celana selutut itu membawa Agra berlari kearah pedagang sosis bakar yang membelinya cukup banyak.

"Mang sosis bakar yang jumbo empat!" Pedagang tersebut menangguk, "Tunggu sebentar ya neng Moza."

Agra terkekeh lucu melihat Moza bisa sebahagia itu dengan cara sederhana, Agra mencubit pipi Moza beberapa kali lalu mencium puncak kepala Moza yang setara dengan dagunya, "Gemesh." ucap Agra dan diangguki oleh Moza.

***

Malam kian indah dipeluk mata keduanya saling diam diatas roftop rumah Agra, dua insan remaja yang saling dimabuk cinta. Keduanya tiduran diatas teras sambil memandang bintang-bintang kecil yang menghias gelapnya malam. Agra menggenggam tangan Moza sambil mengelusnya, sedangkan gadis itu asik memejamkan matanya dengan segala pikiran dalam dirinya. Tidak semudah itu untuk Moza menerima segalanya karna bagaimana pun dia adalah seorang wanita dengan segala perasaan yang diberikan oleh Tuhan, dan tentu saja sikap tempramental Agra beberapa hari lalu cukup bisa membuat sedikit dalam dirinya terusik.

Kepercayaan yang ia simpan tinggi-tinggi pada Agra kian menghilangkan perlahan-lahan tapi Perihal mencintainya Moza mengakui hal itu, Moza sangat-sangat mencintai Agra melebihi apapun.

Sekian banyak berkelana dan menggaet para lelaki untuk berpacaran dengannya sejak masuk bangku SMP sampai hampir lulus dari bangku SMA, hanya Agra yang paling pandai menghargainya dari awal, hanya Agra yang bisa membuatnya nyaman, dan hanya Agra yang selalu khawatir dengan dirinya meski caranya sedikit berbeda dari laki-laki yang pernah Moza temui. Agra itu spesial dengan segala macamnya, dengan segala yang ada pada dirinya.

Hanya saja akhir-akhir ini hatinya kembali ragu, apa Agra bisa semanis dulu? Apa Agra bisa membuatnya senyaman dulu?

Moza menatap manik mata Agra yang tertangkap sedang menatapnya juga, "Gue suka tapi gue takut, omongan lo kali ini cukup sulit buat gue pegang Gra."

"Dan pembuktian pun rasanya akan hambar kedepannya, entah hanya perasaan gue aja atau gue emang mulai cape sama lo Gra."

Agra menggeleng kepalanya tak terima, dia bangkit lalu duduk diikuti oleh Moza. Dia membawa Moza kedalam dekapannya sambil sesekali mengusap halus surai rambut Moza, dua memejamkan matanya merasakan setiap harum rambut Moza yang selalu memenuhi Indra penciumannya, yang selalu nyaman dan selalu menjadi dekapan paling ia sukai.

"Omongan gue kali ini bisa lo pegang, dan jika nanti kesempatan ini gue sia-siakan gue siap nerima apapun keputusan lo."

"Perlu lo tau Za, sebanyak apapun orang-orang datang dalam hidup gue, yang gue mau cuma lo. Apapun demi kebahagiaan lo, apapun demi keselamatan lo, apapun intinya demi lo gue siap lakuin. Karna gue emang sejatuh cinta itu sama lo Moza."

Moza terkekeh ringan lalu bersedekap dada, "Lo bucin sama gue? Terus kenapa dulu pura-pura gak mau deket sama gue sampe nolak ajakan balikan mentah-mentah?" Moza bertanya penasaran.

Agra memandang sesaat pada Moza lalu menatap langit lepas sembari pikirannya yang berkelana dengan sikap-sikap lucu Moza setelah mereka putus, "Gue sengaja, biar lo makin tertarik sama gue." ucapnya sambil mengacak-acak rambut Moza.

"Salah matan? Kayaknya malah jadi kebahagiaan buat kita ya Gra?" Agra mengangguk setuju, "Karna apapun saat dengan lo gue selalu bisa bikin bahagia."

***

Satu part menuju ending

Jangan lupa berikan jejak.

Terimakasih

Salah Mantan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang