Happy reading
40 : Masih ada rasa dan secercah harapan
Turnamen basket akan diadakan sebentar lagi kisaran pukul sembilan pagi, Moza telah bersiap bersama teman-temannya tak lupa membawa spanduk bertuliskan 'Menara hebat' yang tercetak sangat amat lebar, belum lagi bendera putih berlambangkan elang emas bertuliskan 'Warga menara' dikibarkan sana sini. Perihal menyemangati teman-temannya Moza selalu paling terdepan dan berteriak paling lantang.
Moza datang bersama Yumi teman satu ekstrakulikuler nya dulu tak lupa ada Adit dan Dirlan yang ikut memeriahkan acara membawa satu ember dan panci yang entah di dapat dari mana.
"SMA MENARA!" Dirlan dan Moza berteriak bersamaan sangat lantang.
"HEBAT! HEBAT! HEBAT!"
"DATENG BAWA KEPERCAYAAN PULANG BAWA KEMENANGAN"
"KALAH MENANG SOAL BIASA YANG PENTING UDAH USAHA!"
"SMA MENARA!"
"HEBAT! HEBAT! HEBAT!"
Moza tertawa cekikikan saat semuanya kompak berteriak bersamaan, belum lagi suara nyaring dari ember dan panci rusak yang di pukul-pukul. Sudah jelas SMA menara jadi tatapan banyak orang.
Devan melambaikan tangannya kepada Moza lalu menyuruhnya untuk turun dan bergabung sebentar bersama anak-anak basket, Moza mengangguk lalu berpamitan sebentar pada anak-anak lalu berlari secepetnya menuju Devan dan Fatih.
"Wih baju basketnya keren anjir, pada bikin yang baru yah?" Tanya Moza
Semua mengangguk, "Yoi Za."
"Keren kan desain gue?" Tanya Devan sambil menarik turunkan alisnya
Moza mengangguk setuju, baju basket warna merah dengan sedikit logo batik dan Garuda emas di bagian belakang dekat punggung cukup bagus dan sepertinya berbeda dengan baju basket kebanyakan lainnya.
"Yang lain pada kemana nih?" Tanya Moza.
"Tinggal Agra doang, lagi ngobrol sama Shiren. Tunggu aja bentar lagi kesini" jawab Fatih.
Agra datang dengan Shiren yang bergelayut manja di salah satu tangan Agra, mual rasanya saat melihat itu. Moza terkekeh sinis ia melihat Agra dengan tatapannya. Moza menyunggingkan senyumnya.
"Nyaman Gra?" Agra hanya mengangguk saja meski tak ada yang tau apa yang di rasakannya sekarang, entah nyaman, risih, atau apapun itu.
Sesekali semuanya berbincang ria dan menghiraukan adanya Shiren, gadis itu sudah seperti bayangan yang ada tapi tak dianggap dan faktanya memang benar mau seperti apapun kondisinya selalu Moza yang di depan, selalu Moza yang diutamakan banyak orang. Shiren menatap tajam dia mengepalkan tangannya kesal berusaha mencari perhatian tapi lagi-lagi malah tak di hiraukan gadis berambut pirang terang itu memilih untuk kebali ke kursi duduk. Untuk apa disini tapi tak ada yang menyadarinya bahkan pacarnya sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Mantan (End)
Teen Fiction"Brengsek lo gra!" Geram Moza "Za maaf" Semuanya selalu bermula dari mantan. Pahit, manis, senang, susah, selalu terjadi karna mantan. Lantas hubungan yang sudah kandas ini apa masih pantas di pertahankan?