Bintang nggak pernah menyangka akan tergila-gila dengan perempuan berusia 4 tahun lebih tua darinya. Dan semakin nggak menyangka ketika perempuan itu langsung mau diajak jadian pada bulan pertama perkenalan mereka.
Baginya, Alanda merupakan wujud ny...
Coba sebutin kalian baca bab ini jam berapa sih? Biar gue bisa sesuaiin nih, enakan update jam berapa?
Btw vote-nya rada macet ya! bikin gue males update padahal gue nggak sabar mau update terus tiap hari huhu. Ayo dong, semangat, kasih vote aja apa susahnya sih?
Happy reading!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Gue beneran udah oke?" tanya gue sembari bercermin melalui kaca jendela di kantin kampus, yang sebenarnya nggak bisa memantulkan bayangan tubuh gue dengan sempurna.
"Udah!" Brian tampak jengah menjawab pertanyaan gue yang sudah gue ulang berkali-kali.
"Ini yang milih batiknya Alan?" tanya Ben sambil memindai penampilan gue.
"Iyalah! Gue mana ngerti beginian!" balas gue sengit.
Sebenarnya sejak pertama kali Alan memberikan batik ini, gue langsung menyukai motifnya. Walaupun gue nggak terlalu paham dengan kain batik, gue langsung menyukai motif ini. Dan gue yakin siapa pun bakal setuju kalau motif kain ini emang cakep banget. Nantinya Alan akan memakai kebaya dan rok lilit yang menggunakan kain batik ini. Ini pertama kalinya gue memakai baju couple selain dengan keluarga gue. Makanya gue agak deg-degan.
Ben mengangguk. "Udah jelas sih, selera Alan cakep banget! Kalo elo yang milih, pasti pilihan lo bakal kampungan kayak motif batiknya bapak-bapak!"
"Gih, cabut sekarang! Mending lo yang nungguin mereka di sana, daripada telat!" Brian menyodorkan kunci mobilnya.
"Bener!" Ben mengangguki ucapan Brian. "Tanpa lo melakukan kesalahan aja, lo udah nggak direstui. Apalagi kalo sampai bikin calon mertua lo nunggu satu menit..."
"Ben, lo nggak perlu ungkit-ungkit persoalan restu deh! Tanpa lo bahas, hal itu udah tertanam jelas di otak gue!" sungut gue sambil memainkan kunci mobil Brian.
"Perasaan gue udah pake parfum deh tadi!" sangkal gue sambil mencium lengan pakaian bergantian antara kanan dan kiri.
"Habis pake parfum murahan itu, lo ngebut naik motor. Ya langsung ilanglah, wanginya!"
Emang dasar Brian tuh kalau ngomong kasar banget. Sialnya omongan dia benar, jadi gue nggak bisa menyangkalnya lagi. Lagi pula gue agak terharu dengan sikap Brian ini yang mau membantu gue dengan totalitas. Nggak kayak manusia di sebelah Brian, yang sejak tadi cuma ngoceh aja nggak ada isinya.
"Jangan semprot banyak-banyak! Itu parfum mahal, dikit aja udah wangi banget, dan nggak akan ilang baunya meski lo nggak mandi seminggu!" Kali ini Brian memelotot penuh ancaman.
Senyum gue langsung melebar. "Thanks, Yan! Lo emang sohib gue yang paling kece!"
"Jangan lupa ntar pas kelar pake, isiin bensinnya! Awas kalo enggak! Gue minjemin bensin penuh, baliknya juga harus penuh!" teriaknya saat gue sudah berlari menuju tempat parkir mobil.
