"Namira sekarang kabarnya gimana, Lan?"
Sekarang kami semua duduk di sofa, mengelilingi meja yang dipenuhi oleh pizza dan berbagai camilan yang dibawa Alan. Brian dan Fano tampak sangat menikmati itu semua, sedangkan gue hanya diam, gengsi mau makan pizza dari Alan.
Bukan gengsi sih, cuman gue malas aja kalau gue ambil pizza itu, mereka semua langsung menganggap gue bakal mau balikan sama Alan. Jadi untuk mempertegas kalau gue sungguhan nggak mau balikan sama Alan, gue memilih untuk nggak menyentuh apa pun pemberian Alan.
Meski kenyataannya perut gue sudah keroncongan banget, mengingat setelah lari pagi tadi, gue langsung disandera di sini. Mana pizza-nya wangi banget lagi. Bahkan gue sendiri kagum sama keteguhan diri gue yang nggak goyah sama sekali.
"Gue pikir lo nggak mau bahas dia," sahut Alan santai. "Soalnya tadi pas gue sebut nama Namira, muka lo langsung aneh gitu, gue jadi nggak enak."
Brian terkekeh. "Nggak enak gimana coba? Santai aja lagi! Gue cuman kaget, udah lama nggak denger namanya."
"Kabar dia baik. Sekarang kerja di bank swasta. Pas gue di Jakarta, masih suka ketemuan kok."
Brian hanya manggut-manggut. Setelah pizza di tangannya habis, ia kembali mencomot satu potong lagi.
"Masih jomlo?" tanya Fano.
"Ngapain lo tanya gitu?" protes Brian.
"Itu kan yang dari tadi mau lo tanyain? Tau gue, udah kebaca!" ujar Fano santai.
"Jomlo kok. Beberapa bulan lalu, baru putus. Tapi nggak tau ya, kalau ternyata selama gue di sini, dia punya pacar baru," Alan tersenyum lebar. "Dulu, hubungan lo sama Namira tuh, udah sejauh mana sih, Yan?"
Tepat setelah pertanyaan Alan selesai diucapkan, ponsel Brian berdering. Brian langsung mengangkatnya.
"Titip apa lagi sih, Ma?" Raut wajah Brian terlihat kesal.
"Iya, iya ... nanti dicariin. Iya, Ma. Nanti aku tanya ke Bintang yang bagus di mana."
Gue menatap Fano sambil geleng-geleng. "Nyokapnya lagi tuh?"
Fano hanya geleng-geleng.
Setelah telepon Brian terputus, gue langsung bertanya, "Perasaan dari tadi nyokap lo telepon terus sih, Yan?"
"Tadi siang yang telepon adik gue. Sekarang nyokap. Titip daster yang lucu katanya. Heran gue masih aja dititipin gini. Padahal kan jaman sekarang online shop udah banyak. Tinggal pencet juga langsung beres. Malah nitip gue yang nggak tau apa-apa soal daster!" omel Brian.
Gue terkekeh. Nyokapnya Brian itu nggak jauh beda dengan Bunda. Waktu wisuda, keduanya bertemu dan terlibat obrolan seru sampai nggak bisa dipisahkan. Pokoknya sama-sama bawel abis deh!
"Padahal gue cuma ke Jogja ya ini. Lo bisa bayangin nggak, gimana bawelnya nyokap gue kalau bokap mau ke luar negeri?" Brian lanjut mengomel. "Beuhh ... rempongnya ... amit-amit deh! Bikin bokap gue jadi males ke luar negeri."
Belum tuntas tawa gue dan Fano, ponsel Brian kembali berdering. Dilihat dari ekspresinya yang sumringah, gue dan Fano semakin penasaran.
Dia menunjukkan ponselnya ke kami semua, "Nah, sohib gue nih!"
"Selamat pagi, Pak Bos!" sapa Brian riang setelah mengangkat teleponnya. "Iya, nitip daster segala! Padahal beli online kan banyak ya, Bos!"
"Kalo nitip makanan mah, aku masih ngerti. Lah ini nitipnya banyak banget!" keluh Brian. "Nah, gitu dong! Pak Bos emang terbaik deh! Jadi fix nih, aku beliin oleh-olehnya makanan aja ya? Nanti Pak Bos lho, yang bilang sama Nyonya. Aku males diomelin!"
![](https://img.wattpad.com/cover/217736705-288-k386786.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me Back to The Start (COMPLETED)
Roman d'amourBintang nggak pernah menyangka akan tergila-gila dengan perempuan berusia 4 tahun lebih tua darinya. Dan semakin nggak menyangka ketika perempuan itu langsung mau diajak jadian pada bulan pertama perkenalan mereka. Baginya, Alanda merupakan wujud ny...